Mantan Ketua Dewan Pers Jadi Salah Satu Panelis Debat Capres Cawapres

Mantan Ketua Dewan Pers Jadi Salah Satu Panelis Debat Capres Cawapres
Jokowi-Ma’ruf VS Prabowo-Sandi. FOTO: ISTIMEWA

tegas.co., KENDARI, SULTRA – Debat putaran pertama pasangan calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) akan digelar pada 17 Januari 2019, mengusung tema hukum, korupsi, hak asasi manusia, dan terorisme. Salah satu panelisnya mantan Ketua Dewan Pers periode 2010–2016. Berikut artikelnya dilansir dari SUMBER

Komisi Pemilihan Umum sudah menunjuk dan menetapkan nama-nama yang akan bertindak sebagai anggota panelis dalam debat putaran pertama pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Debat pertama akan digelar pada 17 Januari 2019 dengan mengusung tema hukum, korupsi, hak asasi manusia, dan terorisme. Mereka yang telah diberi amanah sebagai panelis adalah Bagir Manan, Hikmahanto Juwana, Agus Rahardjo, Margarito Kamis, Bivitri Susanti, dan Ahmad Taufan Damanik.

Iklan KPU Sultra

Panelis ini bertugas menggodok dan membahas pertanyaan-pertanyaan yang bakal diajukan dalam debat. Seperti diketahui, Komisi Pemilihan Umum sudah memutuskan bahwa kisi-kisi dari pertanyaan yang disusun panelis akan diserahkan kepada pasangan calon agar mereka bisa mempersiapkan jawaban sebaik mungkin.

Para anggota panelis memiliki latar belakang beragam. Tetapi mereka punya jejak rekam di bidang hukum, meskipun tak semua berlatar belakang pendidikan di bidang hukum. Agus Rahardjo, misalnya, adalah insinyur teknik sipil tetapi saat ini masih menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Inilah sedikit gambaran tentang latar belakang anggota panelis debat pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Bagir Manan

Nama Bagir Manan sudah tidak asing di jagat hukum. Guru Besar Universitas Padjadjaran Bandung ini pernah menjadi Ketua Mahkamah Agung selama tujuh tahun (2001–2008). Pensiun dari hakim agung, Bagir dipercaya menjadi Ketua Dewan Pers, dan menduduki jabatan itu dalam periode 2010–2016.

Bagir Manan juga pernah tercatat dua kali sebagai Rektor Universitas Islam Bandung periode  1985–1986 dan 2000–2001. Selain itu, beberapa jabatan publik yang pernah ia jabat misalnya sebagai Direktur Perundang-Undangan Departemen Kehakiman (1990–1995), Dirjen Hukum dan Perundang-Undangan Departemen Kehakiman (1990-1998), Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kotamadya Bandung, dan Anggota Komisi Ombudsman Nasional.

Buku yang pernah ditulisnya antara lain Menyongsong Fajar Otonomi Daerah (2001), Teori dan Politik Konstitusi (2000), Lembaga Kepresidenan (1999), Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia (1997). Ia juga tercatat sebagai peraih Distinguished Alumni Award dari Southern Methodist University Dedman School of Law, Texas.

Hikmahanto Juwana

Hikmahanto Juwana adalah Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penyandang gelar PhD dari Universitas Nottingham (1997) ini tercatat sebagai peraih gelar profesor hukum termuda dalam sejarah Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) atau bahkan di Indonesia, pada usia 38 Tahun. (Baca: Hikmahanto Juwana: Profesor Termuda Ahli Hukum Internasional).

Selain jalur akademik, pria kelahiran Jakarta 23 November 1965 ini, beberapa waktu juga sempat merasakan berkarir sebagai pengacara. Pernah magang di kantor advokat OC Kaligis dan merasakan kesibukan sebagai advokat korporasi di kantor hukum Lubis Ganie Surowidjojo (LGS), Hikmahanto menempa pengalamannya sebagai litigator dan profesional di bidang hukum korporasi. Cuma, ‘panggilan jiwa’ sebagai dosen membuat Hikmahanto mundur dari karir advokatnya.

