TEGAS.CO, BAUBAU – Kasus kekerasan seksual yang menyeret anak dibawah umur masih terus terjadi dengan korban dan pelaku serta motif yang berbeda di tiap pengungkapannya.
Hal itu tentu sangat memprihatinkan bagi korban dan masa depan generasi penerus bangsa Indonesia saat ini.
Menanggapi hal itu Kasat Reskrim Polres Baubau AKP Najamuddin memberikan tanggapan dari berbagai kasus yang berhasil diungkap komandan jebolan Reskrim Polres Baubau itu.
Berdasarkan dari data Reskrim yang menangani kasus di Baubau dan Buton Tengah, pada 2022 terdapat 24 kasus pencabulan yang terlaporkan oleh sejumlah korban maupun masyarakat.
Najamuddin menyampaikan bahwa parahnya lagi orang-orang terdekat dominan yang menjadi pelaku asusila, mulai orang tua kepada anak, paman kepada ponakan, tetangga bahkan pacar si remaja. Mirisnya lagi beberapa kasus korbanya perempuan keterbelakangan mental.
“Hingga 12 Januari 2023, telah ada 2 (dua) kasus serupa. Dimana satu tersangkanya telah diamankan dan satu kasus lainnya masih dalam pendalaman Polres untuk menemukan pelaku,” kata Najamuddin
Lebih lanjut mantan Kapolsek Kawasan ini mengatakan, diperlukan kerjasama seluruh pihak untuk mengambil peran dalam upaya menurunkan bahkan mencegah kasus kekerasan seksual pada anak termasuk tokoh dan lapisan masyarakat.
“Kalau kita tidak antisipasi dengan berbagai upaya dan peran masyarakat kita khawatirkan angka ini justru meningkat,”ujarnya.
AKP Najamuddin menyebut, dari hasil analisa kepolisian, penyalahgunaan media sosial dan konten pornografi menjadi pemicu beberapa kasus pencabulan. Anak-anak yang sudah memiliki hubungan pacaran cenderung mencoba-coba hal terlarang.
Sementara bagi pelaku dewasa yang memiliki pendamping (istri_red) masih dalam pendalaman, apakah ada ketidakpuasan hasrat terhadap pasangan sehingga melakukan perbuatan tercela pada anak dibawah umur.
“Ini yang masih menjadi soal, apakah ada ketidakpuasan pada pasangan namun masih perlu penelitian dengan PPA,” tambah Najamuddin.
Najamuddin bilang, pihaknya kedepan akan merancang program agar Polisi tidak sekedar menangani kasus dan menerima laporan, namun membantu pencegahan terjadinya pencabulan di lingkungan masyarakat.
Dilanjutkannya, seluruh kasus pencabulan yang ditangani unit PPA Reskrim dikoordinasikan dengan Satpas PPA Dinas Pemberdayaan dan perlindungan agar meningkatkan sosialisasi kepada warga.
“Kepada orang tua memang kita harapkan dapat mengontrol konten tontonan anaknya di media sosial, dan perlu pengamanan anak perempuan tidak dititipkan kepada sembarang orang,” harapnya.
Sementara itu, sanksi hukum bagi pelaku pencabulan tak main-main. Pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak 5 (lima) milyar rupiah Sesuai yang tercantum dalam Pasal 76D Jo 81 Ayat (1), (2)UU RI NO. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pengganti UU RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU RI No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Predator anak atau pelaku kekerasan seksual memang sangat meresahkan masyarakat dan korbannya. Bagaimana tidak para pelaku sama berbahaya bahkan lebih berbahaya dibandingkan pelaku pembunuhan jika pelaku pembunuhan hanya menghilangkan nyawa korban, predator anak atau pelaku pencabulan mampu menghilangkan masa depan korbannya seumur hidup
Komentar