Impor Menyerbu, Produk Lokal KO

Impor Menyerbu, Produk Lokal KO
Ummu Salman.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) merasa malu lantaran Indonesia tercatat masih mengimpor pacul. Padahal, industri di Tanah Air sudah mampu memproduksi sesuai kebutuhan yang ada. Lalu berapa banyak pacul impor yang masuk ke Indonesia?

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diterima detikcom, Jumat (8/11/2019), impor pacul sepanjang Januari-September 2019 senilai US$ 101,69 ribu dengan total berat 268,2 ton.(detik.com, 8/11/2019)

Membanjirnya produk impor pacul dari cina, membuat pengrajin pacul lokal ketar ketir. Mereka mengeluhkan sepinya permintaan pasar dan penurunan produksi sejak 5 tahun terakhir. Misalnya seorang perajin pacul, di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Carlim mengeluhkan adanya kebijakan alat pertanian impor, termasuk pacul.

Semenjak adanya kebijakan impor pacul, Carlim mengaku penjualan pacul hasil produksinya mengalami penurunan.

“Sejak ada impor itu memang menurun, ya sedikit lah. Biasanya sebulan itu terjual 150 kodi, tapi pas ada impor jadi sekitar 80 kodi sebulannya,” kata Carlim saat ditemui di tempat produksinya di Desa Jemaras Kidul, Kecamatan Klangenan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Minggu (10/10/2019).(detik.com, 11/11/2019).

Kondisi sejenis juga terjadi pada baja dan semen. Sungguh ironis, ketika rezim jor-joran membangun infrastruktur yang sudah jelas pembangunan tersebut pastilah membutuhkan baja dan semen dalam jumlah yang besar, namun justru pabrik baja dan semen nasional bangkrut.  

Kondisi tersebut tak lepas dari adanya kerjasama pemerintah dengan para investor asing dalam pembangunan infrastruktur. Melalui perjanjian tersebut, para investor asing mengajukan syarat-syarat seperti bahan-bahan bangunan semisal baja, dan para pekerjanya harus didatangkan dari negera mereka.

Maka jelas dengan model pembangunan infrastruktur seperti itu, tidak akan berbanding lurus dengan makin meningkatnya industri bahan-bahan bangunan dalam negeri. Sesungguhnya rezim saat ini mempunyai kepentingan untuk terus melanggengkan impor.

Ketika publik protes, rezim merespon dengan program ala kadarnya, yang dilabeli “mendorong produksi nasional dan mengurangi impor”.

Dengan label itu sangat jelas, bahwa impor tetap akan dilakukan, karena impor hanya dikurangi, bukan dihentikan. Adanya tekanan asing merupakan faktor lain yang menghalangi rezim stop impor. Posisi bangsa kita sebagai negara pengekor, meniscayakan itu terjadi. Sebagai contoh, masuknya indonesia sebagai salah satu anggota WTO, mengakibatkan kita harus tunduk pada berbagai keputusan WTO.

Hingga akhirnya impor unggas terpaksa harus dilakukan, untuk mematuhi keputusan lembaga internasional tersebut. Hal tersebut disebabkan kekalahan indonesia atas gugatan Brazil terhadap  kebijakan aturan impor Indonesia atas komoditas ayam dari negaranya. Diketahui, ayam dari Brazil tidak bisa masuk ke Indonesia sebab tidak mengantongi sertifikasi sanitasi internasional dan sertifikat halal.

Pada kasus impor pacul, pernyataan Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PTKN) Veri Anggrijono, cukup menggambarkan bahwa kran impor pacul memang dibuka oleh pemerintah.

“Tadi kan seperti yang dikatakan Dirjen Perdagangan Luar Negeri izin impor cangkul untuk perkakas tangan itu baru satu kali dikeluarkan dan itu pun bukan dalam bentuk jadi. Nah yang kami temukan ini sudah bentuk jadi, sudah ada gagangnya, nah itu patut diduga ilegal,” ungkap Veri.

Pernyataan itu diungkapkan ketika menuturkan tentang masuknya ribuan pacul impor ilegal siap pakai yang diamankan Kemendag, yang ditemukan di Surabaya dan Tangerang. (detik.com,13/11/2019).

Mandiri dengan Sistem Islam

Ketergantungan negara ini terhadap bangsa lain sama saja memberi jalan pada asing untuk menguasai negeri kita. Dan memberi jalan pada asing untuk menguasai negeri Muslim adalah sebuah keharaman. Allah SWT melarang memberi jalan pada orang kafir untuk menguasai ummat Islam; “Dan Allah sekali kali tidak memberikan jalan pada orang kafir untuk menguasai orang beriman.” (TQS An Nisa:141)

Jalan penguasaan asing ini hanya bisa dicegah jika negeri ini lepas dari jeratan kapitalisme. Dengan sistem Islam, negara Khilafah akan mengembalikan kepemilikan umum pada rakyat. Mengelola sumber daya alam untuk kepentingan rakyat, sehingga negara mampu memenuhi kebutuhan rakyat.

Negara tidak tergantung pada impor sehingga tidak akan terjadi defisit transaksi. Negara akan mengupayakan kemandirian secara maksimal, sehingga kemandirian tidak hanya sekedar lip service belaka. Khilafah secara independen akan menguasai dan mengelola industri strategis, industri berat dan industri militer.

Khilafah bersifat independen tanpa tekanan Korporasi dan negara asing dalam menjalankan urusan negerinya. Wallahu’alam bishowwab.

UMMU SALMAN