Aktivis Sultra Sorot Rantai Pasok Industri Baterai ke Korea Selatan

Rantai Pasok Industri Baterai ke Korea Selatan Disorot
Salah satu lokasi tambang nikel di Konawe Utara, tahun 2022 Foto: arsip tegas.co

TEGAS.CO., SULAWESI TENGGARA – Penambangan nikel merupakan bagian penting dari rantai pasokan baterai kendaraan listrik, namun penambangan ini berkaitan dengan kerusakan lingkungan yang serius dan pelanggaran hak asasi manusia.

Dampak sosial dan lingkungan, termasuk hilangnya mata pencaharian, penggundulan hutan, serta polusi air dan udara, semakin meluas pada masyarakat yang terkena dampak.

Iklan Viki DPRD Sultra

Perubahan kebijakan dan perusahaan yang bertanggung jawab sangat penting untuk solusi jangka panjang dan komprehensif.

Organisasi masyarakat sipil Indonesia dan Korea telah menerbitkan laporan versi bahasa Indonesia “Ekstraksi Baterai”, yang menyoroti permasalahan lingkungan dan sosial pada hulu rantai pasok baterai kendaraan listrik (EV) dan aktivitas investasi perusahaan Korea di Indonesia.

Laporan tersebut berdasarkan pada investigasi lapangan yang dilakukan pada Juli 2024 di lokasi penambangan nikel di Desa Lameruru, Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Ketika pasar kendaraan listrik berkembang pesat sebagai solusi utama terhadap krisis iklim, permintaan baterai lithium-ion pun melonjak.

Litium, kobalt, dan nikel yang penting untuk produksi baterai ini diklasifikasikan sebagai “ Mineral transisi ” karena peran pentingnya dalam teknologi transisi energi.

Namun, di wilayah di mana mineral-mineral ini diekstraksi, terjadi kerusakan lingkungan yang serius dan indikasi pelanggaran hak asasi manusia.

Permintaan nikel, yang berperan penting dalam meningkatkan kepadatan energi dan umur baterai lithium-ion, diperkirakan akan meningkat 40 kali lipat pada tahun 2040. Indonesia yang menyumbang sekitar 50% produksi nikel dunia, telah menjadi pemasok utama.

Namun, proses penambangan dan pemurnian telah menghasilkan emisi karbon skala besar, deforestasi, perluasan pembangkit listrik tenaga batu bara, hilangnya keanekaragaman hayati, polusi air dan udara, serta perampasan tanah, hilangnya mata pencaharian tradisional, dan pelanggaran hak-hak perempuan dan anak-anak, serta hak atas air bagi komunitas lokal dan masyarakat adat.

Kisran Makati, Direktur PUSPAHAM, Rabu 12 Februari 2025 mengungkapkan keprihatinan yang mendalam, dengan menyatakan, “Masyarakat lokal kehilangan cara hidup tradisional mereka yang sudah lama ada karena penambangan nikel.

Dahulu, mereka menanam makanan mereka sendiri dan mencari ikan untuk mendapatkan makanan, namun sekarang mereka bergantung pada pedagang dari luar untuk mendapatkan kebutuhan pokok.

Hanya segelintir orang yang memperoleh penghasilan dari bekerja di pertambangan, dan ketika pertambangan ditutup, hutan mereka hancur dan lingkungannya tercemar. Represi secara fisik terhadap warga yang menolak tambang juga merupakan masalah serius.

Tak cuma Kisran, Kurniawan Sabar, Direktur INDIES menekankan, meskipun kendaraan listrik dipromosikan sebagai kendaraan ramah lingkungan, dibalik layar terdapat kerusakan lingkungan dan mengorbankan masyarakat. Apa yang kita perlukan untuk masa depan yang berkelanjutan bukanlah lebih banyak mobil, namun penggunaan sumber daya dan pelestarian lingkungan yang lebih adil. Di negara-negara seperti Indonesia, hal ini harus bersandar pada land reform sejati.

Sementara itu, upaya kebijakan untuk mencegah dan mengatasi masalah lingkungan dan sosial di hulu rantai pasokan kendaraan listrik masih belum memadai.

