Kerukunan Antar Umat Beragama di Sistim Sekuler? Impossible!

Oleh : Yana Azzam (Member Lingkar studi Islam dan peradaban)

Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri tentang pendirian tempat ibadah tahun 2006, yang telah diterbitkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menjadi pemicu munculnya permasalahan pelarangan pendirian rumah ibadah terhadap kelompok minoritas di suatu daerah.

Iklan KPU Sultra

Kini, Minahasa Utara, Sulawesi Utara meradang. Terjadi perusakan tempat ibadah agama minoritas di daerah tersebut, yaitu perusakan ibadah ummat Islam, mushollah Al Hidayah. Kasus perusakan mushollah Al Hidayah bukanlah yang pertama, akan tetapi respon yang didapatkan berbanding terbalik dari kasus-kasus yang lain. Pemerintah tak terlalu menanggapi serius kasus tersebut, malahan Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Argo Yuwono, menjelaskan bahwa itu merupakan tempat balai pertemuan, bukan merupakan tempat ibadah (masjid). (Teropongsenayan.com/30-01-2020)

Sistem kapitalis, yang beraqidah sekuler, yaitu pemisahan agama dari kehidupan, yang mengagung-agungkan kebebasan. Baik kebebasan dalam hal beragama/beraqidah, kebebasan berpendapat, kebebasan kepemilikan dan kebebasan berekspresi. Dan empat kebebasan inilah yang menjadikan sistim kapitalis ini akan semakin eksis di peradaban. Kasus perusakan mushollah Al Hidayah di Minahasa ini jelas melanggar kebebasan beragama dan berkeyakinan yang diagung-agungkan sistim kapitalis di dalam UUD 1945. Ini menjadi bukti lemahnya pembangunan kerukunan beragama, yang berakibat pada konsentrasi menegakkan pembelaan berlebihan terhadap warga minoritas. Dan akan berpotensi munculnya tirani minoritas terhadap sikap keberagaman.

Cukup jelas hal ini menjadi bukti kegagalan sistim kapitalis sekuler dalam mewujudkan kerukunan antar ummat beragama secara hakiki. Berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam, cara untuk menjaga aqidah diatur oleh negara. Negara menjamin dan menjaga seseorang untuk beribadah sesuai dengan agamanya. Bahkan negara akan menghukum seseorang apabila dia tidak menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya. Semisal apabila datang hari Jum’at dan seorang muslim laki-laki berkewajiban untuk menjalankan sholat Jum’at, akan tetapi karena sebab bekerja kemudian dia lalai dalam menjalankan sholat Jum’at, maka negara akan meminta pertanggungjawaban kepada muslim laki-laki tersebut, mengapa dia mengutamakan bekerja dari pada sholat Jum’at, padahal sholat Jum’at adalah aturan yang telah Allah tetapkan dan hukumnya wajib. Dalam hal ini seorang muslim laki-laki yang melalaikan menjalankan sholat Jum’at akan diberi sanksi oleh negara.

Demikianlah jika sistem Islam ditetapkan di seluruh penjuru bumi/dunia. Dari sisi  aqidah/kebebasan beragama akan terjaga. Kerukunan antar ummat beragama akan terwujud dan akan terjalin hubungan yang harmonis diantara ummat beragama. Maka sungguh hanya Islam yang menjadi solusi tuntas atas permasalahan toleransi/kerukunan antar ummat beragama, bukan sistem lain hasil pemikiran manusia.

Wallahu’alam bi ash showab.