Endang. Lebih Baik Sering Turun Lapangan, Bukan ke Polisi Melapor

Endang. Lebih Baik Sering Turun Lapangan, Bukan ke Polisi Melapor
Wakil Ketua DPRD Sultra Muh. Endang SA (ketiga dari kiri) saat bersama anggota DPRD Sultra melakukan kunjungan dan peninjauan di kabupaten Kolaka Utara. (FOTO : TIM TEGAS)

Ancaman Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Lukman Abunawas terhadap Wakil ketua DPRD Sultra Muh. Endang SA kepada pihak kepolisian atas pemberitaan disejumlah media yang menyebutkan Gubernur dan Wakil Gubernur “malas” masuk kantor untuki melakukan pelayanan ditanggapi biasa oleh Muh. Endang.

Bukannya menanggapi ancaman itu denga serius, justru Ketua DPD Partrai Demokrat Sultra itu mengajak Wakil Gubernur Sultra untuk rajin turun kelapangan untuk melakukan tinjauan atau kunjungan kerja. Dengan berkunjung di daerah daerah, maka akan terlihat hasil hasil kerja Pemerintah Provinsi di daerah, seperti yang kami tinjau di Kolaka Utara ini.

“Daripada repot melaporkan saya ke polisi untuk mepidanakan atas pernyataan saya disejumlah media, sebaiknya pak Wagub sering turun dilapangan untuk melihat langsung apa hasil kinerja Pemprov, termasuk keluhan dan kebutuhan masyarakat,”ujar Muh Endang SA disela sela kegiatan tinjauan sejumlah proyek yang diduga bermasalah Kabupaten Kolaka Utara, Jum,at (21/2/2020).

Terkait ancaman Wakil Gubernur Sultra tersebut, bila kita hubungkan dengan Undang undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang MD3, maka hal tersebut belum dapat bertetangan seperti penjelasan dibawah ini.

Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) menjamin hak kekebalan hukum (imunitas) yang dimiliki anggota DPR – DPRD.

Hak Imunitas :

Pasal 224.

1. Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR.

2. Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena sikap, tindakan, kegiatan di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang semata-mata karena hak dan kewenangan konstitusional DPR dan/ atau anggota DPR.

3. Anggota DPR tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik di dalam rapat DPR maupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR.

4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dinyatakan sebagai rahasia negara menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3) dan ayat (4) harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan.

6. Mahkamah Kehormatan Dewan harus memproses dan memberikan putusan atas surat pemohonan tersebut dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari setelah diterimanya permohonan persetujuan pemanggilan keterangan tersebut.

7. Dalam hal Mahkamah Kehormatan Dewan memutuskan tidak memberikan persetujuan atas pemanggilan anggota DPR, surat pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak memiliki kekuatan hukum/batal demi hukum. 

Hak imunitas ini juga dijamin dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 20A, ayat (3). Bunyinya adalah “Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.”

TIM REDAKSI