Negara-negara besar, termasuk Korea, masih terfokus pada melindungi dan mempromosikan kepentingan industri kendaraan listrik dalam negeri mereka, serta menyediakan akses subsidi dan pengerukan sumber daya mineral.

Shin-young Chung, Direktur Advocates for Public Interest Law (APIL), menyoroti pentingnya membuat aturan hukum mengenai uji tuntas hak asasi manusia dan lingkungan hidup dan menyatakan, “Penting untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah hak asasi manusia dan lingkungan dalam rantai pasokan perusahaan untuk menanggapi masalah yang terkait dengan produksi mineral transisi.

Partisipasi para pemangku kepentingan harus dijamin, dan landasan hukum untuk komunikasi dan respon yang tepat harus ditetapkan melalui undang-undang uji tuntas hak asasi manusia dan lingkungan hidup.

Investasi perusahaan Korea di industri nikel Indonesia terus meningkat, dengan cakupan investasi dari pertambangan hingga manufaktur baterai dan kendaraan listrik.

Pada kuartal kedua tahun 2024 saja, perusahaan Korea melakukan investasi sekitar USD 1,3 miliar di Indonesia, mengalami peningkatan sebesar 1.200% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Perusahaan-perusahaan besar terus mengumumkan rencana investasi baru di fasilitas penambangan dan pemurnian (smelter).

Hyelyn Kim, Ketua Climate Ocean Research Institute (CORI), menekankan, Perusahaan-perusahaan Korea harus menyadari tantangan-tantangan ini dan memastikan operasi mereka meminimalisir dampak lingkungan dan sosial terhadap masyarakat lokal.

Pemerintah Korea harus memberikan lebih dari sekadar dukungan terhadap pengembangan sumber daya di luar negeri, namun juga melakukan pembangunan mekanisme yang kuat untuk mengidentifikasi dan menangani perusahaan yang terlibat dengan pelanggaran hak asasi manusia dan lingkungan hidup.

Organisasi-organisasi tersebut menyimpulkan dengan menyatakan komitmen mereka untuk terus menyelidiki dampak destruktif terhadap lingkungan dan sosial penambangan nikel di Indonesia atas nama transisi energi, dan untuk mengadvokasi perubahan dalam praktik perusahaan dan pemerintah melalui kegiatan solidaritas internasional.

Mengungkap Kisah ‘EV Boom’ yang tak terungkap dan Seruan untuk Aksi Iklim yang Inklusif dan Bertanggung Jawab

Organisasi masyarakat sipil dari Indonesia dan Korea Selatan, mengungkapkan keprihatinan yang semakin besar terhadap dampak terhadap hak asasi manusia dan lingkungan yang diakibatkan oleh produksi nikel.

Nikel yang merupakan komponen penting dalam rantai pasokan baterai kendaraan listrik, sebagian besar ditambang di Indonesia. Pada tahun 2023, Indonesia menyumbang hampir setengah produksi nikel global, dengan sebagian besar penambangan terkonsentrasi di Sulawesi Tenggara.

Selama berabad-abad, masyarakat lokal di wilayah ini hidup secara berkelanjutan melalui penangkapan ikan dan pertanian. Namun, pesatnya perluasan penambangan nikel telah merusak cara hidup tradisional mereka, sehingga menyebabkan degradasi lingkungan dan kesulitan ekonomi.

Di wilayah pertambangan, deforestasi dan polusi semakin meningkat sehingga mengancam penghidupan masyarakat setempat. Limbah dari proses penambangan dan peleburan telah sangat mencemari perairan pesisir, menghancurkan ekosistem laut dan merampas sumber pendapatan utama masyarakat nelayan.

Banyak diantara mereka yang tidak punya pilihan selain bergantung pada kompensasi dari perusahaan pertambangan yang seringkali terbukti tidak mencukup menyebabkan mereka terjebak dalam lingkaran kemiskinan.

