Kenaikan Harga Menyebabkan Lonjakan Kemiskinan

Kenaikan Harga Menyebabkan Lonjakan Kemiskinan. foto istimewa

TEGAS.CO,. NUSANTARA – Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara memproyeksikan kenaikan harga pangan akan berlanjut hingga akhir Lebaran karena disrupsi rantai pasok dan naiknya biaya produksi seperti harga pupuk.

Kemudian kelompok 40 persen terbawah rentan yang akan paling merasakan dampaknya. Jumlah orang miskin akan naik sepanjang 2022. Jika komponen garis kemiskinan naik, apa lagi pangan paling dominan menyumbang 73 persen garis kemiskinan, yang jatuh miskin akan semakin banyak. (CNN Indonesia, 20/4/2022).

Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin mengamati dampak kenaikan harga pangan dan energi seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) dan LPG yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia.

Menurutnya, hal tersebut menjadi pukulan bagi daya beli mayoritas masyarakat dan berpotensi menaikkan angka kemiskinan.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan, kini masyarakat telah terpukul dengan sejumlah harga pangan yang masih bertahan di harga tinggi, mulai dari minyak goreng hingga cabai rawit merah.

Di sisi lain, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen dan kenaikan harga Pertamax, serta Solar non subsidi pun terjadi. Bahkan solar subsidi terjadi kelangkaan padahal BBM ini menjadi andalan transportasi logistik untuk mendistribusi pangan dari sentra produksi ke konsumen.

Menurut Data Badan Ketahanan Pangan (BKP) menunjukkan, banyak keluarga yang menghabiskan lebih dari 65 persen pengeluarannya untuk kebutuhan makanan pada 2021. Sedangkan pangsa rumah tangga dengan pengeluaran pangan yang dominan berbanding lurus dengan tingkat kemiskinan suatu kota atau kabupaten, walaupun ada faktor lain dan beberapa daerah yang berbeda.

Pada September 2021, tingkat kemiskinan nasional tercatat sebesar 9,71 persen, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Dengan kata lain, jumlah penduduk miskin bertambah 1,72 juta orang dibandingkan periode yang sama pada 2019.
Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memprediksikan tingkat kemiskinan Indonesia pada 2022 berpotensi melonjak menjadi 10,81 persen atau setara 29,3 juta penduduk.

Akibat Tata Kelola yang Salah

Menjadi luka perih atas naiknya harga kebutuhan pokok adalah sebuah kewajaran bagi Masyarakat. Pandemi yang belum usai juga menambah kekhawatiran rakyat akan susahnya bekerja atau mencari pekerjaan yang layak. Hingga kini siapa yang patut disalahkan, jika pemerintah sendiri saling lempar tanggung jawab?

Momen kenaikan harga di tengah kondisi ekonomi sulit akan berdampak menurunnya kesejahteraan masyarakat. Apalagi di masa pandemi yang belum berakhir menambah duka masyarakat atas susahnya hidup di Negeri Wakanda

Sudah menjadi tradisi naiknya harga kebutuhan pokok di mana mendekati momen hari besar seperti Natal, Tahun Baru hingga bulan suci Ramadhan. Jika hal itu terus berulang hingga menjadi tradisi membuktikan bahwa pemerintah kurang bijak mengelola kestabilan harga kebutuhan pokok demi kemaslahatan rakyat.

Kartel adalah sebab utama naiknya harga kebutuhan pokok lokal. Yakni memonopoli harga oleh para pengepul besar hingga bebas menjual harga atas keuntungan sendiri. Minimnya pengawasan yang hingga aturan yang kurang tegas dari pemerintah pada pengepul barang menjadikan permainan harga pasar.

Pemerintah latah dalam mengatasi alurnya distributor kebutuhan pokok yang mana membiarkan monopoli harga oleh para pengepul besar. Tak mau ikut campur atas pengelolaan pasar hingga takut memberikan sanksi tegas pada pelaku monopoli. Ditambah lagi aturan baru atas pajak yang dibebani pada kebutuhan pokok menjadi faktor atas ketidak stabilan harga kebutuhan pokok menjadi masalah tak pernah selesai.

Gagal panen atas tak stabilnya iklim seharusnya pemerintah bijak dalam mengatasi problem tahunan kenaikan harga. Bukan malah pasrah dan menyalahkan alam. Justru hal ini sebagai muhasabah dan mulai berubah mencari solusi bersama demi kemaslahatan para petani. Hingga berswasembada secara mandiri. Bukan sebaliknya membiarkan hal itu terjadi dengan impor di negara lain.

Disamping itu tentu saja kerja sama impor antar negara mempunyai syarat yang mungkin bisa menjebak negeri ini dan melemahkan kemandirian bangsa.

Ketidak bijaknya pemerintah atas pengelolahan harga kebutuhan pokok naik sampai menjadi tradisi tahunan membuktikan bahwa lepas tanggung jawab untuk memuliakan rakyat serta menomorduakan kemaslahatan rakyat. Tentu semua itu terjadi akibat fokusnya pemerintah memprioritaskan para kapitalis (pemilik modal). Atau pemerintah bagian dari itu yakni meraih keutungan dalam kesempitan.

Meningkatnya angka kemiskinan masyarakat itu disebabkan karena rantai tata kelola sistem ekonomi kapitalisme. Dalam sistem ini, menjadikan para pemilik modal bebas untuk memiliki semua sumber daya yang dibutuhkan masyarakat. Negara hanya sebagai regulator yang mengikuti kepentingan kapitalisme global. Semua hajat masyarakat sudah terkapitalisasi oleh pelaku yang yang tidak bertanggung jawab.

Mahalnya harga pangan dan mahalnya harga BBM sebenarnya bukan karena negeri ini miskin. Tetapi karena akar masalahnya terletak pada tata kelolanya yang sangat kapitalistik. Tentu yang diuntungkan bukan masyaraktnya tapi swasta/asing. Bagi para pemilik modal, masyarakat hanya dijadikan sebagai objek untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dan tidak mementingkan apakah cara yang dilakukannya benar atau salah.

Islam Solusi Kenaikan Harga

Tradisi tahunan kenaikan harga pangan secara berulang membuktikan bahwa sistem yang diterapkan tidak mampu membawa masyarakat pada taraf hidup yang sejahtera. Ketika zaman Nabi, saat harga barang-barang naik, para sahabat datang kepada Nabi SAW meminta agar harga-harga tersebut dipatok, supaya bisa terjangkau. Tetapi, permintaan tersebut ditolak oleh Nabi, seraya bersabda, “Allah-lah yang Dzat Maha Mencipta, Menggenggam, Melapangkan rezeki, Memberi Rezeki, dan Mematok harga.” (HR Ahmad dari Anas).

Dengan begitu, Nabi tidak mau mematok harga, justru dibiarkan mengikuti mekanisme supply and demand di pasar. Tentu saja hal itu bukan membiarkan, namun melakukan intervensi tanpa merusak persaingan pasar.

Selain itu, Jika sistem Sistem Islam diterapkan maka akan memprioritaskan kebutuhan negeri untuk rakyat ketimbang untuk keperluan ekspor. Sistem islam juga akan menghapus berbagai kebijakan yang menimbulkan mudarat bagi rakyat. Sebab dalam Islam, menimpakan mudarat kepada siapapun, apalagi terhadap rakyat, adalah kemungkaran.

Wallahu ‘Alam Bishawab

Penulis: Sartika (Komunitas Lingkar Pena Ideologis Maros)

Publisher: Yusrif Aryansyah

Komentar