Menakar Kesungguhan Negeri Atasi Pandemi

FATIMAH AZZARIA

Virus Corona (covid-19) masih menjadi persoalan besar bagi bangsa Indonesia. Jumlah kasus positif virus corona (Covid-19) di Indonesia mengalami penambahan sebanyak 1.681 orang per Minggu (12/7). Sehingga, total pasien positif corona di Indonesia secara kumulatif mencapai 75.699 kasus. Dari total itu, sebanyak 35.638 orang dinyatakan sembuh dan 3.606 orang lainnya meninggal dunia.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto menyatakan sebagian besar kasus pasien positif virus corona (Covid-19) yang baru ditemukan hari ini kebanyakan berstatus sebagai orang tanpa gejala (OTG). Yurianto menyatakan pasien dengan status OTG sama sekali tak merasakan keluhan dan tak merasakan sakit apapun meski sudah dinyatakan positif Covid-19.

Iklan ARS

Kasus penyebaran covid-19 yang ekstra cepat ini menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat. Dari hasil riset sebelumnya, WHO memaparkan jika virus ini mampu menular melalui udara. Namun, belakangan pernyataan ini direvisi WHO sendiri. Diberitakan detik.com (15/7) mengutip Daily Star, profesor Wendy Barclay dari Imperial College London menyampaikan bahwa mikrodroplet virus corona dapat bertahan di udara lebih dari satu jam.

Maka, ketika seseorang berbicara, bersin, batuk atau berteriak, mereka mengeluarkan ludah. Ludah yang ukurannya sangat kecil (mikro) inilah yang akan melesat jauh di udara. Sehingga jika sirkulasi udara tidak bagus, bisa saja mikrodroplet ini menempel pada orang lain. Meskipun mereka tidak melakukan kontak erat. Sehingga terjadi penularan virus dengan mudah.

Dengan semakin banyaknya pasien covid-19, harus ada evaluasi penanganan. Apalagi pada tiap harinya terjadi seribu lebih kasus baru dan sebagian besar diderita para milenial. Ini merupakan catatan merah negara yang perlu segera diselesaikan. Namun, alangkah baiknya jika pihak pemerintah tidak sekedar menyampaikan agar OTG milenial melakukan isolasi mandiri sehingga tidak membebani rumah sakit. Namun, OTG Milenial juga tetap perhatian, perlindungan dan penjagaan. Sehingga kesehatan dan proses penyembuhan mereka terus dipantau sebagaimana orang dengan gejala.

Beberapa kebijakan pemerintah juga perlu mendapat evaluasi. Termasuk program new normal. Yakni, kebolehan beraktivitas seperti biasa dengan protokol kesehatan. Karena faktanya, kalangan milenial dengan sistem imun tertinggi pun menjadi penyumbang kasus terbanyak. Maka, perlu ada antisipasi khusus bagi mereka yang memang harus bekerja di luar rumah. Baik bagi BUMN, PNS, atau pekerja lainnya seperti pekerja pabrik, dsb.

Upaya dan kesungguhan pemerintah dalam menangani virus perlu dibuktikan. Bukan hanya sekedar menghimbau. Bukan pula menyerahkan kehati-hatian pada masyarakat sendiri, sehingga membiarkan mereka beradu nasib dengan virus di luar sana. Tapi pemerintah juga perlu melakukan gebrakan antisipasi penyebaran virus, seperti pemberhentian kerja sementara untuk dilakukan pengecekan rapid tes maupun swab secara massal. Setelah hasilnya keluar, dilakukan pemisahan antara yang sehat dan yang sakit. Masyarakat yang sehat bisa beraktifitas dan bekerja kembali. Masyarakat yang sakit dikarantina dan diobati. Dengan begitu rantai penularan bisa terputus.

Tugas pemerintah untuk mengurus rakyat bukan hal sepele. Pelaksanaan tes massal butuh dana besar. Dengan memaksimalkan pendapatan SDA (sumber daya alam), seharusnya Indonesia mempunyai pemasukan negara yang sangat tinggi. Namun, hal itu tidak terjadi jika sistem kapitalisme mencengkram negeri dan menjadikan seluruh kepemilikan SDA beralih kepada pemodal, bukan kembali pada rakyat di atas pengelolaan pemerintah.

Kini, Indonesia dengan seluruh kekayaan SDA tak ubahnya seperti ayam yang mati di lumbung padi. Mempunyai SDA melimpah, namun tak dapat menikmatinya. Indonesia selalu terdesak masalah dana, hingga terjebak pada dana pinjaman berbunga yang menambah masalah berikutnya.

Namun, kesulitan dana tersebut tidak berlaku dalam negara dengan sistem Islam kaffah. SDA (sumber daya alam) negara merupakan aset-aset yang dimiliki rakyat, dikelola oleh negara, hingga kemanfaatannya dikembalikan pada pemiliknya (rakyat). Negara dengan sistem Islam kaffah adalah negara yang memiliki visi dan misi besar. Berjalan dengan tuntunan wahyu Ilahi. Yaitu negara yang mengambil peraturan Islam sebagai petunjuknya. Sebagaimana zaman Nabi dahulu. Bukan negara yang menyerahkan kedaulatan dan seluruh SDA ke tangan pemodal atau negara asing serta menggadaikan negeri sendiri.  Wallahu a’lam bishawab.

FATIMAH AZZARIA (Aktivis Muslimah)