Aksara Hangeul Bahasa Cia-cia jadi Identitas Warga Sorawolio Kota Baubau

Aksara Hangeul Bahasa Cia-cia jadi Identitas Warga Sorawolio Kota Baubau

TEGAS.CO, BAUBAU – Aksara Hangeul dari Korea digunakan dalam penulisan bahasa etnis Cia-cia di Kota Baubau, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara.

Pengadopsian aksara Hangeul oleh suku Cia-cia menggambarkan ‘keinginan kuat untuk melestarikan bahasa mereka’ yang tak memiliki aksara namun menjadi bahasa yang digunakan dalam keseharian masyarakat.

Kecamatan Sorawolio, secara geografis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa di antara 05°19′ – 05°33′ Lintang Selatan dan di antara 122°39′ – 122°47′ Bujur Timur dan mempunyai wilayah seluas 83,25 km² atau 37,67% dari total luas Kota Baubau.

Berada di wilayah perbatasan Kabupaten Buton Selatan dan Buton dengan empat kelurahan yang dua diantaranya menggunakan aksara Hangeul bahasa Cia-cia.

Penggunaan tulisan Hangeul oleh suku Cia Cia diresmikan pada 2009, dan di 2013, aksara tersebut dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah dasar.

Suku Cia-cia Laporo tingkatan SD hingga SMA sampai saat ini dapat menulis huruf aksara Hangeul bahasa Cia-cia.

Beberapa nama jalan hingga terminal pasar karya baru terlihat menggunakan aksara Hangeul bahasa Cia-cia yang dimengerti masyarakat setempat sebagai identitas mereka di keseharian.

Mochamad Rasyid sebagai guru aksara Hangeul bahasa Cia-cia mengatakan, awalnya dari simposium bahasa sehingga Wali Kota Baubau, pada Agustus 2009 memutuskan kebijakan mengadaptasi aksara Korea (Hangeul) menjadi aksara Cia-cia karena tidak mempunyai aksara sendiri.

“Untuk itu kami telah memiliki buku dan kamus aksara Hangeul yang telah kami ajarkan kepada anak-anak untuk memudahkan proses mempelajari ilmu aksara Hangeul,” katanya

Untuk bahasa Korea dan Cia-cia artinya tentu tidak sama namun dalam aksara Hangeul ada beberapa konsonan bahasa dan hurufnya yang mirip dengan pengucapan bahasa Cia-cia.

“Sementara untuk dialek bahasa Cia-cia itu sendiri terdiri dari lima yaitu Cia-cia Laporo, Cia-cia Burangasi, Cia-cia Wabula, Cia-cia Gunung Sejuk, dan Cia-cia Lapandewa namun yang menggunakan aksara Hangeul hanya Cia-cia Laporo,” jelasnya.

Untuk saat ini, ungkap Rasyid, kendala yang dihadapi adalah minimnya media ajar, karena buku dan kamus aksara Hangeul bahasa Cia-cia ini dicetak dengan edisi terbatas.

Sementara untuk siswa sendiri, bahasa yang mereka gunakan jadi lebih mudah untuk dimengerti dan dipahami.

“Untuk memudahkan proses pembelajaran para siswa terlebih dahulu diberikan pengenalan huruf baik huruf vokal maupun konsonan aksara Hangeul,” ujarnya

Sementara Tetua Adat La Beso menambahkan, aksara Hangeul Bahasa Cia-cia sangat antuasias diterima masyarakat Karya Baru dan Kelurahan Bugi khususnya anak-anak untuk menjadi aksara bahasa Cia-cia.

Kendati demikian, keaslian dan bahasa Cia-cia tetap pada identitasnya sebagai bahasa leluhur yang digunakan, baik di keseharian maupun saat kegiatan adat berlangsung.

“Semua itu pemberian leluhur untuk menjamin ketentraman dan kenyamanan masyarakat Suku Cia-cia Laporo,” ujarnya.

Laporan: JSR

Editor: Yusrif

Komentar