TEGAS.CO., KENDARI – Bentrok antara massa buruh TKBM dan aparat di depan pelabuhan Bungkutoko 7 Nopember lalu sangat disayangkan.
Seharusnya hal itu tidak terjadi jika semua pihak dapat mentaati aturan yang sudah ada.
Bukan hanya soal aturan berunjuk rasa tapi aturan atau kebijakan yang menyebabkan masalah TKBM di Bunkutoko bermasalah dan membuat nasib buruh dan keluarganya terkatung-katung selama 3 tahun lebih.
Hal itu diungkapkan oleh Lukman Hakim, Ketua Umum Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI) Anggota Koperasi Tunas Bangsa Mandiri.
Lukman DKK merasa disingkirkan dan tidak bisa beroperasi (bekerja) di pelabuhan sejak 3 tahun lalu, padahal mereka sah dan menang di pengadilan.
Namun, yang terjadi pengerahan TKBM yang tidak sesuai aturan oleh Pelindo dan KSOP dengan alasan keadaan darurat.
Buruh yang dikerahkan tidak punya kualifikasi TKBM, yang dikerahkan melalui laut dan tidak terdaftar dalam koperasi.
Sedangkan koperasi yang dilibatkan adalah koperasi yang sudah kalah di pengadilan.
Selama tiga tahun mereka melakukan perjuangan sesuai aturan, hingga bolak-balik ke Jakarta menemui dan berunding dengan para pejabat terkait.
Kemudian dilanjutkan dengan proses di kendari melibatkan DPRD dan pejabat pemda Sultra. Namun rupanya tak kunjung bisa menyelesaikan masalah.
Menurut Lukman, seharusnya masalah ini bisa selesai dengan mudah jika semua pihak mematuhi dan mengikuti hasil bidding dan mediasi serta verifikasi TKBM yang sudah dilaksanakan beberapa tahun lalu.
Hasilnya jelas membuktikan bahwa koperasi Tunas Bangsa mandirilah yang lebh memenuhi syarat dibandingkan dengan Koperasi lain yang selama ini diakomodir oleh KSOP dan Pelindo.
Seharusnya koperasi tunas bangsa mandiri diberi kesempatan bekerja dan seiring dengan itu berproses membuka diri untuk para buruh TKBM dari luar untuk bekerja memalui koperasi Tunas bangsa Mandiri.
Lukman juga meyakini dan percaya bahwa pengurus Koperasi Tunas Bangsa Mandiri akan taat aturan jika ada kebijakan baru terkait pengelolaan pelabuhan.
Namun semua itu harus diawali dengan memberi kesempatan pada Tunas Bangsa Mandiri untuk kembali bekerja sesuai hasil bidding, mediasi dan verifikasi.
Lukman bilang, selama ini terjadi justru sebaliknya, kasus ini terkesan diulur-ulur tanpa kejelasan sehingga operasional pelabuhan dapat dilakukan secara sepihak, yang menimbulkan dugaan pengambilan manfaat ekonomi oleh pihak-pihak tertentu.
Terkait bentrok pada aksi tanggal 7 November lalu, ada pernyataan Kapolresta kendari yang menyudutkan buruh dan masyarakat Bungkutoko.
Hal ini menurut Lukman adalah hal yang tidak fair dan offside. Kapolresta tidak melihat inti dari masalah dan salah dalam menyimpulkan masalah yang dihadapi anggota Koperasi Tunas Bangs Mandiri.
“Kapolres telah offside, beliau tidak paham masalah dan hanya bertindak gegabah dan tidak sesuai dengan visi misi Kapolri yaitu PRESISI. pernyataan kapolres ini dapat memicu keresahan di masyarakat Bungkutoko yang telah merelakan lahannya untuk pembangunan pelabuhan Bungkutoko pada saat Jokowi meminta pada tahun 2016 lalu.” terang Lukman kepada tegas.co.
Maka dari itu lanjut Lukman, meminta kapolres untuk meminta maaf pada masyarakat Bungkutoko dan mengawal kasus ini dengan SOP yang benar, tidak menggunakan pendekatan kekerasan serta mengayomi masyarakat yang sedang bermasalah, termasuk anggota dan pengurus koperasi Tunas Bangsa Mandiri.
Kapolres Kendari
Dikonfirmasi, Kapolres Kendari, Kombes Pol Muh. Eka Fathurrahman, SH.,SIK menegaskan, Kewenangan untuk pekerjaan TKBM di Pelabuhan Pelindo, adalah Kementrian Perhubungan, dalam hal ini Dirjen Lalu lintas Angkutan laut.
Kapolres bilang, Persyaratan dari TKBM Karya Bahari sudah lengkap, oleh KSOP dipersilahkan untuk bekerja di Pelabuhan.
“Untuk Persyaratan dari TKBM Tunas Bangsa Mandiri, tidak lengkap syarat – syarat nya, ” tegas Kapolres Kendari, Kombes Pol Muh. Eka Fathurrahman, SH.,SIK kepada tegas.co dalam pesan whats appnya, Selasa (11/11/2022).
KSOP Kendari
Eka Fathurrahman mengungkapkan,
Pernyataan dari KSOP mengatakan,
siapapun yang melengkapi usahanya sesuai aturan persyaratan pemerintah boleh kerja di pelabuhan.
“Mau kelompok Syaripudin mau kelompok fery. ini masalahnya kelompok saripudin tidak melengkapi persyaratan dari pemerintah tapi memaksa kelompoknya yang hanya bisa kerja di pelabuhan dengan modal hasil bidding….padahal hasil bidding itu sudah dicabut oleh kementerian koperasi dan di surat rekomendasi sekda ke pelindo pun agar mengikuti perundang – undangan yang berlaku…..kalo di pelabuhan kan wilayah otoritas artinya pemda tidak mempunyai kewenangan pengaturan bongkar muat…..dan kewenangannya di menteri perhubungan yang sudah mengeluarkan peraturan menteri no 59 tahun 2021…….yaa semua operasional harus berdasarkan aturan itu….bukan aturan dari pemda…yabg hanya bersifat rekomendasi, ” Tulis Eka Fathurrahman meneruskan Pernyataan dari KSOP Kendari.
Ditambahkannya, Mereka (Tunas Bangsa Mandiri) lupa bahwa wilayah pelabuhan yang obyek vital nasional itu wewenang pusat, bukan pemda.
“kalo dulu meminta bantuan ke pemda karena pemda diharapkan bisa bantu menyelesaikan persoalan ini…tetapi dengan berjalannya waktu…setelah KPK turun tangan…menegaskan bahwa yang berlaku untuk operasional pelabuhan adalah peraturan menteri……..juga penegasan dari kemenko marvest….kemenhub dan kemenkop ……sama…. Tutupnya.
REDAKSI
Komentar