tegas., KENDARI, SULTRA – Adly Yusuf Saepi eks Komisioner KPU Kolaka Timur Periode 2014-2019 sekaligus mantan Peserta Seleksi Calon Anggota KPU Kolaka Timur Periode 2019-2024 mengatakan bahwa Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Sultra) harus lebih profesional dan lebih serius dalam menindaklanjuti laporan Muh. Ali Mantan Peserta Seleksi Calon Anggota KPU Kolaka Timur (Koltim) Periode 2019-2024 yang melaporkan oknum anggota Tim Seleksi (Timsel) Calon Anggota KPU Kolaka dan Koltim Periode 2018-2023.
“Mengapa kami presure pihak Kejaksaan karena agar secepatnya ada kejelasan dan kepastian hukum atas masalah dugaan pemerasan dan pungutan liar yang diduga dilakukan oleh oknum Timsel tersebut, kami tidak mengharapkan laporan pelapor jalan di tempat, bahkan terkesan tidak jelas penyelesaiannya. Saya dan rekan-rekan justru mendukung upaya lembaga Kejaksaan dalam rangka memberantas praktek-praktek Pungli yang dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi, dan apa yang kami lakukan ini adalah sebagai wujud dari fungsi kontrol sebagai masyarakat terhadap kinerja lembaga penegak hukum dan kami berkomitmen untuk mengawal kasus tersebut sampai selesai,” katanya.
Seperti diketahui, pelapor Muh. Ali dengan didampingi oleh Adly Yusuf Saepi dan Kuasa Hukumnya Rabdhan Purnama melaporkan oknum anggota Timsel Calon Anggota KPU Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Koltim Periode 2018-2023 berinisial PE di Kejati Sultra, Rabu 12 Januari 2018, dengan dugaan melakukan Tindak Pidana Pemerasan dan Pungutan Liar sebagaimana diatur didalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dengan meminta sejumlah uang kepada Pelapor yaitu Peserta Seleksi Calon Anggota KPU Kolaka dan Kolaka Timur Periode 2019-2024 sebesar Rp. 75.000.000 dan Terlapor meminta dana tersebut dikirim didua nomor rekening yang berbeda yaitu Bank Mandiri dan Bank Mega milik keluarga Terlapor dengan cara dananya dibagi dua sesuai dengan bukti rekaman audio dan percakapan WhatsApp antara Pelapor dan Terlapor sekitar bulan Desember 2018 lalu, dan diduga Terlapor tidak hanya bermain sendiri namun juga melibatkan oknum-oknum Timsel yang lain, dana tersebut sebagai syarat agar peserta seleksi mendapatkan Tiket Timsel untuk dapat lolos 10 besar calon Anggota KPU Koltim.
Adly sapaan akrabnya mengatakan, dalam proses klarifikasi yang dilakukan Penyidik Kejaksaan terhadap Terlapor oknum Anggota Timsel inisial PE dan saksi oknum eks Anggota KPU Koltim inisial IW, keduanya mengakui dihadapan Penyidik dalam proses pemeriksaan bahwa suara di dalam rekaman audio dan percakapan WhatsApp tersebut adalah benar suara dan percakapan mereka yang meminta dan menyebut nominal sejumlah uang yang diminta kepada Pelapor Muh. Ali.
Begitu pula ketika Tim Investigasi KPU RI memeriksa dan meminta klarifikasi terhadap Ketua dan Anggota Timsel Calon Anggota KPU Kolaka dan Koltim pada 26-27 Januari 2019 di Kantor KPU Sultra beberapa waktu lalu, salah satu oknum Anggota Timsel inisial PE yang diklarifikasi mengakui dan membenarkan dihadapan Tim Investigasi meminta dan menerima sejumlah uang dari Peserta Seleksi Calon Anggota KPU Kolaka dan Koltim dalam tahap Tes Psikologi.
“Transaksinya dilakukan di Lobby Hotel Plaza Inn Kendari dan uang dari peserta seleksi tersebut diberikan dan dibagi kepada oknum Ketua Timsel inisial SN, uang dari peserta seleksi tersebut agar peserta seleksi dapat memiliki nilai yang baik dan lolos dalam tahap seleksi Tes Psikologi, ungkapnya.
Adly meyakini disetiap tahapan seleksi calon Anggota KPU Kolaka dan Koltim terjadi transaksional dalam prosesnya, alasannya karena disetiap tahapan seleksi sangat menentukan lolos tidaknya peserta ketahapan selanjutnya sehingga para oknum Timsel memanfaatkan setiap tahapan demi tahapan tersebut untuk meminta sejumlah uang yang mereka inginkan dan para peserta seleksi mau tidak mau berupaya untuk mengikuti permintaan Timsel tersebut, jika tidak maka kecil kemungkinan untuk dapat diloloskan,
“Saya yakin karena di tahapan Tes Psikologi saja sudah main bayar dan minta-minta uang ke peserta seleksi yang nota bene baru tahapan kedua dalam proses seleksi setelah Tes CAT, bagaimana dengan tahapan tes kesehatan dan wawancara pasti bayar lagi untuk dapat lolos ke 10 besar sebagaimana bukti rekaman audio pembicaraan yang dilakukan oknum Timsel dengan Pelapor yang mengatakan semua peserta seleksi sudah pada menyetorkan dananya ke Timsel,” ucapnya.
Sehingga menurut Adly yang juga Mantan Advokat dan Dosen ini, berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagai bukti minimal bagi Penyidik Kejaksaan untuk melakukan Penyidikan dan menetapkan status Tersangka terhadap seseorang atau Terlapor yang diduga telah melakukan suatu tindak pidana, lanjut Adly, Tidak ada alasan bagi Penyidik Kejaksaan Tinggi Sultra untuk tidak segera melakukan Penyidikan dengan menaikkan dan menetapkan status Terlapor dan para Saksi terkait sebagai Tersangka dalam kasus dugaan Pemerasan dan Pungutan liar tersebut sesuai dengan barang bukti dan alat bukti sah yang telah diserahkan oleh Pelapor atau yang telah didapatkan Penyidik dalam proses meminta keterangan dan klarifikasi terhadap Terlapor.
Ditempat terpisah, Ketua Tim Kuasa Hukum dari Pelapor Muh. Ali yaitu Andre Darmawan yang juga Ketua DPD Kongres Adovokat Indonesia Provinsi Sultra mengatakan, dengan dua alat bukti yang sah sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diantaranya, keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa, maka sudah sepantasnya dan seharusnya Penyidik Kejaksaan menetapkan status Terlapor sebagai Tersangka dugaan Pemerasan atau Pungli.
“Dalam kasus klien kami Muh. Ali ini sudah lebih dari dua alat bukti sah yang didapatkan Penyidik, karena dalam proses pemeriksaan Penyidik telah memeriksa dan meminta Keterangan saksi, baik Saksi Pelapor maupun saksi-saksi lainnya yang melihat dan mengetahui terjadinya suatu tindak pidana, adanya bukti surat dan petunjuk dari para saksi yang dimintai keterangan termasuk rekaman audio dan percakapan WhatsApp serta adanya pengakuan atau leterangan dari Terlapor itu sendiri yang mengakui meminta dan menerima sejumlah uang dan membagi uang tersebut kepada oknum Tim seleksi,” tutupnya.
TIM