Hadapi Pandemi Covid-19: Selain Edukasi, Sanksi Harus Diberlakukan

Wibiner series #7 PSKP

Jumlah kasus terkonfirmasi Covid-19 di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) terus bertambah. Makassar telah menjadi salah satu episentrum penyebaran covid-19 di Sulsel. Oleh karena itu, Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan (PSKP), menyelenggarakan Webinar Series ke-7 dengan tema “Penanganan Covid-19 di Sulawesi Selatan”, diselenggarakan Rabu (15/7).

Webinar ini dihadiri oleh Dr. H. Aslam Patonangi, S.H., M.Si, Asisten I Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel, Fajlurrahman Jurdi selaku dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, dan Dr. dr. Irawaty Djaharuddin Sp.P(K), FISR yang merupakan Dokter Ahli Paru dan Ketua tim covid-19 di RS Wahidin Sudirohusodo.

Iklan KPU Sultra

Memulai diskusi, Direktur Eksekutif PSKP, Efriza, menyampaikan bahwa meskipun telah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Provinsi Sulawesi Selatan, khususnya Kota Makasar belum mampu menekan penyebaran Covid-19.

Efriza menilai kekompakan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan masih kurang. “Sebagian masyarakat Makasar, telah menaati protokol kesehatan, namun tidak sedikit pula yang masih belum kompak menerapkan protokol kesehatan ini,”ucapnya.

Senada dengan Efriza, dr. Irawaty juga menyampaikan bahwa sense of crisis di tengah masyakat masih kurang, “Masyarakat harus sadar penyakit ini berbahaya, sangat menular. Perlu kedisiplinan semua pihak untuk memutuskan rantai penyebaran, karena sampai sekarang belum ada obat spesifik maupun vaksin untuk virus ini”, tutur dr. Irawaty.

Mewakili Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Aslam Patonangi yang merupakan Asisten I Pemprov Sulsel ini menyampaikan salah satu penyebab meningkatnya kasus Covid-19 di Sulsel adalah karena kapasitas pengujian laboratorium di Sulsel yang juga terus ditingkatkan.

Namun, mantan Bupati Pinrang dua periode ini (2009-2019) juga tidak menampik masih banyak masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan.

Berbagai upaya edukasi dan internalisasi nilai-nilai hidup baru telah diupayakan oleh Pemerintah dengan melibatkan berbagai pihak.

“Untuk edukator, kita melibatkan berbagai pihak, misalnya di ruang publik yang rawan kerumunan kami menempatkan tim gabungan melibatkan TNI/Polri, untuk mengingatkan masyarakat tetap menjalankan protokol. Upaya hingga tingkat terkecil juga kami lakukan dengan menjadikan ketua RT dan RW sebagai ujung tombak edukator masyarakat,”katanya.

Menurut keterangannya, hingga saat ini Pemerintah masih berupaya memperbanyak edukator dari berbagai sektor dan lapisan masyarakat, “Kami masih terus melakukan identifikasi dan menambah edukator dari berbagai aspek kehidupan masyarakat,”tambahnya.

Fajlurrahman Jurdi memiliki pandangan yang berbeda. Dia menyampaikan kenaikan angka kasus terkonfirmasi Covid-19 ini tidak hanya disebabkan oleh masyarakat yang tidak menaati protokol kesehatan, namun juga Pemerintah yang dinilai tidak memiliki aturan tegas.

“Selain melakukan edukasi kepada masyarakat, aturan tegas dengan sanksi yang ditentukan perlu untuk ‘memaksa masyarakat’ tertib melaksanakan protokol kesehatan, aturan ini merupakan affirmative action hingga setelah masyarakat sudah tertib dengan protokol kesehatan, aturan ini dapat dicabut atau secara sosiologis otomatis tidak berlaku,”ungkap dosen hukum ini.

Aslam Patonangi juga menyampaikan bahwa selama ini sudah ada beberapa instrumen aturan mengenai penerapan protokol kesehatan di masyarakat, namun untuk menerapkan sanksi perlu produk peraturan daerah.

“Untuk sanksi bisa diterapkan dengan dibentuknya Peraturan Daerah, melalui perundingan dengan DPRD. Sanksi dimungkinkan diterapkan, namun bentuknya tidak akan hukuman badan tapi dalam bentuk denda. Dan saat ini, kami juga mempercepat proses konsultasi legal drafting dari daerah-daerah yang hendak mengeluarkan aturan penanganan Covid-19,”jelas Asisten I Pemprov Sulsel ini.

Namun, Aslam Patonangi berharap edukasi masyarakat dapat dijalankan dan berhasil, sehingga aturan yang disusun tidak terlalu represif.

Menanggapi hal ini, Fajlurrahman Jurdi mengusulkan bahwa aturan dibuat terintegrasi antar daerah di Sulsel.

“Gubernur harus menjadi koordinator integrasi peraturan antar daerah. Memang butuh waktu penerapan aturan ini, dan mungkin akan mendapat penolakan masyarakat, tapi memang harus dipaksakan untuk menekan penyebarannya,”ungkap Faljurrahman Jurdi.

Sementara itu, dr. Irawati menyampaikan, edukasi diiringi aturan yang tegas akan sangat membantu menekan penyebaran Covid-19.

“Memang semua perlu kesadaran pribadi, dimulai dari diri sendiri. Namun, dengan peraturan tegas dapat berimplikasi pada jumlah pasien covid di rumah sakit. Ya, jadi semua terkait, dokter tidak berdiri sendiri, selain doa dan supporting APD, supporting kebijakan juga sangat membantu kita,”ungkap Dokter Ahli Paru RS Wahidin Sudirohusodo ini.

REDAKSI