Satu hal menarik yang sempat dirasakan Hikmahanto sebagai dosen dan ahli di bidang hukum internasional adalah kesadaran dirinya akan jumlah pakar hukum internasional yang tidak banyak serta apresiasi terhadap pentingnya hubungan dengan dunia internasional yang masih sangat minim. Oleh karena itu, ia mendirikan Indonesia Society of International Law (ISIL). Hikmahanto juga pernah menjadi staf ahli Menteri Koordinator bidang Perekonomian, saat Kwik Kian Gie menjadi menteri. Ia beberapa kali menjadi ketua atau anggota Panitia Seleksi untuk jabatan-jabatan publik di Indonesia.

Agus Rahardjo

Agus Rahardjo saat ini menjabat sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2015–2019. Pria kelahiran Magetan, Jawa Timur, 1956 ini adalah insinyur pertama di Indonesia yang menjabat sebagai pimpinan KPK tanpa memiliki latar belakang pendidikan tinggi formal hukum dan pengalaman karir di lembaga penegakan hukum. Agus Rahardjo adalah sarjana Teknik sipil dari Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.

Dilantik oleh Presiden pada 2015, Agus adalah salah satu dari 50 orang yang dihubungi khusus panitia seleksi untuk mendaftar menjadi komisioner KPK. Sebelum menjadi Ketua KPK, Agus yang pernah bercita-cita menjadi kontraktor ini malah beralih profesi sebagai pegawai negeri sipil. Hal ini yang mengantarkan dirinya mengabdi sebagai Kepala Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik (PPKPBJ).

Agus adalah pendiri sekaligus Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sejak tahun 2010. Tak banyak yang tahu, ternyata Agus berperan dalam melakukan reformasi dan modernisasi pelayanan publik di pemerintahan pusat hingga daerah. (Baca: Agus Rahardjo Terpilih Sebagai Nakhoda Baru KPK).

Margarito Kamis

Pria kelahiran Ternate, Maluku Utara ini dikenal pula sebagai salah satu ahli hukum tata negara. Pemilik gelar Doktor dari Universitas Indonesia dengan disertasi yang berjudul Gagasan Negara Hukum yang Demokratis di Indonesia: Studi Sosiologikal atas Pembatasan Kekuasaan Presiden oleh MPR 1999-2002” ini pernah menjadi staf khusus Menteri Sekertaris Negara di rentang 2006 hingga 2007. Saat ini Margarito tercatat sebagai dosen tetap ilmu hukum Universitas Khairun, Ternate dengan jabatan fungsional sebagai Lektor Kepala.

Bivitri Susanti

Bivitri Susanti saat ini tercatat sebagai pengajar pada Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera yang terletak di Jalan Kuningan Madya, Kuningan, Jakarta Selatan. Menamatkan pendidikan S1 di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, perempuan yang kerap disapa Bibip ini kemudian menyelesaikan studi post graduate nya di University of Warwick.

Kondisi politik Tanah Air pada 1998 memiliki arti penting terhadap kiprah Bibip selanjutnya. Ia memilih meninggalkan kesempatan untuk bergabung di salah satu firma hukum ternama, karena memilih ikut berkontribusi dalam pendirian Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia. Di PSHK ia aktif melakukan penelitian-penelitian terutama bidang legislasi, bahkan kemudian dipercaya menjadi Direktur Eksekutif PSHK.

Bersama rekan-rekannya di PSHK, Bibip mendirikan Sekolah Tinggi Hukum Jentera sehingga hari ini dirinya pun menjadi Dosen di sana. Atas keterlibatan dan konsentrasinya di dunia hukum selama ini, BIbip kemudian dikenal sebagai salah satu pakar hukum tata negara di tanah air. Bibip kerapkali diminta menjadi ahli dalam persidangan baik di Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung. (Baca juga: Bivitri Susanti: Modal Enam Juta dan Kegelisahan).

Ahmad Taufan Damanik

Ahmad Taufik Damanik adalah Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia periode 2017–2020. Nama pria asal Medan ini masuk dalam deretan nama panelis debat pasangan calon untuk sektor hukum. Selain sebagai aktivis HAM, Damanik tercatat sebagai dosen pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Ia terpilih sebagai Ketua Komnas HAM dalam sidang paripurna Komisi III DPR RI pada 13 November 2017. Ahmad juga tercatat sebagai Komisioner pada Komisi Badan Promosi dan Perlindungan Hak Asasi Perempuan dan Anak ASEAN.

T I M

Komentar