Proyek Kereta Cepat Diprediksi Bikin Utang Makin Melesat

Ilustrasi

TEGAS.CO,. NUSANTARA – Kereta cepat tentunya menjadi moda transportasi yang diimpikan masyarakat Indonesia. Mobilisasi masyarakat yang kian hari kian ramai tentu saja membutuhkan alat transportasi baru untuk mengimbanginya. Dengan demikian, adanya proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) tentunya bisa menjadi jawaban kebutuhan masyarakat.

Perlu diketahui, proyek KCJB merupakn bagian dari program Belt and Road Initiative (BRI) atau pembangunan jalur sutra modern. Maka, proyek ini menjadi tolak ukur proyek tahap pertama yang dibangun atas kerjasama pemerintah Indonesia dan China. Proyek ini ditargetkan akan selesai pada tahun 2022 bahkan tersiar kabar bahwa pada November 2022, Presiden Jokowi akan ajak Xi Jinping untuk menjajal kereta cepat ini.

Iklan KPU Sultra

Komitmen untuk menyelesaikan proyek kereta cepat tepat waktu sudah diungkapkan oleh oleh Pemerintah Indonesia dan China pada pertemuan tingkat tinggi yang berlangsung pada Sabtu (5/6/2021). Dalam pertemuan tersebut, Pemerintah Indonesia diwakili oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, sementara pihak China diwakili oleh Menteri Luar Negeri China, Wang Yi. “Kedua belah pihak akan lebih menyelaraskan BRI dan visi Poros Maritim Global untuk memastikan penyelesaian Kereta Cepat Jakarta-Bandung sesuai jadwal,” ungkap Kemenlu China seperti dikutip dalam keterangan resminya, Selasa (8/6/2021). (money.kompas.com,8/6/2021)

Kekurangan Biaya Operasional

Diinisiasi pada akhir tahun 2015, kereta cepat Jakarta-Bandung ini akan memangkas waktu dua kota tersebut hingga hanya menjadi 40 menit dengan lintasan sepanjang 142,3 km menggunakan standar kecepatan kereta mencapai 350 km per jam. Waktu tersebut tentunya jauh lebih cepat dibandingkan dengan waktu tempuh kereta api reguler yang saat ini digunakan yakni membutuhkan 3 jam lebih.

Sebagai bagian dari program BRI, China mendukung penuh semua kebutuhan yang diperlukan pemerintah indonesia untuk menyelesaikan proyek kereta cepak ini. Pembentukan Koridor Ekonomi Komprehensif Regional dan mempercepat pembangunan platform kerja sama batu yang bernama Dua Negara, Taman Kembar (Two Countries,Twin Parks) juga akan dilaksanakan. China pun menegaskan bahwa mereka akan melakukan kerjasama investasi dan pembiayaan tingkat tinggi di Indonesia. “China akan melakukan kerjasama investasi dan pembiayaan tingkat tinggi dengan Indonesia melalui berbagai saluran,”ungkap Kemenlu China. (money.kompas.com,8/6/2021).

Karena itu, meskipun diprediksi bahwa di awal operasi proyek ini akan mengalami cost deficiency (kekurangan biaya), tampaknya skema untuk menutupi kekurangan ini sudah ditetapkan.

Kementerian BUMN mengkonfirmasi akan adanya kekurangan biaya di awal pengoperasian kereta. Namun untuk itu, Wakil Menteri BUMN,Kartika Wirjoatmodjo, menyebut pinjaman bisa diperoleh dari China Development Bank (CDB) dengan jaminan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. Untuk itu, PT KAI diusulkan mendapat jaminan dari pemerintah dengan pembentukan sinking fund.

Masalah yang akan dihadapi kelak tidak hanya seputar kekurangan biaya operasional, namun juga terdapat potensi terjadinya pembengkakan konstruksi (cost overrun). Tidak sedikit, pembengkakan diperkirakan mencapai nilai USS 1,4 miliar-USS 1,9 miliar. Karena itu, Pemerintah sedang bernegosiasi dengan China untuk menambal pembengkakan itu.

