Ketua AMPW Angkat Bicara Terkait Lambatnya Pelantikan 7 PAW Anggota DPRD Wakatobi

Ketua AMPW Angkat Bicara Terkait Lambatnya 7 PAW Anggota DPRD Wakatobi
Ketua AMPW, Ricky Syahputra Abdul Riono (kaos merah) FOTO: ODEK

tegas.co., KENDARI, SULTRA – Ketua Aliansi Mahasiswa Pemerhati Wakatobi (AMPW), Ricky Syahputra Abdul Riono angkat bicara terkait lambatnya proses palantikan tujuh calon Pengganti Antar Waktu (PAW) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabutan Wakatobi.

Menurut Ricky, lambatnya proses palantikan tersebut dinilai sangat memalukan dan telah merugikan masyarakat Wakatobi. Sistem yang semestinya dikelola dengan baik agar tercapai reformasi birokrasi yang baik, justru telah dimainkan oleh oknum-oknum yang merasa diri benar.

“Mengapa coba pelantikan PAW Anggota DPRD Wakatobi belum terlaksana, ada apa,” ketusnya saat dikonfirmasi tegas.co, Senin (14/01/2019).

Kata dia, tidak tegasnya pemerintah daerah (Pemda) Wakatobi dalam memberikn keterangan terhadap status ketujuh PAW Anggota DPRD pada publik dianggap gaduh.

“Sekwan harus jujur memberikan keterangan terkait status hukum terhadap tujuh anggota dewan yang jelas-jelas sudah mengudurkan diri, apakah ketujuh orang itu masih mempunyai hak dan kewanangan sebagai anggota dewan,” katanya.

Dijelaskannya, Surat Edaran Kemendagri 160/6324/OTDA tentang Anggota DPRD yang pindah Parpol sangat jelas, dimana dalam poin 1 menyangkut dasar surut edaran yakni UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah serta PP Nomor 12 tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tatib DPRD provinsi kabupaten kota poin 2 dan 3, sudah tidak perlu diperdebatkan lagi.

“Nah, penegasanya di poin 4, bahwa setelah yang bersangkutan ditetapkan sebagai Daftar Calon Tetap (DCT), maka tidak lagi memiliki hak dan kewenanganya sebagai mana dipersyaraktan dalam kententuan perundang-undangan, meskipun dasar dari tujuh dewan ini menunggu SK dari Gubernur Sultra baru mundur total, tapi perlu dipahami Pemda Provinsi adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat, dalam hal in Kemendagri. Itupun SK yang diteken dengan bunyi kementerian Dalam Negri atas nama Gubernur Sultra kan begitu,” jelasnya.

“Itu artinya SK pemberhentian itu musti disetujui pula oleh Mendagri, lalu kok kenapa surat edaran dari tanggal 03 Agustus 2018 ini tidak diindahkan padahal ini perintah hukum dari Kemendagri itu sendiri,” tambahnya.

Selain itu, ia juga menilai, Pemda Wakatobi telah membuat standar ganda terhadap status dan hak kewajiban ketujuh Anggota Dewan yang telah mengundurkan diri, dimana kata dia, Sekwan juga mengakui jika tujuh anggota legislatif tersebut telah mengundurkan diri, namun masih diakui memiliki kewenangan.

“Disatu sisi Sekwan mengakui hak dan kewajiban meraka seperti, masuk kantor, terlibat dalam rapat, menerima gaji, keuangan protokoler bahkan terlibat dalam pembahasan RAPBD tahun 2019, sehingga RAPBD Wakatobi 2019 ditolak di Provinsi karena ikut dibahas dan ditandatangani oleh tujuh Anggota DPR yang telah mengundurkan diri ini,” ujarnya.

Tentu hal ini semakin membingungkan pablik, apa lagi ketujuh Anggota DPRD ini sudah diakui Bawaslu serta sudah ditetapkan resmi oleh KPU Kabupaten Wakatobi. Ia meminta Pemda Wakatobi tidak main-main dengan persoalan ini.

“Terutama Sekwan DPRD Wakatobi. Dia itu ASN, jadi harus tunduk dan taat pada aturan Perundang-undangan, bukan tunduk dan menghamba pada kekuasaan yang mengedepankan ego dan kekuasaan,” tegasnya.

Pihaknya mengharapkan kepada Gubernur Sulta selaku perpanjangan tangan pemerintah pusat untuk mengabil sikap tegas terhadap Pemda Wakatobi, yang dinilai menghabat proses PAW tujuh Anggota DPRD tersebut.

“Kami memita Pemerintah Provisi mengabil sikap tegas menegur bupati dan sekwan, bila perlu berikan sanksi berat, karena kami menduga bersekongkol menghabat proses PAW ini, sehingga akibat yang ditimbulkan ada kerugian negara disana, dan moralitas publik Wakatobi tercerai akibat ulah mereka ini,” harapnya.

“Kami juga dalam waktu dekat ini akan mengadukan pihak-pihak yang terlibat memperhabatan PAW tujuh Anggota DPRD Kabupatan Wakatobi itu kepada penegak hukum,” tutupnya.

REPORTER: ODEK
PUBLISHER: SALAMUN