TEGAS.CO,. NASIONAL – Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) sudah terlalu lama menjadi budaya yang hampir dianggap lumrah oleh masyarakat Indonesia. Jumlah kasus korupsi di Indonesia meningkat tiap tahunnya. Hal itu dapat diamati dari jumlah kasus korupsi di Indonesia pada 2021 yang melonjak dari tahun sebelumnya.
Hingga pertengahan tahun ini, terdapat 209 kasus dari yang sebelumnya berjumlah 169 kasus. Tindakan korupsi marak terjadi, baik di lingkungan pemerintah maupun di instansi pendidikan. Pasalnya, tingginya tingkat pendidikan seseorang tidak menjamin ketiadaan tindak korupsi pada lingkungan kerjanya.
Laode M. Syarif, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2015—2019 mengatakan bahwa hasil riset dari data KPK menunjukkan bahwa sekitar 86% pelaku korupsi Indonesia dari tahun 2004—2015 dilihat dari sudut pandang koruptor sebanyak 1.298 orang adalah lulusan perguruan tinggi. Bahkan, lulusan tersebut didominasi oleh orang-orang yang berlatar pendidikan Magister (S2).
Tingginya tingkat korupsi di Indonesia menunjukkan bahwa korupsi telah menyebar ke berbagai bidang kehidupan dan telah berlangsung lama. Tindak pidana korupsi tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi bagi bangsa dan perekonomiannya, tetapi juga mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat dan menghambat pembangunan bangsa. Korupsi pun tak jarang terjadi di lingkungan sekolah dan universitas.
Oleh karena itu, para pelajar turut menjadi bagian dari masyarakat yang harus ikut berperan dalam menuntaskan masalah korupsi. Penanaman nilai-nilai pendidikan karakter menjadi hal kecil yang mampu kita lakukan untuk mencegah korupsi.
Maka dari itu, kita bertanggung jawab untuk menanamkan sifat anti korupsi kepada generasi muda sedini mungkin. Jika tidak dimulai dari sekarang, masa depan bangsa akan selalu dipertanyakan karena korupsi dapat merusak pembangunan bangsa.
Praktik Korupsi di Sektor Pendidikan
Praktik KKN di Indonesia seakan lumrah terjadi di kalangan masyarakat dari berbagai macam latar belakang hingga lingkup yang berbeda, termasuk di lingkungan pendidikan. Belum lama ini, KPK menduga terdapat tindakan korupsi aliran uang dalam pengadaan tanah untuk pembangunan yang dilakukan oleh Kepala Sekolah SMKN 7 Tangerang Selatan. Selain itu, aliran dana BOS pun sering kali disalahgunakan oleh oknum-oknum yang berkepentingan di sekolah.
Salah satu contoh kasus ini adalah penyalahgunaan anggaran dana BOS selama 4 tahun sebesar 839 juta rupiah di SMPN 1 Reok, Nusa Tenggara Timur yang dilakukan oleh Kepala Sekolah dengan bendaharanya. Dua kasus korupsi terbaru tersebut menunjukkan bahwa tingginya strata pendidikan seseorang tidak dapat menjamin integritas yang dimilikinya.
Kaitan Teori Fraud Triangle dengan Tindakan Kejahatan Korupsi
Upaya pencegahan korupsi dapat kita lihat melalui teori Fraud Triangle. Dengan merefleksikan teori ini, korupsi dapat dicegah melalui pendeteksian kecurangan atau dugaan kejahatan yang dapat didukung melalui peran serta pemerintah dan masyarakat. Menurut Donald Cressey, terdapat tiga aspek penyebab terjadinya tindakan kejahatan korupsi yang dijelaskan sebagai berikut.
- Perceived Pressure/Motive: Adanya rasa tekanan atau godaan serta motivasi menjadi pemicu pertama para pelaku korupsi dalam melakukan tindakan tidak terpujinya.
- Perceived Opportunity: Pemicu kedua ialah persepsi pada pelaku atas timbulnya kesempatan dalam mewujudkan tindakan kecurangan. Aspek ini pada umumnya dapat dipicu karena kurangnya pengawasan dari pihak-pihak yang terlibat.
