Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
BaubauBerita Utama

Begini Dampak Medis yang Dialami Korban Rudapaksa di Baubau

869
×

Begini Dampak Medis yang Dialami Korban Rudapaksa di Baubau

Sebarkan artikel ini

dr.Zamri Amin S.pOG yang merupakan ahli kandungan dan penyakit dalam saat dikonfirmasi di ruanganya Rabu (15/3/23)

TEGAS.CO,. BAUBAU – Kisah Rudapaksa yang terjadi dan dialami dua bocah di kota Baubau menjadi viral dan ramai diperbincangkan di ruang publik maupun sosmed.

Berdasarkan kesaksian korban yang masih berusia 4 (empat) tahun, terduga pelaku sebanyak tujuh orang, empat diantaranya adalah pelaku utama yang melakukan aksi bejat itu.

Penjelasan Medis Dampak Rudapaksa

Berdasarkan isu yang berkembang, awak media ini mencoba mengkonfirmasi ke beberapa narasumber di bidang kesehatan, salah satunya adalah pemilik klinik tempat korban melakukan Visum et Repertum (VeR).

dr. Zamri Amin S.pOG yang merupakan ahli kandungan dan penyakit dalam menceritakan kronologi pemeriksaan visum pada korban.

Dijelaskannya, saat dilakukan pemeriksaan pada sang kakak yang berusia 9 tahun, dia lebih banyak diam. Sedangkan adiknya usia 4 tahun lebih aktif dan banyak bercerita.

“Hasil pemeriksaan kami, sesuai dengan permintaan dari pihak kepolisian. Kami menemukan adanya selaput darah yang sudah tidak utuh lagi, sehingga disimpulkan ada robekan lama,” kata dr. Zamri Amin yang ditemui di ruangannya, Rabu (15/3/2023).

dr. Zamri mengungkapkan, pihaknya juga menemukan ada luka di lengan korban, yang diduga bekas suntikan. Namun, pihaknya masih belum mengetuhui, apakah bius atau bukan.

“Perlu ada pengecekan medis lebih seperti melakukan tes darah untuk mengetahui zat apa yang ada di tubuh korban,” ungkapnya.

Terkait informasi yang mengatakan bahwa pelakunya merupakan 4 orang dewasa, dr. Zamri belum bisa memastikannya. Sebab dari hasil pemeriksaan, ukuran kelamin korban masih cukup kecil.

“Namun kalau  jari agak masuk akal apalagi saat posisi anak tidak memberontak,” kata dr. Zamri lagi.

Dia juga mengingatkan kepada semua pihak untuk terus melakukan upaya pencegahan. Menurutnya, hal itu harus menjadi perhatian bersama.

“Banyaknya kasus pelecehan seksual yang terjadi agar wajib menjadi atensi kita semua khususnya orang tua,” pesannya.

Ditemui di lain tempat, Dosen Kebidanan dan Ahli Kesehatan di Kota Baubau Minarti,S.ST, Bdn., M.Keb menjelaskan secara umum, dampak dari korban kekerasan seksual biasanya dapat dinilai dari ketakutan, cemas, hingga marah, bahkan juga menimbulkan trauma psikis.

“Jika dilihat dari informasi yang beredar, terduga pelaku sebanyak tujuh orang, dan empat yang melakukan aksi persetubuhan terhadap korban yang berusia 4 tahun.

Dijelaskannya pula, jika dilihat berdasarkan anatomi organ reproduksi dan kondisi fisik, korban pasti mengalami trauma alat kelamin.

“Dikarenakan kondisi alat kelaminnya masih sangat kecil, pun satu orang saja yang melakukan aksi persetubuhan pasti sudah rusak dan tidak berbentuk,” jelasnya.

Dia menambahkan, selain kondisi tidak ada rangsangan (keadaan dibius), anak sekecil itu bila dilakukan dengan cara pemaksaan, dapat menimbulkan trauma pada alat kelamin yang berakibat pada pendarahan (syok), hingga menyebabkan kematian.

“Sedangkan bila  dengan modus menggunakan jari pasti akan terasa nyeri dan sakit saat korban berkemih,” tambahnya.

Minarti merasa kaget, saat mengetahui bahwa kisah itu diceritakan oleh seorang anak berumur 4 tahun, yang notabenenya anak seusia itu harusnya masih memikirkan bermain bersama teman.

Sementara itu, Dosen Ahli Kesehatan, Siti Aisyah Ansi, S.ST, Bdn, M.Kes menyampaikan bahwa berdasarkan penelitian rata-rata kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, dilakukan oleh orang terdekat. Tentunya dengan modus dan motif yang berbeda.

Salah satu faktor pendukung terjadinya, lanjut Siti Aisyah, adalah adanya kepercayaan terhadap orang terdekat disekitar korban.

Untuk itu, Siti Aisyah menyarankan agar kedua korban harus mendapatkan bimbingan berupa Therapi psikologi dengan penanganan yang berbeda agar menyembuhkan trauma yang dialami.

“Upaya pengendalian serta pencegahan harus dilakukan sedini mungkin oleh setiap orang tua yang memiliki buah hati,” tegasnya.

Terima kasih

error: Jangan copy kerjamu bos