Moralitas Remaja Tergerus Zaman

Anhy Hamasah Al Mustanir

Pemandangan yang tak lazim sering dijumpai di tengah masyarakat, hingar bingar dunia dengan segudang kesenangan semu kian merebak. Tak ketinggalan, remaja pun seolah meronta-ronta untuk menjemput kesenangan itu, tentunya dengan cara dan pola pikir mereka yang masih labil.
Kelabilan itulah yang dimanfaatkan oleh berbagai kalangan, bahkan tontonan pun ikut mengambil alih peran dalam menggoda para remaja agar berperilaku mengikuti zaman edan ini. Maka tak heran, kehidupan remaja saat ini jauh sekali dengan harapan kedua orang tua mereka.

Begitulah yang terjadi ketika Razia penyakit masyarakat (pekat) yang dilakukan tim gabungan TNI-Polri bersama pemerintah Kecamatan Pasar Kota Jambi berhasil mengamankan 37 pasangan anak di bawah umur. Mirisnya, puluhan pasangan anak di bawah umur itu terjaring saat berada di kamar hotel.

Iklan ARS

Sebagian dari mereka yang terjaring di hotel itu bahkan merayakan ulang tahun dengan cara pesta seks. Saat terjaring razia itu, petugas juga mengamankan sekotak kondom dan obat kuat yang diduga akan digunakan pasangan ABG tersebut untuk berbuat maksiat.

Bahkan, usia mereka pun terbilang masih sangat belia, laki- lakinya umur 15 tahun sedangkan perempuan umur 13 tahun. Lebih miris lagi, salah satu kamar ditemukan 1 perempuan dan 6 laki- laki, ujar Camat Pasar Kota Jambi, Mursida, Kamis Malam (9/7/2020). (Sumber Kompas.com).

Sungguh hal ini, tentu menjadi pukulan berat bagi para orang tua mereka. Seyogyanya, remaja ini harusnya menjadi tumpuan harapan mereka yang kelak akan mengharumkan nama mereka di masa depan kini hanya tinggal kenangan pahit. Pahit karena seluruh dunia telah mengetahui ulah kenakalan anak- anak mereka.

Kejadian pahit ini, tak lepas dari pengaruh lingkungan yang semakin kejam. Bahkan, remaja pun sudah menjadi target dan sasaran empuk dari paham kebebasan dalam berperilaku. Ironisnya, peran orang tua sebagai madrasah pertama anak agaknya telah gagal menjaga kehormatan anak – anak mereka.

Selain itu, sekolah sebagai sarana kedua dalam mencetak generasi gemilang untuk masa depan dinilai gagal menanamkan moralitas yang mampu menjaga remaja tersebut dari pergaulan bebas termasuk seks. Pergantian kurikulum berkarakter pun tak serta merta mengubah perilaku anak menjadi bermoral.

Disisi lain, peran negara juga belum mampu menjaga kehormatan remaja ini agar terhindar dari pengaruh lingkungan yang semakin hari semakin bobrok. Padahal, tugas utama negara adalah melindungi para generasi penerus bangsa nantinya.

Eksistensi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang dibentuk oleh negara pun sepertinya, belum menjamin terjaganya anak – anak dari perilaku yang menyimpang dari norma – norma yang berlaku dinegara ini. Mengapa semua ini bisa terjadi? Karena kurangnya kerjasama antara unsur – unsur penjabat terkait.

Pasalnya, tontonan perusak moral remaja kian masif ditayangkan diberbagai TV Swasta. Adegan dewasa pun dilakoni oleh para remaja demi pundi – pundi rupiah. Akibatnya, para penikmat drama tersebut pun tergoda untuk mengaplikasikan dalam kehidupan nyata.

Alhasil, kasus remaja dengan perilaku anmoral pun semakin banyak dijumpai ditengah masyarakat. Oleh karena itu, pencegahan perilaku ini harus jadi perhatian besar oleh berbagai pihak antara lain orang tua, guru, masyarakat, dan negara.

Sebagai orang tua, maka sudah hal penting baginya untuk menanamkan akidah dan akhlak yang baik kepada anak-anaknya. Apalagi, jika anak-anak ini terlahir dari kedua orang tua yang muslim. Maka pola mendidiknya pun harus sesuai dengan syariat Islam.

Begitu pula, jika ia seorang guru harus memperhatikan peserta didiknya agar tak pandai dalam bidang ilmu pengetahuan saja melainkan menanamkan moral yang mempuni karena sungguh tidak ada gunanya jika peserta didik cerdas dalam ilmu pengetahuan umum namun mines ilmu pengetahuan agama.

Masyarakat harus memiliki sikap simpati dan empati pada lingkungannya, karena masyarakat itu terdiri dari kumpulan manusia yang seharusnya memiliki pemikiran, perasaan dan peraturan yang sama. Sehingga, ketika ada penyimpangan yang terjadi dalam lingkungan tempat tinggalnya maka sudah sepatutnya untuk berupaya mencegah bukan acuh tak acuh.
Kemudian pula, kehadiran negara ditengah masyarakat juga harus dominan, negara memiliki peranan yang lebih besar untuk mencegah terjadinya kriminal ataupun penyimpangan dalam lingkup wilayah kekuasaannya.

Karena kepatuhan masyarakat tergantung dari hukum – hukum yang di adopsi oleh negara. Jika hukumnya carut marut maka hasilnya pun akan demikian.
Oleh sebab itu, untuk mencegah kejadian penyimpangan dan kriminal lainnya agar tak terulang kembali diperlukan keluarga, masyarakat, negara dan dan terutama hukum yang berdasarkan pada Alquran dan Sunnah. Karena hanya dengan penerapan syariat Islamlah yang mampu menuntaskan masalah dari akar hingga buahnya.Wallahu’alam bisshowab.

Oleh: Anhy Hamasah Al Mustanir
(Relawan Media dan Opini)