Dua Kubu Saling Serang di Jalan Industri Nikel Konawe

Dua kubu nyaris bentrok di area industri tambang PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) Desa Morosi Kecamatan Bondoala Kabupaten Konawe, Senin (20/1/2020).

Kedua kubu terlibat saling kejar-kejaran menggunakan balok dan senjata tajam di sepanjang jalan masuk perusahaan Cina tersebut.

Beberapa aparat kepolisian berjaga di lokasi tersebut. Meski demikian, Kapolres Konawe AKBP Susilo Setiawan belum memberikan keterangan resmi soal ini.

Berdasarkan pantauan di lokasi, jalan menuju pabrik ditutup dengan tanah timbunan. Akibatnya, kendaraan yang hendak masuk dan keluar tertahan di daerah itu.

Keributan ini berawal dari massa pekerja dan kerabat PT Andalniaga Bumi Energi (ABE) hendak menggelar demo di depan kantor PT Konawe Putra Propertindo (KPP) di sekitar industri Morosi.

Mereka menutut agar PT KPP segera melunasi tunggakan utang sebesar Rp 14 miliar kepada PT Andalniaga Bumi Energi atas pembangunan jalan menuju jeti yang kini digunakan PT VDNI.

Namun, sebelum masuk di wilayah tambang, massa dari PT ABE ini dihalau oleh massa yang mengenakan penutup wajah. Pihak PT ABE menduga, massa itu adalah preman dari PT VDNI.

Humas PT Andalniaga Bumi Energi Muh Rianto Ali mengaku kecewa dengan adanya premanisme terhadap pekerja dan massa yang dihadirkannya.

“Kita sudah minta izin kepada polisi untuk menggelar aksi ini. Kenapa harus dicegat. Polisi harusnya paham penyampaian aspirasi itu dilindungi undang-undang,” katanya.

Untuk itu, pihaknya akan kembali menggelar aksi pada Rabu nanti dengan tuntutan yang sama.

Ia menyebut, keterlibatan perusahaannya di lokasi tambang yang dikuasai BUMN Cina itu berawal dari kerjasama antara KPP dan pihaknya untuk pembangunan jalan hauling pada 2013 silam.

KPP, kata dia, telah menjalin kerjasama dengan PT VDNI yang mengelola industri pemurnian nikel di daerah itu.

Meski tak ada kontrak tertulis, lanjut Rianto, PT KPP telah mengakui dalam surat resminya tentang surat pengakuan hutang Nomor : 002/X/KPP/2015.

“Total panjang jalan yang kami bangun 18 kilometer. Kami mengirimkan invoice sebesar Rp 14 miliar. Namun, yang diakui oleh KPP hanya Rp 4,5 miliar. Makanya, kami meminta agar tunggakkan yang dibayarkan harus sesuai tagihan,” jelasnya.

Ia menyebut, pihaknya sudah empat kali dalam lima tahun terakhir menagih utang KPP ini. Hanya saja, lanjut dia, KPP belum memberikan jawaban pasti. 

“Memang, alasannya karena KPP belum menerima termin pembayaran ketiga sebesar Rp 30 miliar dari VDNI. Hak itu berdasarkan akta perjanjian pengikatan jual beli lahan di kawasan industri nomor 65 tanggal 30 Maret 2015,” bebernya.

Sementara itu, di kantor PT KPP yang berhadapan dengan mess PT ABE, tak ada aktivitas perusahaan. Yang ada hanya beberapa sekuriti dan kepala pengawas perusahaan Andriawan.

Andriawan pun mengakui perusahaannya masih memiliki tunggakkan kepada PT ABE. Hanya saja, ia tidak mengetahui detil jumlahnya.

Ia menyebut, pihak KPP belum membayar tunggakkan ke PT ABE karena pihaknya belum menerima pembayaran termin dari PT VDNI.

“Informasi yang saya dapat begitu,” tuturnya.

Dikonfirmasi terpisah, Humas PT VDNI Indra menyebut belum berani memberikan komentar soal tunggakkan perusahaan Cina tersebut ke KPP.

“Saya tidak paham, karena saya belum di situ (saat KPP dan VDNI bermasalah soal tunggakkan),” katanya melalui telepon selulernya, Senin 20 Januari 2020.

Tim Redaksi