TEGAS.CO., KENDARI – Pemerintah Kota (Pemkot) akan menertibkan lapak-lapak usaha yang berdiri di area kawasan eks MTQ. Namun rencana Pemkot mendapat penolakan dari para pemilik lapak karena mengancam usaha mata pencaharian mereka.
Seperti diketahui area kawasan eks MTQ adalah milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra). Sedangkan pihak Pemkot beralasan penertiban karena area tersebut masuk ruang terbuka hijau atau RTH yang tidak membolehkan ada aktifitas jual beli.
Menanggapi polemik Pemkot dan para pemilik lapak, Kepala Dinas (Kadis) Cipta Karya, Bina Konstruksi dan Tata Ruang Martin Efendi Patulak menjelaskan bahwa kawasan eks MTQ memang dikelola Pemprov. Dia juga membenarkan awalnya memang didesain sebagai ruang terbuka hijau.
“Kewenangan untuk mengelola kawasan itu ada di pihak pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Tenggara. Memang kawasan eks MTQ didesain untuk ruang terbuka hijau dalam arti bahwa itu memang menjadi semacam alun-alun dari Kota Kendari yang dibangun oleh Provinsi,” ujarnya saat menghadiri rapat dengar pendapat di DPRD Sultra membahas polemik UMKM di kawasan eks MTQ, Selasa (23/4/2024).
Efendi mengungkapkan, area kawasan eks MTQ merupakan aset Pemprov maka bagi masyarakat atau siapapun yang ingin melakukan kegiatan harus meminta izin kepada Pemerintah Provinsi.
“Itu memang full milik Pemerintah Provinsi sehingga memang apapun kegiatan di dalam situ seharusnya meminta izin kepada Pemerintah Provinsi yang kebetulan pengelolaannya di bawah kewenangan Dinas Cipta Karya. Semua kegiatan yang berada di dalam wilayah MTQ itu seharusnya meminta izin ke kita termasuk ibu-ibu pemilik lapak ini,” ujarnya.
Dia mengatakan, ketika ada riak-riak terkait rencana penertiban oleh Pemkot, dia dipanggil Penjabat (Pj) Gubernur Sultra menanyakan apakah ada izin dari orang-orang yang membangun lapak di situ.
“Tentu kami jawab tidak ada. Karena memang bapak ibu sekalian tidak mengajukan izin ke kami untuk menempati wilayah ruang yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi,” katanya.
Bahkan ketika dirinya ditemui Pj Wali Kota Kendari untuk menanyakan apakah ada izinnya para pedagang maupun pemilik lapak melakukan aktifitas ekonomi di area kawasan eks MTQ. Efendi menjawab tidak ada izinnya.
“Kami bilang sampai sekarang sepertinya tidak ada izinnya untuk itu karena perlu kita ketahui bersama bahwa Pemerintah Kota memang mempunyai hak untuk menertibkan bangunan sehingga makanya izin-izin bangunan itu dimanapun letaknya harus lewat Pemerintah Kabupaten/Kota dalam hal ini Pemerintah Kota Kendari,” jelasnya.
Sebenarnya kata Efendi, pihak Dinas Cipta Karya rindu area kawasan MTQ ini ditata dengan bagus, dia berkali kali dengan DPRD Sultra sudah membuat perencanaan itu menata kawasan-kawasan di semua bagian MTQ untuk menjadi bagus. Karena kalau tidak tata, ada peruntukkan yang seharusnya malah dipakai bukan yang tujuan awalnya dibangun.
“Karena terus terang yang bapak dan ibu tempati itu adalah pedestrian atau tempat pejalan kaki dan juga sebagian adalah area parkir, nah ini kemungkinan yang akan jadi diskusi kita keberlanjutan kita untuk bagaimana menata supaya ini menjadi lebih tertib dan indah,” ujarnya.
Mantan Kepala Dinas Sosial Provinsi Sultra ini menambahkan sebenarnya Pemprov sudah punya peraturan daerah atau Perda baru tentang retribusi yang seharusnya ditandatangani. Di mana sudah diatur semua dalam pungutan retribusi itu sehingga penataannya harus ditertibkan.
“Saya tidak bisa mengomentari rencana Pemerintah Kota tetapi memang sampai saat ini MTQ wilayahnya Pemerintah Provinsi. Pemkot hanya bisa menertibkan bangunannya bukan mereka bisa mengambil alih begitu saja wilayah MTQ itu dan di luarnya,” tuturnya.
Jika memang Pemkot berencana ingin mengelola kawasan eks MTQ, Efendy menyarankan terlebih dahulu dibuatkan nota kesepakatan atau MoU. Makanya bunyinya MoU itu adalah nanti dibuat MoU kalau memang Pemkot mengelola maka di luar wilayah pagar area kawasan eks MTQ.
“Tetapi keseluruhan MTQ yang ada pedestriannya itu masih milik Pemerintah Provinsi. Satu hal yang kami sampaikan, kemarin kami mendapatkan teguran dari PLN. Kami dituduh memberikan listrik ilegal ke PKL tapi ini kita klarifikasi dulu apakah betul ada yang diambil di gedung kami listriknya. Ini tolong bapak ibu sekalian yang pakai listrik klarifikasi juga karena kami Dinas Cipta karya dianggap memberikan listrik tanpa sepengetahuan PLN karena itu juga melanggar hukum yang jelas tidak boleh kita menyambung sendiri tanpa persetujuan PLN,” pungkasnya.
REDAKSI
Komentar