Pilkada Konkep, Pengamat: Peluang Menang Halim-Untung Terbuka Lebar

FOTO: tegas.co

TEGAS.CO., KENDARI – Pasangan Abdul Halim-Untung dipastikan maju sebagai bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Konawe Kepulauan (Konkep) jalur independen di Pilkada 9 Desember 2020 mendatang.

Kepastian Halim-Untung lolos dalam tahapan pencalonan Pilkada Konkep, setelah KPU mengumumkan hasil pleno verifikasi faktual perbaikan syarat dukungan perseorangan, beberapa waktu yang lalu.

Dimana, hasil verifikasi faktual perbaikan, KPUD Konkep mencatat dari 3.065 foto copy KTP yang diserahkan Paslon Halim-Untung, memenuhi syarat 2.508 dan tidak memenuhi syarat 557.

Dengan demikian, jika disimulasikan hasil verifikasi faktual perbaikan dan verifikasi faktual pertama tersebut, total yang memenuhi syarat sebanyak 4.622 KTP.

Dari total jumlah tersebut, Halim-Untung telah memenuhi syarat sebab KTP yang terkumpul sebanyak 2.527 atau 10 persen dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebagai calon perseorangan.

Dengan lolosnya Halim-Untung bertarung di Pilkada 2020 melalui jalur independen mencatatkan Konkep telah melahirkan dua calon perseorangan secara beturut-turut di Pilkada 2015 dan 2020 ini.

Pengamat Politik Sulawesi Tenggara, Najib Husain.

Menanggapi hal tersebut, Pengamat Politik Sulawesi Tenggara (Sultra), Najib Husain memastikan peluang menang Paslon Bupati dan Wakil Bupati Halim-Untung terbuka lebar.

Menurut Najib, baik melalui jalur Partai Politik maupun jalur independen itu hanya sebuah kendaraan politik untuk menuju di kontestasi lima tahunan tersebut.

Najib Husain mengatakan, Lewat Parpol pun tidak ada jaminan bakal menang. Karena pertarungan perebutan tahta politik ini, yang terpenting adalah elektabilitas dan ketokohan bakal balon itu sendiri.

“Peluang menang selalu tetap ada, sekalipun itu, sebagai calon independen yang tidak menggunakan Parpol,”ungkap dia, Rabu (26/8/2020).

Untuk itu kata Najib Husain, dari sisi suara atau basis, Halim-Untung telah memiliki suara dasar tersebut. Tinggal bagaimana kekuatan besar ini dapat dipertahankan.

“Dengan mengantongi 4.622 KTP, ini merupakan modal awal, jadi tinggal mencari tambahannya, bukan kemudian berkurang,” ujarnya.
Bukan tanpa alasan Najib mengatakan demikian. Menurutnya, pengalaman selama ini calon perseorangan di Sultra, suara dukungan saat mendaftar dan suara di hari “H” berkurang.
“Ini karena calon tidak mampu meyakinkan dan memberikan kepastian pada suara awal yang jadi modal awal,”katanya.

Di Sulawesi Tenggara ada tujuh kabupaten yang bakal menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Dari tujuh daerah tersebut, hanya satu kabupaten yang dihiasi independen yaitu Konkep.

Kata Najib Husain, calon kepala daerah (Cakada) yang melalui jalur Independen di Pilkada tahun ini terjadi kemunduran. Pasalnya, jika dibandingkan Pilkada tahun 2015 silam, calon perseorangan ditemukan di tiga daerah yaitu, Konawe Selatan (Konsel), Buton Utara (Butur), dan Konkep.

“Jika membandingkan Pilkada 2015 berarti terjadi kemunduran, dimana calon independen ditemukan di Butur, Konsel dan Konkep,” paparnya.

“Sekali lagi, terbukti bahwa bakal calon lebih percaya partai dibanding calon perseorangan,”sambung dia.

Minimnya peminat pada jalur perseorangan, lanjut Najib Husain, ada dua faktor utama. Pertama, untuk lolos di Pilkada, calon harus memenuhi persyaratan KTP dengan rentetan verifikasi yang panjang, dan itu menyebabkan energi, tenaga serta biaya terkuras.

Biasanya, calon setelah mendaftar kehilangan kekuatan, dan itu dapat dibuktikan antara syarat dukungan yang dimasukkan di KPU dan suara di hari “H”, sangat jauh berbeda, sehingga, ini salah satu faktor yang menyebabkan lebih banyak calon memilih menggunakan jalur partai politik (Parpol) ketimbang calon perseorangan.

“Jadi sampai saat ini tidak ada calon independen di Sultra yang bisa masuk dua besar apalagi menang, karena itu tadi, sudah habis saat sebelum mendaftar di KPU,” katanya.

Selain itu, alasan kedua, beber Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari ini, mesin politik calon perseorangan kurang bertenaga, karena disebabkan tidak ada mesin politik dari partai.

Apalagi tambah dia, ketika terpilih nantinya, figur dari calon perseorangan ini akan krisis percaya diri. Hal itu dikarenakan, dirinya tidak memiliki kekuatan di parlemen (DPRD).

“Jadi besar kemungkinan visi dan misi tidak bisa dijalankan. Sehingga dalam realita politik pada umumnya pemenang calon independen biasanya langsung mengumumkan diri untuk mengambil dan menguasai partai untuk membangun kekuatan di lima tahun berikutnya,”tukasnya.

H5 / MA5