TEGAS.CO.,NUSANTARA – Proses substansi yang mendasar dalam perkara anak yang berhadapan dengan hukum menurut Undang-undang (UU) Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) No. 11 Tahun 2012 adalah Keadilan Restoratif dan Diversi.
Dua hal tersebut yakni Keadilan Restoratif dan Diversi inilah sebagai wujud untuk memberikan dan menjamin perlindungan khusus untuk kepentingan terbaik bagi anak yang berhadapan dengan hukum dengan harapan untuk mengantisipasi stigma yang tidak baik terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dengan penyelesaian proses hukumnya di luar sistem peradilan pidana.
Proses penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan, proses inilah yang dikenal dengan proses Keadilan Restoratif.
Sebagai bagian dari implementasi proses penyelesaian tersebut adalah berupa Diversi yaitu pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.(Pasal 1 ayat 7 UU SPPA).
Proses Diversi ini dapat dilakukan pada tiga tingkatan, pertama ditingkat penyidikan, kedua ditingkat penuntutan dan ketiga ditingkat pengadilan. Untuk dapat dilakukan proses Diversi tentunya harus memenuhi syarat yaitu (1). Diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan (2).
Bukan merupakan pengulangan tindak pidana (pasal 7 UU SPPA). Semakin rendah ancaman pidananya dan semakin muda umur anak, maka semakin tinggi prioritas Diversinya.
Diversi tidak dimaksudkan untuk dilaksanakan terhadap pelaku tindak pidana yang serius, misalnya pembunuhan, pemerkosaan, pengedar narkoba, dan terorisme, yang diancam pidana di atas 7 (tujuh) tahun. Bilamana memenuhi syarat proses Diversi tersebut dapat dilakukan musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif, yakni penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.
Hal-hal yang perlu menjadi perhatian dalam proses Diversi meliputi kepentingan korban, kesejahteraan, dan tanggungjawab anak, penghindaraan stigma negatif, penghindaran pembalasan, keharmonisan masyarakat dan kepatutan, kesusilaan dan ketertiban umum.
Hal terpenting berhasil tidaknya proses diversi tersebut tergantung pada korban. Proses Diversi dikatakan berhasil bilamana dalam hal ini mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga anak korban serta kesediaan anak dan keluarganya dalam memenuhi kesepakatan dalam musyawarah Diversi tersebut.
Tetapi bilamana perbuatan yang dilakukan anak merupakan tindak pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana ringan dengan ancaman penjara atau pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan, tindak pidana tanpa korban atau nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat, tidak diperlukan persetujuan dari korban (pasal 9 UU SPPA).
Setelah dilakukan musyarawarah dan adanya sebuah kesepakatan, maka hasil kesepakatan Diversi tersebut dapat berbentuk antara lain perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian, penyerahan kembali kepada orang tua/wali, keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 bulan atau pelayanan masyarakat. (pasal 11 UU SPPA).
Proses Diversi dikatakan tidak berhasil atau gagal bilamana dalam proses tersebut tidak menghasilkan kesepakatan atau kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan sehingga proses akan dilanjutkan ke tingkat peradilan pidana anak.
Penulis: Muslim Awaluddin
Editor: H5P
Komentar