tegas.co., WASUPONDA, LUWU TIMUR – Jika ingin berubah dan lebih baik dari saat ini, orang-orang Padoe harus bersatu. Demikian disampaikan oleh Mohola Padoe Mercy Merriban Malotu saat berdiskusi dengan Direktur Eksekutif The Sawerigading Institute Asri Tadda, Kamis (19/07/2018) di Wasuponda, Luwu Timur.
“Orang Padoe ini masih susah bersatu, apalagi kalau sudah masuk pada masalah politik. Padahal kalau bersatu, kita bisa berbuat banyak untuk masyarakat dan daerah kita sendiri”, kata Merriban, panggilan akrabnya.
Sebagai informasi, suku Padoe merupakan salah satu anak suku dalam sejarah Kedatuan Luwu. Mereka tersebar di sejumlah wilayah seperti di Kecamatan Wasuponda, Malili, Angkona, Nuha dan Towuti Kabupaten Luwu Timur serta di daerah lain di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
Khusus di Luwu Timur sendiri, dengan populasi sekitar 25.000 jiwa yang, suku Padoe sebenarnya menyimpan potensi sumber daya yang tidak sedikit. Akan tetapi karena minimnya penginggalan budaya, khususnya dalam bentuk tertulis, membuat suku ini kesulitan untuk mengembangkan diri.
“Sudah ada sejumlah upaya, seperti pembuatan buku sejarah suku Padoe dan kamus bahasa Padoe. Ini bukan pekerjaan yang mudah, butuh perjuangan panjang dan masih perlu terus disempurnakan”, tambah Merriban ketika ditanyakan apa saja yang telah dilakukan selama ini.
Ke depannya, tambah Merriban, struktur lembaga adat yang sudah terbentuk di wilayah-wilayah kantong masyarakat Padoe sudah bisa mulai aktif bekerja, termasuk melakukan sensus untuk menghitung jumlah populasi orang Padoe yang sebenarnya.
Dimintai pendapatnya mengenai pelestarian budaya adat seperti suku Padoe, Direktur Eksekutif The Sawerigading Institute Asri Tadda mengatakan bahwa sebenarnya masyarakat adat wajib dilindungi dan dilestarikan keberadaannya oleh pemerintah.
“Ini adalah bagian dari pelestarian budaya sebagaimana telah diatur dalam UU Nomor 5/2017 dan yang tengah dibahas DPR saat ini, yakni RUU Masyarakat Hukum Adat (MHA). Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai budayanya sendiri. Jangan mimpi bisa maju kalau kita meninggalkan identitas budaya kita sendiri”, tegas Asri Tadda yang juga putera asli Luwu Timur ini.
Hal ini pun diamini oleh Merriban. Menurutnya, suku Padoe sudah ada jauh hari ketika Kedatuan Luwu masih ada. Karena itu, warisan budayanya mesti terus dipertahankan dan dilestarikan, meskipun diakuinya bahwa hal tersebut adalah pekerjaan yang tidak ringan.
“Kita mulai sedikit demi sedikit. Kita awali dengan perbaikan struktur lembaga adat. Saya juga sudah diangkat sebagai Mohola Padoe. Semoga pada akhirnya, dengan program-program yang kita buat dan dukungan dari pemerintah, kita bisa membangkitkan kembali potensi orang-orang Padoe ini“, harap mantan karyawan PT Inco ini.
PUBLISHER: MAS’UD