- Rasionalisasi: Para pelaku korupsi melakukan pembelaan diri sendiri melalui alasan yang netral dan rasional sehingga pelaku tersebut tidak memiliki perasaan bersalah.
Dari teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa tindakan kejahatan seperti korupsi dapat terjadi karena adanya tekanan, momen atau kesempatan yang dinilai tepat dalam melakukan kejahatannya, serta pembenaran atas tindakannya.
Upaya Preventif Korupsi di Lingkungan Masyarakat dengan Pemanfaatan Teknologi
Pepatah mengatakan bahwa mencegah selalu lebih baik daripada mengobati. Dalam rangka pencegahan itulah, pemerintah membuat berbagai aturan dan kebijakan. Salah satunya adalah menerbitkan Inpres Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
Peraturan tersebut merinci langkah-langkah pembasmian korupsi yang mencakup enam bidang strategi dan merujuk pada Prioritas Pembangunan Nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010—2014 dan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2011.
Yanuar Nugroho, Deputi II Kantor Staf Kepresidenan mengatakan bahwa pencegahan korupsi pada era modern ini perlu direalisasikan dengan cara yang canggih pula. Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sudah menjadi alat yang sangat berguna untuk memerangi korupsi.
Media sosial berbasis TIK telah menambahkan dimensi baru dalam perang melawan korupsi karena informasi dapat ditemukan di seluruh dunia dalam hitungan menit, seperti gambar atau video viral yang diambil oleh jurnalis.
Hal tersebut dapat digunakan sebagai bukti korupsi atau lainnya. Dengan beberapa cara, TIK berguna dalam memerangi korupsi, khususnya dalam meningkatkan partisipasi warga negara dalam upaya antikorupsi. TIK memungkinkan warga negara dan aktor masyarakat sipil untuk memanfaatkan data besar dengan cara yang dapat membantu dalam perubahan dan reformasi yang ditargetkan serta pemahaman tren dan pola yang relevan dengan penegakan antikorupsi.
Apabila masyarakat menemukan indikasi adanya tindakan korupsi di lingkungan sekolah, kini mereka dapat menyampaikan pengaduan atau keluhan melalui situs dan aplikasi Jaringan Pencegahan Korupsi (JAGA) yang dibuat oleh KPK.
Hadirnya JAGA merupakan bentuk implementasi e-government atas UU No. 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Situs dan aplikasi ini bertujuan agar masyarakat dapat mengetahui data terkait pelayanan publik, seperti pada sektor pendidikan.
Dengan demikian, jika ditemukan ketidaksesuaian dalam data yang disampaikan, masyarakat dapat segera melaporkannya.
Masyarakat pun diharapkan turut berperan dalam memanfaatkan media sosial mereka untuk membantu mengurangi adanya kejahatan korupsi. Pemanfaatan itu dapat dilakukan dengan membuat konten edukasi yang interaktif mengenai pencegahan dan kerugian dari tindakan korupsi. Konten dalam bentuk foto, video, dan artikel ini ditargetkan kepada masyarakat, khususnya para pelajar.
Dalam mengkritisi kejahatan korupsi, masyarakat juga dapat membuat artikel melalui blog atau mengirimkan artikel miliknya kepada portal berita. Tidak hanya konten tertentu, masyarakat pun dapat mengadakan kampanye secara online yang berkaitan dengan aksi protes untuk mengusut kasus korupsi.
Kampanye online telah diselenggarakan oleh Indonesian Corruption Watch (ICW) sejak 2016 pada platform Twitter dengan menggunakan beberapa tagar seperti #GuruAntiKorupsi. Masyarakat dapat membuat petisi atau kampanye secara online hanya dengan memulai suatu gerakan melalui tagar serta mengajak orang lain untuk turut mendukung petisi tersebut.
Berbagai media dapat digunakan untuk melakukan kampanye online, di antaranya laman change.org, Twitter, Instagram, YouTube, dan lain-lain.
Penulis: Jihan Nuramalina (Mahasiswa Universitas Indonesia)
Editor: Yusrif Aryansyah
Komentar