Penambangan nikel juga memperburuk risiko bencana alam. Di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, deforestasi membuat wilayah tersebut semakin rentan terhadap banjir. Banjir tahunan menyebabkan kerusakan yang signifikan terhadap masyarakat, memperburuk kondisi kehidupan mereka dan semakin menunjukkan konsekuensi buruk jangka panjang dari pengambilan sumber daya yang tidak diregulasi.

Pemerintah Indonesia sedang menjalankan kebijakan untuk mendorong pengembangan hilirisasi industri nikel, yang bertujuan untuk meningkatkan pengolahan dalam negeri. Namun, emisi dari smelter dan pembangkit listrik tenaga batu bara telah menyebabkan polusi udara pada tingkat yang berbahaya, sehingga menimbulkan ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat.

Selain itu, perluasan operasi ini telah mengakibatkan perampasan tanah dan kekurangan air, yang dalam banyak kasus terjadi tanpa adanya Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan (PADIATAPA) atau FPIC dari masyarakat yang terkena dampak.

Sementara itu, perusahaan – perusahaan Korea Selatan meningkatkan investasi untuk mendapatkan bahan mentah untuk produksi baterai kendaraan listrik dan memperluas produksi baterai.

Meskipun pemerintah Korea Selatan telah memperkenalkan berbagai kebijakan untuk mendukung perusahaan pengembangan sumber daya di luar negeri, namun pemerintah belum mengambil tindakan untuk mengatasi masalah hak asasi manusia dan lingkungan yang terjadi dalam rantai pasokan mereka.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah Korea Selatan untuk secara aktif mendorong pemberlakuan Undang-Undang Uji Tuntas Lingkungan dan Hak Asasi Manusia Dalam Rantai Pasok’ untuk mencegah dan menangani permasalahan tersebut secara efektif.

Kami menuntut pemerintah dan korporasi Indonesia dan Korea Selatan mengambil tindakan berikut:

Mengadopsi kebijakan untuk memperkuat peran dari transportasi umum dan mengurangi jumlah kendaraan dengan mempromosikan pilihan transportasi alternatif untuk kepentingan publik

Menetapkan undang-undang di Korea Selatan untuk memastikan bahwa semua perusahaan dalam rantai pasokan baterai kendaraan listrik melakukan uji tuntas hak asasi manusia dan lingkungan hidup serta bertanggung jawab untuk mencegah dan mengatasi pelanggaran apa pun.

Menerapkan moratorium penerbitan izin pertambangan, khususnya ekstraksi nikel di Indonesia yang diikuti dengan tinjauan dan evaluasi mendesak terhadap kebijakan dan rencana nasional pertambangan nikel dan pengembangan “hilirisasi” industri.

Memastikan terlaksananya kebijakan reklamasi pascatambang dan pemulihan lingkungan hidup yang terkena dampak industri pertambangan dan smelter nikel di Indonesia.

Menuntut Pemerintah Indonesia untuk mewujudkan penegakan hukum secara tegas dalam mengatasi praktik pertambangan ilegal dan buruk, memastikan akuntabilitas terhadap aktivitas deforestasi, degradasi lingkungan, pelanggaran hak asasi manusia dan pemulihan bagi masyarakat yang terkena dampak, kaum tani, nelayan, perempuan dan masyarakat adat.

Kami menyadari bahwa penggunaan kendaraan listrik saja tidak akan mampu menjamin masa depan yang berkelanjutan.

Untuk mengatasi akar penyebab krisis iklim, kita perlu menyadari dampak yang lebih luas dari ekstraksi sumber daya terhadap komunitas dan ekosistem yang rentan.

Penambangan nikel, yang mengganggu kehidupan masyarakat dan berkontribusi signifikan terhadap iklim dan lingkungan, memperlihatkan adanya kebutuhan mendesak akan pendekatan yang lebih bertanggung jawab dan inklusif.

Negara-negara yang berkomitmen untuk memerangi krisis iklim harus memastikan bahwa standar hak asasi manusia dan lingkungan hidup ditegakkan di seluruh rantai pasokan mereka.

Solusi iklim yang sejati memprioritaskan rakyat dan bumi, memastikan akuntabilitas dan resiliensi jangka panjang.

PUBLISHER: MAS’UD

Komentar