TEGAS.CO.,JEPARA – Dulu Desa Sengonbugel Mayong Jepara pada era tahun 80-90-an daerah tersebut sebagai daerah hijau dengan pemandangan dominan pohon jambu mete. Namun, kini benar-benar disulap menjadi kosmopolitan baru di Jepara yaitu menjadi kawasan industri.
Perusahaan-perusahaan asing telah berdiri dan beroperasi di Desa Sengonbugel. Sejak PT Sami-JF beroperasi kini berturut-turut bertambah berdiri perusahaan-perusahaan baru, seperti PT DCP, TBZ, Century, PT Formosa Bag Indonesia, dan yang terbaru pada tahap sosialisasi AMDAL oleh konsultan yaitu PT Jinlin. Dengan begitu terhitung lebih dari sepuluh perusahaan yang masuk ke Desa Sengonbugel. Pertanyaan yang mengemuka, bagaimana dengan dampak masif lingkungan yang akan dirasakan oleh warga di sekitar dukuh Bugel di waktu-waktu yang akan datang?
Selama ini sosialisasi yang telah dijalankan kepada masyarakat seakan menjadi formalitas dalam pemenuhan kebutuhan syarat administrasi dalam pendirian perusahaan, toh akhirnya melenggang begitu saja berdiri dan beroperasi, walaupun sudah ada masukan dan pertimbangan dari warga. Kenyataan di lapangan masukan dan pertimbangan-pertimbangan terkait dampak lingkungan tidak ditindaklanjuti sesuai dengan masukan warga.
Seperti sosialisasi PT Jinlin yang telah terlaksana tanggal 11 Oktober 2021 baru-baru saja pun menyisakan tanda tanya besar. Mengapa keterwakilan warga yang ikut serta dalam sosialisasi tidak merepresentasikan warga secara maksimal RT.4,5 dan 6 dukuh Bugel? Padahal masih ada sebagian warga yang tertinggal dan mereka berada di ring satu yang sangat terkena dampak langsung oleh perusahaan mulai pembangunan proyek sampai pada beroperasinya pabrik kelak.
Demikian juga selama ini keterwakilan warga dalam Komisi Penilai Amdal (KPA) dalam sidang Amdal yang diselenggarakan Dinas Lingkungan hidup, kajian dan pembahasan maupun hasilnya berkutat sebatas kepentingan Perusahaan bukan berkonsentrasi pada dampak lingkungan bagi masyarakat yang akan merasakan akibat yang ditimbulkan dengan adanya perusahaan.
Bolehlah kalau ini sebagai bagian dari tanda peningkatan ekonomi warga, dengan harga tanah yang melangit bergairahnya kegiatan ekonomi dan kos-kosan, tetapi apakah mereka tidak memikirkan akibat dari “eksploitasi lahan” yang akan terjadi dengan tanah di sekitar perusahaan 20 – 30 tahun yang akan datang, terkikisnya ruang hijau, menipisnya serapan air, semakin sempit dan padatnya usaha kos-kosan baik pemilik dari dalam maupun luar yang menjadikan penampakan semakin menghawatirkan.
Hal ini mengingatkan kepada kita semua, dengan keadaan kawasan industri kota-kota besar sebut saja seperti di Terboyo dan sekitarnya maupun kawasan industri lain di sekitar Kota Semarang. Bagaimana degradasi tanah dan lahan pekarangan di sekitar perusahaan. Tanah mereka dijauhi karena polusi, para penghuni meninggalkan dan pindah ke tempat yang jauh dari polusi.
Demikian juga dengan kualitas air bersih, saat ini baik-baik saja. Kita khawatir seiring dengan padatnya penghuni di dukuh Bugel tidak lama kemudian sisa pembuangan kotoran bersumber dari manusia sendiri maupun limbah sampah dapur yang akan mempengaruhi kualitas air bersih dan menjadi pemandangan yang kumuh di sekitar perusahaan termasuk di kampung.
Di saat puluhan ribu manusia berjubel memadati pusat kegiatan ekonomi pasti lambat laun akan berdampak pada lingkungan yang buruk di sekitar perusahaan tidak bisa dihindari.
Seharusnya menurut hemat kami, perusahaan-perusahaan asing yang berada di kawasan industri jauh dari pemukiman warga. Tetapi kenyataannya perusahaan-perusahaan tersebut berada sangat dekat dengan pemukiman warga. Padahal perusahaan-perusahaan yang ada di sekitar Sengonbugel secara regulasi tidak berada pada kawasan Industri milik PT Mangkubumi (MAS), yang justru ini menjadi problem seperti warga menjadi korban banjir, permasalahan kualitas air, dan udara yang menjadikan makin rendah kualitasnya terhadap kesehatan warga. Kedepan dari segi tanggung jawab moral akibat dari adanya pabrik, kira-kira siapakah yang akan bertanggung jawab atas dampak masif yang menghantui ini.
Inilah hantu bagi warga masyarakat, yang akan dirasakan oleh masyarakat pelan dan pasti. Bukan sekedar berpikir “enak” dari sisi ekonomis saja. Faktor ekonomis tidak akan berbanding lurus dengan akibat yang akan ditimbulkan dengan adanya pabrik. Karena kita akan terus dihantui dengan keadaan lingkungan tanah yang terdegradasi, udara yang tidak menyehatkan dan air yang jauh dari kejernihannya. Keadaannya akan diperparah dengan budaya masyarakat yang rusak secara moral karena adanya budaya baru dari luar yang datang terus menerus ke kampung.
Penulis: Akhmad Faozan (Ketua BPD Sengonbugel Mayong Jepara)
Editor: H5P
Komentar