Bengkaknya pembiayaan disebabkan karena keterlambatan pembebasan lahan dan perencanaan yang terlalu optimis di awal. Prediksi kesiapan China untuk membiayai pembengkakan ini sekitar 75 persen disetujui oleh pemegang saham (PSBI dan Beijing Yawan) serta CDB untuk dicover melalui utang. “Pemenuhan biaya cost overrun akan dinegosiasikan dengan pihak China,” tandas Kartika, Wakil Menteri BUMN. (cnnindonesia.com,8/7/2021)

Jadi telah jelas bahwa skema utang luar negeri masih menjadi pilihan untuk membiayai proyek kereta cepat. Menanggapi hal ini, mantan Menpora Roy Suryo mengkritik keras. Bahkan proyek kereta cepat ini dipelesetkan menjadi Kecebong yang diartikan Kereta Cepat Bohong-Bohongan. Hal ini berkaitan dengan mindset penanganan pandemi yang lebih berorientasi pada ekonomi dibandingkan kesehatan. “Ironisnya pemerintah justru menambah hutang lagi ke China dan proyek-proyek Infrastruktur Tol yang selama ini jadi “jualan” harus dijual beneran. Tetapi calon IBN masih jalan terus? Sementara Nakes yang meninggal sudah 1000 lebih? Ambyar,” tulis Roy Suryo di akun Twitter-nya, Jumat, 9 Juli 2021. (portonews.com,10/7/2021)

Menegaskan Mindset Pembangunan

Cuitan twitter dari Roy Suryo mungkin saja mewakili suara hati rakyat kecil. Orientasi pembangunan di masa pandemi seharusnya memang berbeda dengan situasi normal. Pembiayaan sektor kesehatan seharusnya menduduki posisi teratas menyusul pembiayaan sektor infrastruktur dan sektor lainnya.

Memang benar, pembangunan infrastruktur sejatinya adalah bentuk ri’ayah (pengurusan) urusan umat oleh Pemerintah. Namun, tentu saja harus memperhatikan hal prioritas dan urgent serta memanfaatkan potensi dalam negeri. Kalau skema utang terus menerus menjadi pilihan dalam pembangunan, dikhawatirkan aset negara (PT. KAI, misalnya) beralih tangan menjadi milik negara lain. Sebab itu, mindset pembangunan di masa pandemi dan skema investasi yang dipilih pun harus betul-betul benar.

Investasi dalam Islam pada dasarnya tidak menjadi masalah. Karena pada hakikatnya, investasi adalah penanaman modal untuk membiayai sesuatu. Hanya saja, investasi tersebut terikat dengan beberapa hal. Pertama, tidak dalam bisnis yang haram. Karena Allah SWT melarang adanya kerjasama atau pembangunan dalam hal yang haram. Kedua, tidak terkait dengan pembiayaan pembangunan fasilitas publik. Kecuali jika itu diwakafkan. Karena dalam Islam, semua adalah bentuk riayah pemerintah yang wajib dilakukan sekaligus hak rakyat untuk memperolehnya.

Ketiga, tidak boleh berasal dari utang luar negeri. Sebab, utang luar negeri memberi potensi bagi negara lain untuk menguasai negara peminjam. Dan hal ini tidak dibolehkan dalam Islam (QS. An-Nisa: 141). Keempat, sesuai dengan ketentuan syariah. Lalu dari manakah pembiayaan pembangunan diambil?

Pada sektor transportasi misalnya, negara dapat mengambil pembiayaan dari baitul mal terutama pos hasil pengelolaan sumber daya alam yang merupakan harta milik umum. Karena penyediaan transportasi umum adalah kewajiban negara Jika masih kurang, pembiayaan tersebut dapat diambil dari sumber lain seperti kharaj, jizyah, fai’ dan lain-lain.

Pola pembangunan yang menggunakan utang luar negeri sebagai modal utama justru akan semakin memberatkan pemerintah. Selain itu, kekhawatiran bahwa negara penjamin mengambil banyak peran strategis dan aset strategis justru sangat membayangi.

Di masa pandemi saat ini, prioritas pembangunan perlu difokuskan pada sektor kesehatan publik. Bila dirasa mendesak, pembangunan sektor lain mungkin saja dilakukan tentunya tanpa embel-embel hutang dan bertujuan untuk sepenuhnya mensejahterakan rakyat.

Wallahu a’lam Bishawwab.

Penulis : Wulan Amalia Putri, SST
(Pegiat Opini Muslimah)

Editor : YUSRIF

Komentar