Sanksi Tegas bagi Penista Rasulullah Saw

Sanksi Tegas bagi Penista Rasulullah Saw
Ilustrasi Sanksi Tegas bagi Penista Rasulullah Saw. Foto Tegas.co

Bulan Rabi’ul Awal adalah bulan penting dan bersejarah bagi kaum muslimin. Rasulullah Saw lahir ke dunia pada bulan Rabi’ul Awal tahun gajah di Mekkah al Mukaramah, beliau juga wafat di Madinah pada bulan Rabi’ul Awal. Selain itu terdapat peristiwa agung dengan hijrahnya Rasulullah dari Mekkah ke Madinah, lalu peristiwa turunnya wahyu pertama berupa ru’ya al-shadiqah (mimpi yang benar) juga pada bulan Rabi’ul Awal.

Rasulullah Saw adalah publik pigur umat sepanjang masa. Pada diri beliau terdapat keteladanan luar biasa dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, baru-baru ini kesyahduan hati kaum muslimin mengenang dan menelusuri jejak demi jejak perjuangannya terwarnai sikap pelecehan terhadap jasa beliau. Sosok mulianya disejajarkan dengan manusia biasa hanya karena sikap arogansi yang bersifat subjektifitas.

Iklan KPU Sultra

Peristiwa tersebut membuat kaum muslimin meradang. Beberapa pihak membawa kasus pelecehan itu ke ranah hukum. Akan tetapi sosok penista itu malah melaporkan balik karena merasa tidak bersalah dan membantah jika dirinya melakukan penistaan. Lalu apa saja yang terkategori menistakan Nabi Saw? Apakah menyamakan beliau dengan manusia biasa, merendahkan beliau dibandingkan orang lain, semisal ayah kandung, termasuk penistaan?

Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah telah menjelaskan batasan tindakan orang yang menghujat Nabi Muhammad Saw, yaitu kata-kata yang bertujuan meremehkan dan merendahkan martabat beliau, sebagaimana dipahami kebanyakan orang, terlepas perbedaan akidah mereka, termasuk melaknat dan menjelek-jelekkan (Lihat: Ibn Taimiyah, Ash-Sharim al- Maslul ala Syatimi ar-Rasul, I/563).

Al-Qadhi Iyadh juga mnejlaskan bentuk-bentuk hujatan kepada Nabi Saw. Orang yang menghujat Rasulullah Saw adalah orang yang mencela, mencari-cari kesalahan, menganggap pada diri Rasul ada kekurangan; mencela nasab (keturunan) dan pelaksanaan agamanya; juga menjelek-jelekkan salah satu sifatnya yang mulia; menentang atau mensejajarkan Rasul Saw dengan orang lain dengan niat untuk mencela, menghina, mengkerdilkan, mencari-cari kesalahannya. Orang seperti ini termasuk orang yang telah menghujat Rasul Saw. (Lihat: Al-Qadhi Iyadh, Asy-Syifa bi Tarif Huquq al-Musthafa, hlm. 428).

Hal senada juga dinyatakan oleh Khalil Ibn Ishaq al-Jundiy, ulama besar mazhab Maliki, siapa saja yang mencela Nabi Saw, melaknat, mengejek, menuduh, merendahkan, melabeli dengan sifat yang bukan sifat beliau, menyebutkan kekurangan pada diri dan karakter beliau, merasa iri karena ketinggian martabat, ilmu dan kezuhudannya, menisbatkan hal-hal yang tidak pantas kepada beliau, mencela, dll maka hukumannya adalah dibunuh (Lihat: Khalil Ibn Ishaq al-Jundiy, Mukhtashar al-Khalil, I/251).

Bagi umat Islam, hukum menghina Rasul Saw jelas haram. Pelakunya dinyatakan kafir. Hukumannya adalah hukuman mati. Al-Qadhi Iyadh menuturkan, ini telah menjadi kesepakatan di kalangan ulama dan para imam ahli fatwa, mulai dari generasi sahabat dan seterusnya. Ibn Mundzir menyatakan, mayoritas ahli ilmu sepakat tentang sanksi bagi orang yang menghina Nabi Saw adalah hukuman mati. Ini merupakan pendapat Imam Malik, Imam al-Laits, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ishaq bin Rahawih dan Imam as-Syafi’i (Lihat: Al-Qadhi Iyadh, Asy-Syifa bi Tarif Huquq al-Musthafa, hlm. 428).

Penistaan terhadap sosok mulia Rasul Saw bukan kali ini saja terjadi, karena banyak kaum Muslim dan para tokohnya diam. Mereka berpikir bahwa diam dan bersabar ketika Nabi Saw dinista adalah sebuah kebaikan. Padahal, bungkamnya mereka membuat penistaan itu terus berulang. Mereka seakan lupa dengan sindiran Imam asy-Syafi’i kepada oang yang diam saat agamanya dihina:

Siapa yang dibuat marah namun tidak marah maka ia adalah keledai” (HR al-baihaqi).

Ulama besar Buya Hamka rahimahullah juga mempertanyakan orang yang tidak muncul ghirahnya ketika agamanya dihina,beliau menyamakan orang seperti itu seperti orang yang sudah mati.

Jika kamu diam saat agamamu dihina, gantilah bajumu dengan kain kafan.”

Pada zaman Nabi Saw ada seseorang yang amat marah kepada isterinya karena terus menerus menghina Nabi Saw. Akhirnya, sang suami membunuh isterinya tersebut. Ketika kabar ini sampai kepada baginda Nabi Saw dan pria ini mengakui perbuatannya, beliau bersabda:

“Saksikanlah bahwa darah perempuan yang tertumpah itu sia-sia (tidak ada tuntutan) ! (HR Abu Dawud).

Demikianlah kondisi yang terjadi saat ini–sangat berbeda, ketika ghirah umat masih kokoh dalam suasana Islam, perjuangan membela Rasul Saw dan syariah yang dibawanya benar-benar ditampakkan dengan segenap jiwa raga. Namun ghirah itu melemah bahkan hampir pudar saat umat Islam tak lagi ada dalam perlindungan Islam dan pemimpin Islam. Aturan demi aturan yang ditegakkan di bumi Allah Swt tak lagi dijalankan, sekalipun ada orang-orang yang memperjuangkan tegaknya Islam selalu dihadang dengan beragam fitnah dan sanksi. Penyematan radikalisme, terorisme terus digulirkan kepada siapa saja yaang mencoba mengutak-atik aturan di negeri ini agar sesuai dengan undang-undang Allah Swt. Maka, tak heranlah jika para penista, pencela syariat Islam terus bermunculan tanpa adanya sanksi tegas yang diberikan pemerintah. Wallahu a’lam bi ash-Shawab.

Oleh: UqieNai

(Alumni Branding for Writing)