Sumur Bor Bakal Kena Pajak?

Sumur Bor Bakal Kena Pajak?
Hamsina Halisi Alfatih

Langkah Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) melalui sektor pajak tak tanggung-tanggung. Pasalnya rencana Pemkot Kendari memberlakukan pajak air bawah tanah ditandai dengan penyerahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kendari melalui rapat paripurna, Rabu 8 Januari 2019. (Inilahsultra.com, 09/01/20)

Wali Kota Kendari Sulkarnain Kadir mengatakan, pemberlakuan pajak air bawah tanah akan dibuatkan Perda tersendiri, untuk mengoptimalkan peningkatan PAD di sektor pajak. (Inilahsultra.com, 09/01/20)

Setelah ‘pemalakan’ yang dilakukan oleh pemerintah melalui asuransi layanan kesehatan BPJS, kini masyarakat khususnya daerah Kendari harus gigit jari dengan diberlakukannya perpajakan air bawah tanah (sumur bor). Memandang hal tersebut, tentu hal ini merupakan salah satu bentuk kezoliman yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Mengapa demikian? Sebab penggunaan air bawah tanah atau sumur bor merupakan kepemilikan pribadi setiap masyarakat yang tidak semestinya diberlakukan sistem perpajakan sebagai bentuk peningkatan PAD.

Namun dalam sistem kapitalisme saat ini ‘pemalakan’ terhadap masyarakat sudah menjadi corak utama pemerintah untuk meningkatkan pendapatan daerah. Padahal jika didalami lagi untuk meningkatkan pendapatan daerah seharusnya tidak diberlakukannya sistem perpajakan yang seolah-olah memeras harta rakyat. Pemerintah daerah justru seharusnya mendorong peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam (SDA) yang selama ini belum terjamah.

Peningkatan pendapatan asli daerah merupakan salah satu modal keberhasilan dalam mencapai tujuan pembangunan daerah. Karena PAD menentukan kapasitas daerah dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan. Baik pelayanan publik maupun pembangunan. Semakin tinggi dan besar rasio PAD terhadap total pendapatan daerah memperlihatkan kemandirian dalam rangka membiayai segala kewajiban terhadap pembangunan daerahnya.

Karenanya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah seyogyanya pemerintah seharusnya memanfaatkan sumber daya alam yang berada di wilayah tersebut. Pemanfaatan SDA di wilayah Sultra sendiri terbilang banyak.

Diantaranya, sumber daya alam (SDA) yang begitu melimpah di Bumi Anoa ini baik nikel, aspal, emas dan hasil tambang lainnya. Bidang lainnya adalah sektor pertanian, industri jasa, peternakan, perikanan, pariwisata dan budaya. Potensi itu tersebar di 16 kabupaten dan kota di Sultra.

Islam sendiri telah mengatur bagaimana tata cara mengelola SDA untuk meningkatkan baik sumber pendapatan maupun pembangunan. Dalam hal ini kekayaan alam tidak boleh diserahkan kepada individu, baik swasta maupun asing. Pemanfaatan SDA tersebut menjadi tanggung jawab penuh negara demi tercapainya kemaslahatan rakyat. Karenanya, sistem pajak dengan kata lain sebagai bentuk ‘pemerasan’ terhadap rakyat seharusnya tidak diberlakukan.

Syara’ melarang penguasa mewajibkan pajak terhadap kaum muslim. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw :

«لا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ»

“Tidak masuk surga orang yang menarik maksun-cukai/pajak-” (HR Ahmad dan dishahihkan oleh az-Zain dan al-Hakim)

Al-maksu adalah pajak yang diambil dari para pedagang di perbatasan negeri. Akan tetapi larangan tersebut mencakup semua pajak dikarenakan sabda Rasul saw dalam hadits muttafaq ‘alaih dari jalur Abu Bakrah:

«إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا…»

“Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian adalah haram seperti keharaman hari kalian ini di negeri kalian ini pada bulan kalian ini…”

Dan itu bersifat umum baik khalifah maupun orang lain. Jadi, khalifah tidak boleh mewajibkan pajak agar bisa dibelanjakan, akan tetapi untuk membelanjakan keperluan yang menyangkut kepentingan ummat maka dana tersebut diambil dari Baitul Mal.

Namun, jika pada kondisi tertentu apabila kas baitul mal mengalami kekosongan maka kholifah wajib memberlakukan pajak bagi kaum muslim yang memiliki harta lebih. Dan pemungutan pajak ini hanya sebatas untuk menutupi kekurangan kas negara saja, tidak lebih.

Demikian bagaimana pemberlakuan pajak dalam sistem kapitalisme dan islam, jika dalam kapitalisme meniscayakan pajak sebagai bentuk kezoliman terhadap rakyat. Maka islam hadir sebagai benteng untuk melindungi umat dari segala bentuk kezoliman yang dilakukan oleh penguasa zalim.

Wallahu A’lam Bishshowab

Oleh: Hamsina Halisi Alfatih