TEGAS.CO., KENDARI – Pengurus Daerah Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulawesi Tenggara (Sultra) mengecam tindakan manajemen Bank Sultra menghalang-halangi tugas jurnalis dalam melakukan peliputan.
Bentuk penghalangan-halangan itu berupa menyodorkan formulir sebagai syarat peliputan kepada wartawan. Selanjutnya Bank Sultra melakukan profiling profesi dan pribadi wartawan tanpa dasar yang jelas dan diluar kapasitasnya.
Ketika dalam verifikasi itu tidak sesuai dengan standar dan keinginan yang ditentukan sendiri, Bank Sultra menolak memberikan klarifikasi atau wawancara kepada wartawan.
Seperti yang dialami Jurnalis Inews Kendari (MNC Media) Mukhtaruddin pada Selasa (7/11/2023). Dia hendak mengkonfirmasi soal dugaan tindak pidana korupsi berdasarkan temuan BPK Sultra.
Setelah menyetorkan sejumlah syarat dan diprofiling, Bank Sultra lantas menyatakan formulir yang diserahkan tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
“Syarat yang diminta sudah saya lengkapi, seperti kartu pers, hingga KTP dan KTA IJTI. Tetapi saya dianggap tidak layak melakukan klarifikasi, sehingga Bank Sultra menolak diwawancarai,” kata Mukhtaruddin.
Humas Bank Sultra, Wa Ode Nurhuma menjelaskan, permintaan formulir itu bertujuan untuk menjaga reputasi perusahaan sehingga selektif dalam memberikan informasi publik
“Mohon maaf pak, demi menjaga risiko reputasi kami tidak melakukan konfirmasi kepada media yang tidak memenuhi sesuai form yang kami berikan,” ujar Nurhuma via WhatsApp, Selasa (7/11/2023).
Ketua IJTI Sultra, Saharuddin menjelaskan, tindakan yang dilakukan oleh manajemen Bank sultra merupakan upaya menghalangi kerja-kerja jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
“Pasalnya hal ini baru dilakukan oleh pihak Bank Sultra dengan alasan menjaga reputasi,” tegasnya melalui rilis tertulisnya.
Sementara Koordinator Divisi Hukum dan Advokasi IJTI Sultra, Fadli Aksar mengecam tindakan manajemen Bank Sultra tersebut. Ia menilai, tindakan bank plat merah ini antikritik dan alergi terhadap wartawan.
“Ini bentuk antikritik Bank Sultra, karena membatasi peliputan dengan syarat-syarat yang tidak berdasar. Bank Sultra tidak berhak melakukan verifikasi terhadap profesi ataupun pribadi wartawan,” tegas Fadli.
Sebab, kata Fadli, Bank Sultra bukan Dewan Pers untuk melakukan verifikasi terhadap profesi atau karya jurnalistik. Bank Sultra sendiri hanya sebagai lembaga publik yang wajib melayani informasi kepada masyarakat.
Sehingga, untuk melayani wartawan, Bank Sultra hanya perlu melihat kartu pers sebagai informasi tanda pengenal pribadi dan informasi media platformnya.
Fadli menegaskan, tindakan manajemen Bank Sultra dalam menghalangi jurnalis melakukan peliputan dapat dipidana sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999.
“Bagi seseorang yang dengan sengaja menghalangi wartawan menjalankan tugasnya dalam mencari, memperoleh dan menyebarluaskan informasi dapat dikenakan pidana,” sebut Fadli.
Dalam pasal sanksi menjelaskan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Atas insiden ini Pengda IJTI Sultra menyatakan sikap:
1. Mengecam tindakan penghalang-halangan kerja-kerja jurnalis yang dilakukan manajemen Bank Sultra.
2. Mendesak Gubernur Sultra memberikan sanksi kepada Direktur Utama Bank Sultra yang telah melakukan tindakan penghalang-halangan kerja-kerja jurnalis
3. Mendorong korban untuk melaporkan peristiwa ini ke polisi. Sebab, tindakan oknum tersebut telah melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Pasal 18 Ayat (1).
4. Mengimbau kepada jurnalis untuk tetap menaati kode etik dan keselamatan dalam melakukan peliputan.
5. Meminta kepada semua pihak untuk menghargai kerja-kerja jurnalis di lapangan karena diatur dalam undang-undang.
REDAKSI
Komentar