Mewujudkan Idola Hakiki

Ummu Arrosyidah

TEGAS.CO,. NUSANTARA – Anak adalah aset emas suatu bangsa. Sepertiga penduduk Indonesia ini, yang akan melanjutkan tampuk kepemimpinan di masa mendatang. Maka, menjaga dan mendidik mereka adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan.

Indonesia telah berkomitmen untuk turut mewujudkan World Fit for Children (Dunia Layak Anak). Komitmen ini diwujudkan sejak  ditandatanginya Ratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA)  melalui Keputusan  Presiden Nomor 36 tahun 1990, Program Nasional Bagi Anak Indonesia 2015, UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak.

Iklan Pemkot Baubau

Pemerintah melalui Kemen PPPA mentargetkan Idola (Indonesia layak anak) pada 2030. Salah satu langkahnya adalah dengan melahirkan kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak sejak tahun 2006. Setiap kabupaten/kota, harus mengacu pada 24 indikator pemenuhan hak dan perlindungan anak yang secara garis besar tercermin dalam 5  klaster hak anak, yakni (1) Hak sipil dan kebebasan; (2) Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif; (3) Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan; (4) Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang dan Kegiatan Budaya; dan (5) Perlindungan Khusus bagi 15 kategori anak.

Pada Juli 2022 Kemen PPPA memberikan anugerah Penghargaan Kota/Kabupaten Layak Anak kepada 320 kabupaten/kota. Penghargaan itu diberikan kepada delapan daerah di kelompok Utama, 66 Nindya, 117 Madya, dan 121 Pratama.

Apresiasi juga diberikan kepada delapan provinsi yang telah melakukan upaya keras untuk mewujudkan Provinsi Layak Anak (PROVILA). (https://mediaindonesia.com, 23/07/2022)

Masih Jauh Panggang dari Api

Kendati usaha telah dikerahkan Kemen PPPA untuk mewujudkan kesejahteraan bagi anak, namun nampaknya masih jauh panggang dari api. Angka kekerasan terhadap anak di negeri ini terhitung tinggi.

Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Tahun 2021 menunjukkan sebanyak 34% anak laki-laki dan 41,05% anak perempuan pernah mengalami salah satu jenis kekerasan sepanjang hidupnya. (kemenpppa.go.id, 14/09/2022).

Berdasarkan data Kemen PPPA, jumlah anak korban kekerasan seksual sepanjang tahun 2019 hingga 2021 mengalami peningkatan.

Pada 2019 anak korban kekerasan seksual mencapai 6.454. Pada tahun 2020 menjadi 6.980 jiwa. Selanjutnya pada 2021 menjadi 8.730 atau naik sebesar 25,07 persen. (nasionalkompas.com, 22/03/2022).

Jumlah anak yang tersandera dunia prostitusi juga membuat miris. Dari 35 kasus yang dimonitor KPAI dari Januari hingga April 2021, 83% merupakan kasus prostitusi. Sementara 11% eksploitasi ekonomi dan 6% perdagangan anak.

Dari kasus-kasus tersebut jumlah korban mencapai 234 anak. Selain itu kasus pekerja anak di pabrik juga terlaporkan ke KPAI, hingga penjualan bayi.

Menurut ECPAT (sebuah jaringan global yang menentang eksploitasi seksual anak), prostitusi anak karena eksploitasi seksual terjadi karena kemiskinan, disfungsi keluarga, pendidikan rendah, pengangguran, penghasilan kurang, tradisi, dan peningkatan kebutuhan perempuan muda pada industri seks (kemenpppa.go.id)

Sederet fakta di atas adalah imbas dari penerapan sistem kapitalisme-sekulerisme. Kapitalisme telah membuat jurang kesenjangan semakin dalam dan lebar. Kekayaan segelintir pemilik modal makin menggunung, di sisi lain jutaan rakyat hidup dalam kemiskinan.

Kebutuhan hidup yang semakin sulit terpenuhi, menjadikan orang-orang yang lemah iman (karena jauhnya dari al Kholiq sebagai imbas penerapan sekulerisme), pada akhirnya mengambil jalan pintas. Di antaranya dengan menerjunkan anak di dunia kerja atau melibatkan mereka dalam jerat prostitusi.

Sekulerisme juga telah mendorong menjamurnya konten-konten porno. Sehingga tak jarang anak menjadi korban kekerasan seksual atau penelantaran karena hubungan kedua orang tua yang tidak terikat tali pernikahan.

Demikianlah usaha mewujudkan kesejahteraan anak masih jauh dari harapan, karena akar permasalahan yang belum tertuntaskan, yaitu masih bercokolnya sekulerisme dan kapitalisme.

Ambil Islam Sebagai Solusi

Allaah Ta’ala mengutus Rasulullaah sholallaahu ‘alayhi wa salam untuk membawa Islam sebagai rahmatan lil ‘alamiin. Islam tidak hanya berbicara masalah peribadatan seorang hamba kepada Robb alam semesta. Lebih dari itu, Islam adalah petunjuk agar manusia hidup selamat dunia akhirat.

Beberapa aturan Islam yang akan melindungi hak-hak anak antara lain :
Pertama, larangan mendekati zina. Allaah Ta’ala berfirman dalam QS. Al Isra : 32 “Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.”

Kedua, pernikahan. Pernikahan menjadi awal pasangan suami istri untuk mempunyai keturunan. Dengan adanya pernikahan, maka ada kejelasan nasab dan tanggung jawab pernafkahan maupun pengasuhan terhadap anak. Allaah Ta’ala berfirman : “Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut (ma’ruf).” (QS. Al Baqoroh : 233)
Ketiga, perintah mendidik anak. Rasulullaah sholallaahu ‘alayhi wa salam bersabda, “Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya selain pendidikan yang baik.” (HR. Al Hakim: 7679).

Keempat, kehadiran negara sebagai junah. Negara wajib menjamin kesejahteraan setiap individu rakyat. Kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, keamanan rakyat (termasuk anak-anak) wajib dipenuhi oleh negara.

Negara juga memberikan kemudahan rakyat untuk melangsungkan pernikahan dan menjatuhkan hukuman bagi para pelaku zina, liwath, dsb.

Dengan penerapan Islam secara komprehensif, anak terjamin aqidah, keselamatan, kehormatan, kesehatan mapun pendidikannya. Wallaahu a’lam bi showab.

Komentar