Meningkatkan Efektivitas Program Rehabilitasi Sosial di Lapas Narkotika Tanjungpinang: Analisis SWOT dan Stakeholder

Meningkatkan Efektivitas Program Rehabilitasi Sosial di Lapas Narkotika Tanjungpinang: Analisis SWOT dan Stakeholder
Alfizy Dinosya Althaf

TEGAS.CO,. INDONESIA – Pembukaan program rehabilitasi sosial oleh Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kepulauan Riau, Dannie Firmansyah laksanakan di Lapas Narkotika Tanjungpinang yang juga disejalankan dengan penanda tanganan perjanjian kerja sama.

Keberhasilan program semacam itu tidak semata-mata tergantung pada strategi internal, melainkan juga pada dukungan dan keterlibatan dari berbagai pihak terlibat.

Iklan Pemkot Baubau

Dalam konteks ini, analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) muncul sebagai alat yang efektif untuk mengevaluasi efektivitas program rehabilitasi narkoba. Dalam artikel ini, kita akan mengarahkan fokus pada program rehabilitasi yang baru-baru ini diluncurkan dan berjalan selama enam bulan yang terhitung mulai dari 16 Mei sampai dengan 16 November 2024 di Lapas Narkotika Kelas IIA Tanjungpinang, dengan kolaborasi antara beberapa pihak yaitu Polres Bintan, Badan Narkotika Kelas IIA Tanjungpinang, RSUD Bintan, dan Puskesmas Kawal.

Program rehabilitasi sosial tersebut memiliki beberapa kekuatan yang menjadi fondasi penting untuk kesuksesannya. Kolaborasi yang kuat antara berbagai pihak menandakan komitmen tinggi dalam mengatasi masalah narkoba secara bersama-sama.

Selain itu, keterlibatan lembaga kesehatan seperti RSUD Bintan dan Puskesmas Kawal memberikan akses yang lebih baik terhadap layanan kesehatan bagi narapidana, yang merupakan faktor penting dalam proses rehabilitasi. Para pemangku kepentingan yang terlibat juga memiliki pemahaman yang mendalam tentang kompleksitas masalah narkoba, memberikan dasar yang kuat untuk pendekatan rehabilitasi yang holistik.

Namun, program ini juga menghadapi beberapa tantangan. Keterbatasan sumber daya, baik dalam hal keuangan maupun tenaga, dapat menjadi hambatan dalam pelaksanaan yang optimal. Selain itu, ketidak aktifan beberapa pemangku kepentingan dalam pelaksanaan program dapat menghambat sinergi dan kolaborasi yang diperlukan.

Meskipun demikian, terdapat peluang yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan keberhasilan program ini. Dukungan dari masyarakat dapat diperoleh dengan meningkatkan transparansi dan keterlibatan mereka dalam proses rehabilitasi. Selain itu, berdasarkan evaluasi selama enam bulan pertama, ada ruang untuk pengembangan dan penyempurnaan program guna meningkatkan efektivitasnya di masa mendatang.
Namun, ada juga ancaman yang perlu diwaspadai. Stigma terhadap mantan pengguna narkoba dan perubahan kebijakan atau prioritas pemerintah bisa menjadi hambatan serius dalam proses reintegrasi sosial narapidana.

Secara keseluruhan, program rehabilitasi sosial yang melibatkan kerjasama antara berbagai lembaga memiliki potensi besar untuk membantu narapidana kembali ke masyarakat sebagai individu yang lebih baik.

Namun, untuk mencapai kesuksesan optimal, pemahaman mendalam tentang kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dihadapi sangat penting, serta diperlukan kolaborasi yang kuat antara semua pemangku kepentingan terlibat. Dengan terus melakukan evaluasi dan penyesuaian, efektivitas program ini dapat ditingkatkan, dan dampak negatif dari penyalahgunaan narkoba dalam masyarakat dapat dikurangi.

 

Oleh : Alfizy Dinosya Althaf

Publisher : Redaksi

Komentar