Ratusan Masyarakat Desa Tandaoleo dan Lafeu Desak PT Hengjaya Mineralindo Bayarkan Ganti Rugi Tanam Tumbuh

Ratusan masyarakat demonstrasi minta PT Hengjaya Mineralindo bayar ganti rugi lahan tanam tumbuh

TEGAS.CO,. SULAWESI TENGAH – Ratusan masyarakat di desa, yaitu Tandaoleo dan Lafeu Kecamatan Bungku Pesisir, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng) menggelar aksi meminta menghentikan segala bentuk aktivitas pertambangan PT Hengjaya Mineralindo.

143 pemilik laham meminta penghentian aktivitas pertambangan sebelum pihak perusahaan membayarkan tali asih dan ganti rugi tanam tumbuh milik masyarakat.

Ketua Forum Pemerhati Tambang Sulteng, Siddiq Muharam menyampaikan bahwa demonstrasi tersebut merupakan bentuk kekecawaan masyarakat selama ini.

“Kurang lebih 5 tahun kami melakukan segala upaya mediasi, baik di tingkat pemerintah desa, kecamatan maupun tingkat pemerintah kabupaten,” kata Siddiq Muharam melalui siran persnya yang diterima media ini.

Siddiq bilang, PT Hengjaya Mineralindo selalu mengabaikan keputusan pemerintah di Morowali, terkait dengan status lahan tanam tumbuh masyarakat di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan tersebut.

Selain itu, lanjut Siddiq, upaya mediasi selama kurang lebih 4 tahun ini sudah melahirkan beberapa rekomendasi tertulis salah satunya hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD Morowali agar PT Hengjaya Mineralindo segera membayarkan tali asi dan ganti rugi tanaman tumbu milik masyarakat.

Sementara itu salah satu pemilik lahan, Ros mengatakan sehari-harinya mereka mengolah lahan tersebut untuk keberlangsungan hidup.

“Kami ini rakyat kecil sehari-hari sebagai petani, kami mengelola tanah negara untuk hidup pak, bukan cari keuntungan, kami hidup dari hasil kebun, suami kami sudah tua tidak bisa diterimah lagi kerja di perusahaan,” kata Ros dalam orasinya

“Kami selama ini hidup dari hasi kebun, kebun kami di palang saat pergi panen, sudah 4 tahun kami tidak bisa nikmati hasil kebun kami, bahkan tanaman kami di rusak dan ditebang oleh perusahaan,” sambungnya mengatakan.

Ros menekankan bahwa masuknya perusahaan selama ini bukan menambah perekonomian masyarakat lingkar tambang, justru merusak tatanan kehidupan sehari-hari sebagai petani.

“Saat ini sudah masuk musim jambu mente, harusnya kami sudah bisa menikmati hasil kebun kami, tapi kenyataan kami masuk dalam areal kebun kami di usir pihak keamanan perusahaan. Bahkan mereka melihat kami sebagai pencuri, di kebun kami sendiri,” ujarnya.

Publisher: Redaksi

Komentar