TEGAS.CO,. NUSANTARA – Konten pornografi dibolehkan dalam platform X. Ini menunjukkan kebebasan perilaku menjadi nilai yang dibawah oleh X. bahkan pornografi menjadi bisnis yang ‘menggiurkan’ dalam pandangan kapitalisme.
Dilansir dari LenSa Media News (06/05/24) – Indonesia, sebagai negeri Muslim terbesar, menjadi pengakses situs porno terbesar keempat di dunia dan peringkat kedua dalam pengunduhan pornografi di internet.
Kondisi ini menunjukkan makin suburnya kemaksiatan yang didorong oleh sistem kapitalisme demokrasi sekuler, yang memisahkan agama dari kehidupan.
Maraknya kasus pornografi telah ditanggapi oleh pemerintah dimana Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia, Budi Arie Setiadi, menyatakan bahwa Indonesia siap menutup platform media sosial X jika tidak mematuhi peraturan yang melarang konten dewasa.
Pernyataan ini muncul setelah X, yang dimiliki oleh Elon Musk, memperbarui kebijakannya untuk mengizinkan konten dewasa. Budi Arie mengatakan bahwa pihaknya telah mengirim surat peringatan kepada X, tetapi belum menerima tanggapan. voaindonesia.com (14/06/2024)
Dilain sisi Direktur Eksekutif Safenet, Nenden Sekar Arum, menyatakan bahwa pemblokiran media sosial X (Twitter) oleh pemerintah Indonesia tidak efektif dalam menghentikan penyebaran konten pornografi.
Menurut Nenden, langkah pemblokiran platform digital sebelumnya, seperti Reddit dan Telegram, juga gagal mengurangi konten semacam itu. Dia berpendapat bahwa solusi yang lebih tepat adalah menangani masalah di hulu dengan menargetkan pembuat konten pornografi, bukan sekadar memblokir platform yang digunakan untuk distribusi.
Nenden juga menekankan bahwa pemblokiran X akan membatasi kebebasan berekspresi dan diskusi kritis yang sering terjadi di media sosial tersebut. JAKARTA, KOMPAS.com (16/06/24).
Apakah pemblokiran saja sudah cukup
Dari banyaknya kasus pornografi apakah pemblokiran sudah tepat untuk menjadi solusi? Seperti yang ditawarkan oleh pemerintah. Apalagi Direktur Eksekutif Safenet, Nenden Sekar Arum menyatakan bahwa pemblokiran media sosial X tidak efektif.
Wacana Indonesia untuk menutup ‘X’ tak akan mampu mencegah pornografi. Ada banyak pintu lain yang memberi celah bahkan membiarkan masuknya pornografi. Pemblokiran sering kali hanya menutupi masalah tanpa memberikan pemahaman atau pendidikan yang diperlukan untuk mencegah akses ke konten negatif.
Pemblokiran juga dapat membuat pemerintah dan masyarakat merasa telah melakukan tindakan yang cukup, padahal masalah utama belum terselesaikan. Tanpa tindakan yang tepat, anak-anak dan remaja akan tetap mencari cara untuk mengakses konten pornografi.
Lebih buruk lagi, pemblokiran dapat mendorong pengguna untuk mencari situs yang lebih tersembunyi dan sulit dilacak, yang mungkin mengandung konten yang lebih berbahaya.
Negara sebagai Perisai Informasi
Untuk memberantas dibutuhkan peran besar Negara dengan upaya komprehensif dan menyeluruh, karena pemberantasan pornografi butuh dana besar dan kekuatan kemauan yang hebat dan kuat. Negara berperan sebagai perisai yang melindungi rakyat dari paparan informasi maupun visualisasi yang tidak pantas.
Abainya negara jelas akan menjadi celah pebisnis syahwat. Mereka yang tidak peduli akan kebobrokan akhlak hanya akan berpikir cara meraup keuntungan dari candu pornografi di masyarakat.
Kenyataannya, konten-konten dewasa ini berkontribusi besar dalam mengacaukan sistem di masyarakat. Teror konten-konten pornografi tersebut kemudian memantik munculnya kasus pelecehan seksual, pemerkosaan, maupun masalah sosial lainnya.
Kejahatan dengan motif syahwat sendiri banyak dan membanjiri ruang-ruang pemberitaan. Tentu kita tidak bisa menganggap hal ini sebagai satu hal wajar, melainkan masyarakat perlu memahami ini sebagai masalah yang membutuhkan solusi.
Negara harus paham bahwa saat ini media sosial sudah menjadi referensi masyarakat dalam membentuk realitas sosial. Negara harus memastikan media sosial bersih dari konten pornografi sekecil apa pun.
Negara pun jangan hanya melihat pornografi sebatas apa yang disebut “konten dewasa”, sedangkan pada saat yang sama diam dari realitas sosial yang membolehkan kaum perempuan mengumbar aurat, pacaran, atau pergaulan tanpa batasan lainnya. Alhasil, penting untuk menyuguhkan konsep sistem yang bisa mengurai masalah dari hulu hingga hilir.
Pentingnya Islam sebagai Referensi
Islam mengharamkan pornografi dan semua hal terkait. Untuk mengurai masalah pornografi ini, Islam memiliki konsep khas. Setidaknya ada dua hal penting untuk mengurai pornografi.
Pertama, menerapkan syariat yang melindungi sistem tata sosial. Kedua, penerapan politik media yang melindungi masyarakat dari paparan informasi sampah.
Sistem pergaulan (ijtima’iy) dalam Islam diatur dengan seperangkat syariat mengenai interaksi manusia.
Islam mengatur agar perempuan dan laki-laki menjaga aurat. Islam juga memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menjaga interaksi, tidak berdua-duaan; juga tidak bercampur baur dan berinteraksi, kecuali dalam perkara muamalat, pendidikan, dan kesehatan.
Islam mengatur agar keduanya sama-sama menjaga kemuliaan dan kehormatan dalam rangka mewujudkan tata sosial yang sehat.
Di sisi lain, negara berperan dalam melindungi masyarakat dari informasi dan visualisasi media yang mengacaukan sistem sosial masyarakat.
Negara tidak akan berkompromi dengan industri pornografi dengan alasan prinsip kebebasan. Negara akan menjadi perisai dan melindungi siapa pun dari paparan konten pornografi. Ini karena negara berperan mewujudkan penjagaan jiwa sebagai implementasi maqashidush-syariah.
Penelaahan terhadap syariat tidak akan memunculkan perdebatan panjang mengenai definisi pornografi.
Dalam Islam, telah jelas batasan aurat, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Demikian juga konten yang hadir di masyarakat melalui media, negaralah yang berperan besar untuk menyelesaikannya.
Hal yang tidak kalah penting adalah sanksi yang negara terapkan harus memberi efek jera agar kasus serupa tidak terulang. Menurut syariat Islam, kasus pornografi terkategori kasus takzir, yakni khalifah yang berwenang menjatuhkan sanksi kepada pelaku.
Wallahualam
Penulis: Maisuri
Editor: Yusrif
Komentar