TEGAS.CO,. SULAWESI TENGGARA – Pemilihan serentak 2024 tidak terasa tinggal menyisahkan waktu kurang lebih satu tahun lagi. Setelah memilih Presiden, DPR, DPRD, dan DPD di Februari nanti, sisa menghitung bulan masyarakat akan kembali meramaikan Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk memilih Gubernur, Bupati dan Walikota.
Tidak terkecuali di Sulawesi Tenggara, perang baliho bahkan sudah terjadi sejak jauh-jauh hari di 17 kabupaten/kota di Sultra. Tidak ada satupun sudut yang tidak dihiasi dengan wajah-wajah dan tagline terbaik para calon yang berniat mengisi ruang-ruang politik, baik eksekutif maupun legislatif.
Kendati sebagian orang berpendapat, pemasangan baliho masih belum efektif dalam pemenangan pemilu. Namun sulit dipungkiri, walaupun kita berada di era digital, ternyata media konvensional masih menjadi alternatif dalam penyampaian informasi. Sehingga baliho tetap menjadi primadona dalam proses perkenalan dan penyampai pesan politik.
Khusus Pemilihan Gubernur Sultra, masyarakat telah terkepung dengan keberadaan baliho para bakal calon, rakyat tidak hanya disuguhkan dengan pose-pose terbaik para calon, namun juga dibumbui dengan berbagai kata-kata atau tagline.
Pose dan tagline dalam baliho merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan, tagline sebisa dan semenarik mungkin dibuat dengan harapan mendapat simpati dan dapat lekang dalam ingatan masyarakat.
Untuk di Sultra, bursa calon gubernur sudah dengan matang menentukan branding politik yang dipakai untuk mendapatkan citra yang baik di masyarakat, setidaknya penulis telah merangkum berbagai tagline atau “slogan politik” yang bertebaran di berbagai tempat di Sultra.
Slogan itu antara lain, menuju Sultra gemilang, menuju Sultra emas, Sultra harus sejahtera, menata masa depan Sultra, Sultra memanggil dan beberapa slogan-slogan lainnya.
Slogan-slogan itulah, yang paling tidak sering kita jumpai terpampang jelas dalam baliho para bakal calon Gubernur Sultra. Namun dari semua slogan dalam baliho itu, ada satu yang menarik untuk diperbincangkan, yakni baliho dari Bupati Konawe Utara, Ruksamin, yang sudah lebih awal mendeklarasikan diri untuk maju pada pemilihan Gubernur Sultra 2024 mendatang.
Ruksamin sepertinya memahami betul bagaimana untuk lebih banyak mendapat simpati publik, disaat calon lain membumbui balihonya dengan kiasan-kiasan yang bersifat umum, Ruksamin membuatnya menjadi lebih khusus. Disaat calon lain masih berbicara Sultra, Ruksamin sudah berbicara dunia.
Disaat calon lain mewacanakan Sultra sejahtera, maju, dan berkembang dalam balihonya. Ruksamin datang dengan tagline “Menjadikan Sultra Sebagai Pusat Energi Dunia” Ruksamin mencoba masuk lebih spesifik, seakan membuat kesan tidak dengan kata-kata tapi dengan gagasan dan programnya untuk Sultra.
Ruksamin mengetahui dengan datail bahwa Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah ruah di Sultra, adalah salah satu jalan keluar untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan potensi membawa Sultra di mata dunia.
Tentu akan ada anggapan, slogan dari Ruksamin ini bagi sebagian orang sulit untuk dimengerti, terlebih pada masyarakat yang terbilang berpendidikan rendah. Tapi seperti itulah realitanya, bahwa masyarakat sekarang ini cenderung sudah tidak simpati lagi dengan slogan, yang dari pilkada ke pilkada selalu membawa frasa maju, sejahtera, dan berkembang.
Masyarakat semakin cerdas bahwa yang dibutuhkan adalah program. Sehingga Ruksamin memasukkan program dalam balihonya.
Tidak sampai disitu, sepertinya strategi Ruksamin untuk menarik simpati publik agar mendukungnya nampaknya juga berhasil, dengan memasukkan misi ekonomi kerakyatan dalam balihonya yang bertuliskan “500 juta per desa/kelurahan”. Strategi ini juga yang menurut penulis cukup efektif, sebab kalimat ini lebih dekat dengan kebutuhan publik saat ini.
Selain itu, Ruksamin juga coba menunjukkan kepeduliannya tentang pendidikan, dan menambah nilai plus dalam balihonya dengan mencanangkan pendidikan gratis, yang tentunya upaya ini juga sukses, karena ada harapan bagi keluarga yang tidak mampu, untuk melihat anaknya tetap melanjutkan pendidikan dengan program yang dicanangkan Ruksamin.
Dari baliho Ruksamin yang sudah bahas diatas, dalam hemat penulis, sampai sejauh ini keberadaan baliho Ruksamin cukup efektif dalam fungsinya sebagai media untuk melakukan komunikasi tidak langsung kepada masyarakat Sultra.
Pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima. Tentu kita akan beranggapan baliho bukan ukuran kemenangan seorang figur, tapi setidaknya keberadaan baliho sedikit banyak berpengaruh terhadap pilihan politik masyarakat, dan Ruksamin nampaknya lebih unggul soal itu.
Tidak hanya menarik membahas baliho Ruksamin, nampaknya di pemilihan 2024 juga akan ada potensi mandat rakyat yang dipermainkan. Akan banyak niat yang tidak jelas muaranya. Hal ini dapat kita lihat, dari tidak jelasnya para figur menentukan sikap apakah akan maju sebagai legislatif atau eksekutif.
Kendati pemilihan tidak dilakukan secara bersamaan, dan tidak ada larangan setelah maju Pilcaleg kemudian ikut bertarung pada Pilkada, hal inilah yang justru merusak tatanan berdemokrasi. Inilah yang banyak dilakukan oleh para bakal calon Gubernur Sultra, yang bahkan dengan jelas dalam setiap kesempatan mengatakan awali dengan pemenangan DPR-RI.
Hampir semua yang diprediksi akan maju pada Pemilihan Gubernur Sultra 2024 ikut pula dalam pemilihan DPR-RI, tentu akan ada potensi jika terpilih untuk duduk di parlemen, akan ikut lagi meramaikan Pilgub Sultra. Inilah yang kemudian penulis anggap mempermainkan kepercayaan rakyat.
Masyarakat tentunya memiliki kepercayaan tersendiri kenapa harus memilih orang tertentu sebagai wakilnya di parlemen, dan punya alasan yang lain kenapa harus memilih orang yang berbeda untuk duduk di eksekutif.
Dari semua yang santer disebut-sebut akan maju pada Pilgub Sultra, nampaknya tersisa Ruksamin yang benar-benar membidik kursi gubernur tanpa mencalonkan di legislatif lebih dulu. Tentu upaya Ruksamin ini semakin mempertegas niat dan mengukuhkan keseriusan bahwa yang dibidik adalah kursi Gubernur Sultra semata.
Keputusan Ruksamin dengan tidak mencalonkan diri di DPR-RI, tentunya mendapat tempat tersendiri dihadapan publik, yang merasa suara mereka akan dipermainkan pada pesta demokrasi 2024 kedepan, dan keadaan demikian secara politik tentunya lebih menguntungkan Ruksamin.
Penulis: Ahmad Sadikin, S.Ip (Alumni Prodi Ilmu Politik UHO)
Editor: Redaksi
Komentar