Papua dalam Bahaya

Papua dalam Bahaya
Yanyan Supiyanti A.Md.

Rusuh Papua yang masih membara sampai saat ini, bukanlah rusuh biasa. Papua sesungguhnya dalam bahaya.

Dilansir oleh m.cnnindonesia.com, pada tanggal 22 Agustus 2019, mantan calon wakil presiden Sandiaga Uno menganggap wajar jika masyarakat Papua marah karena ketimpangan ekonomi yang ada tergolong memprihatinkan. Sandi menyebut tingkat kemiskinan masyarakat Papua 8 kali lipat dibanding warga Jakarta. Padahal, lanjutnya, daerah mereka begitu kaya dengan berbagai jenis sumber daya alam.

Sandi merujuk kepada Badan Pusat Statistik (BPS). Dia mengatakan angka kemiskinan di Papua meningkat hampir 60 ribu orang sejak tahun 2014 hingga 2018. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin di Jakarta yang hanya 3,5 persen, jumlah penduduk miskin di Papua mencapai 28 persen. Sementara Papua Barat hampir 23 persen.

Sandi mengamini bahwa pembangunan masif dilakukan di Bumi Cenderawasih. Akan tetapi, dia yakin itu tidak bisa menyelesaikan masalah yang utama, yaitu kemerdekaan ekonomi. Sandi menegaskan bahwa kesejahteraan masih menjadi persoalan utama di Papua. Menurutnya, perlu ada perhatian serius. Dia yakin persoalan-persoalan di Papua bisa diselesaikan.

Diketahui, aksi protes terjadi di sejumlah daerah di Papua dan Papua Barat sejak Senin (19/8). Mereka tidak terima ketika mahasiswa asal Papua mendapat perlakuan kurang mengenakkan di Surabaya dan Malang, Jawa Timur pada Jumat (16/8). Aksi turun ke jalan lalu dilakukan masyarakat Manokwari, Sorong, dan Jayapura melancarkan aksi protes. Sejumlah mobil dan bangunan rusak. Gelombang aksi protes belum sepenuhnya berhenti. Masyarakat Mimika dan Fakfak masih berunjuk rasa pada Rabu (21/8).

Kejadian rusuh di Papua tersebut, dimanfaatkan oleh gerakan separatisme Organisasi Papua Merdeka (OPM) dengan menghembuskan Papua merdeka atau memisahkan diri dari Indonesia.

Belajar dari Timor Timur yang sukses memisahkan diri dari Indonesia, karena diterapkannya sistem kapitalisme demokrasi yang memberikan hak menentukan nasib sendiri. Seharusnya ini menjadi alasan kuat untuk menolak sistem kapitalisme demokrasi. Bayangkan, jika tiap wilayah di Indonesia, atas nama hak menentukan nasib sendiri, menuntut merdeka, dipastikan Indonesia akan terpecah menjadi beberapa negara kecil yang lemah tak berdaya.

Salah satu akar persoalan di Papua adalah adanya ketidakadilan dalam proses pembangunan yang dirasakan warga Papua khususnya pedalaman, pegunungan, dan daerah tertinggal. Padahal bumi Papua sangat kaya akan sumber daya alam. Tambang Freeport, gas Tangguh dan kekayaan alam lain begitu berlimpah di bumi Papua. Namun nyatanya, pembangunan di Papua begitu tertinggal dan masyarakatnya miskin. Kekayaan alam yang berlimpah di bumi Papua belum menjadi berkah.

Menyelesaikan persoalan Papua, selain masalah keamanan adalah dengan mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan. Hal itu hanya bisa diwujudkan dengan mencampakkan sistem kapitalisme demokrasi, lalu menerapkan syariah Islam secara total.

Syariah Islam akan menjaga keamanan dan menjamin kesejahteraan seluruh rakyat tanpa melihat suku, bangsa, warna kulit maupun agama. Kebijakan politik ekonomi Islam adalah untuk menjamin pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan setiap individu rakyat; juga menjamin pendidikan dan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat.

Islam menetapkan kekayaan alam yang besar sebagai milik umum, milik bersama seluruh rakyat, yang haram dikuasai swasta apalagi asing. Kekayaan alam itu harus dikelola oleh negara mewakili rakyat. Hasilnya akan dihimpun di kas negara dan didistribusikan untuk membiayai kepentingan pembangunan dan pelayanan kepada rakyat.

Patokan dalam pendistribusian itu adalah setiap daerah diberi dana sesuai kebutuhannya tanpa memandang berapa besar pemasukan dari daerah itu. Sebab, Islam mewajibkan negara untuk menjaga keseimbangan perekonomian dan pemerataan kekayaan di antara rakyat dan antardaerah. Kesenjangan dan ketimpangan antarindividu dan antardaerah akan segera bisa diatasi dengan penerapan syariah Islam secara total.

Karena itu menjadi tanggung jawab dan kewajiban kita semua untuk segera mewujudkan penerapan syariah Islam secara total. Hal itu hanya bisa terwujud di bawah naungan Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. Ketika itu terwujud, kehidupan yang baik dan keberkahan akan dirasakan oleh rakyat negeri ini. Sebagaimana Allah Swt telah menjanjikan:

“Jika penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi” (TQS al-A’raf[7]:96). Wallahu a’lam bishshawab.

YANYAN SUPIYANTI A.MD

Komentar