Kendari Status Zona Berbahaya, Dimana Solusinya?

Rayani Lanika

TEGAS.CO., KENDARI – Pandemi tak berkesudahan hampir seluruh wilayah takluk akan kedik berdayannya, tak terlewat Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) ditetapkan sebagai wilayah berstatus zona merah atau bahaya virus Corona oleh Satuan Gugus Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Provinsi Sultra. Berdasarkan data Satgas Covid-19, ibu kota Sultra tersebut memiliki kasus infeksi virus Corona yang terus melonjak tajam dan menyumbang angka kasus harian terbanyak di antara 17 kabupaten/kota sejak dua pekan terakhir.

Kasus Covid-19 di Kota Kendari hingga 8 September 2020 sebanyak 657 orang, 279 kasus di antaranya kasus aktif yang masih menjalani isolasi. 362 telah dinyatakan sembuh dan 16 orang sisanya tewas setelah mengidap Covid-19. Seiring dengan jumlah kasus yang terus meningkat, kondisi fasilitas kesehatan rujukan Covid-19 ikut membludak.

Iklan ARS

Dua rumah sakit rujukan di Kota Kendari yakni Rumah Sakit Bahteramas dan RSUD Kota Kendari penuh sesak dengan pasien yang harus diisolasi. Kapasitas Rumah Sakit Bahteramas untuk pasien Covid-19 sebanyak 41 tempat tidur di kamar isolasi. Sementara itu, RSUD Kota Kendari hanya menampung 75 sampai 80 pasien. Kedua rumah sakit itu kini tak lagi menerima pasien Covid-19. (zonasultra.com 23/9/2020).

Lonjakan kasus yang terus bertambah dan bahkan terkesan ketidak pedulian terhadap angka penyebaran menjadi sorotan, Rumah Sakit sebagai harapan bagi masyarakatnya menunjukkan ketidakmampuan untuk berupaya menekan lonjakan tersebut. Pelayanan yang terbatas bahkan asal-asalan dengan dalih keterbatasan sarana menjadi dalih yang sering dilontarkan pihak Rumah Sakit. Pun, demikian alasan overcapacity di Rumah Sakit rujukan menjadi sebuah kasus dilematik karena masih berorientasi pada bisnis untung rugi.

Sistem kesehatan berbasis asuransi yang selama ini dibangga-banggakan nyatanya hanya jadi beban. Rakyat yang sudah kesusahan, dipaksa membayar premi lebih mahal. Tak ada pilihan. Sementara untuk beroleh layanan, belum tentu mereka semua mendapatkan. Karena birokrasi layanan kesehatan dibuat berbelit demi meraih banyak keuntungan.

pemerintah daerah sendiri nampak tak berdaya memberi jaminan ekonomi secara maksimal bagi rakyatnya. Jangankan jaminan ekonomi, sekadar menyediakan layanan kesehatan minimal pun mereka tak kuasa. Hingga untuk sekadar pengadaan APD, banyak rumah sakit yang bergantung pada sumbangan rakyatnya. Pada akhirnya pasien yang terinfeksi tak mendapatkan haknya, seyogianya Rumah Sakit adalah tempat berlangsungnya kehidupan bagi manusia.

Melihat fenomena lonjakan kasus Corona di Sultra, tentunya ini harus menjadi perhatian utama bagi pemerintah provinsi (Pemprov) Sultra, untuk bagaimana duduk bersama memikirkan agar kasus Corona ini tidak lagi melonjak naik, namun grafiknya harus menurun. Olehnya itu, penanganan pandemi Covid-19 ini, bukan hanya sekedar menjaga jarak, menggunakan masker, cuci tangan, dan lain sebagainya. Namun ada hal urgen yang harus dilakukan oleh pemerintah. Karena sangat disayangkan jika pemerintah pada awal-awal penyebaran melakukan tindakan menyelamatkan warganya tentu tak separah yang dibayangkan. Tak heran jika di tengah fasilitas kesehatan yang tak memadai korban pun terus berjatuhan. Bahkan tak sedikit tenaga medis yang gugur akibat minimnya perlindungan. Sementara masyarakat kebanyakan hanya bisa pasrah dengan keadaan. Menghadapi pilihan sulit, antara bertahan atau terancam mati karena paparan virus mematikan.

pemerintah, baik Pemprov, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan Pemerintah Kota (Pemkot) wajib Serius dan Konsisten menangani pandemi Covid-19 tersebut. Terutama bagaimana strategi perlindungan masyarakat terhadap penanganan Covid-19 secara cepat dan tepat. Pengelolaan Sumber Daya Alam dan potensi Alam lainnya harus mutlak dilakukan secara mandiri untuk layanan kesehatan masyarakat secara gratis, karena jika tidak System kesehatan dengan basis bisnis akan menciptakan masalah apalagi di masa pandemik.

Jika hal ini dilakukan, kemungkinan besar statistik peningkatan kasus Covid-19 di Sultra akan menurun dengan adanya regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Tetapi hal itu juga harus dibarengi peran pemerintah dalam strategis penanganan yang berintegritas dengan seluruh stocholder tanpa terkecuali. Sungguh apa yang terjadi hari ini semestinya cukup untuk mengoreksi total sistem kesehatan sekuler kapitalistik yang diterapkan sebagai bagian kecil dari sistem hidup sekuler secara keseluruhan. Karena sistem ini benar-benar jauh dari kata manusiawi. Semuanya termasuk urusan kesehatan serba diukur dengan takaran untung rugi.

Berbeda jauh dengan sistem Islam. Sistem ini tegak di atas landasan keyakinan bahwa manusia diciptakan sebagai hamba Allah. Dan ini, sejalan dengan penerapan aturan Islam secara kaffah, seperti penerapan sistem pendidikan yang mencerdaskan, sistem ekonomi yang menyejahterakan, sistem politik yang memandaikan dan memartabatkan, sistem hukum yang meminimalisir penyimpangan, sistem sosial yang mendorong kerja sama dalam kebaikan, dan lain-lain.

Termasuk di dalamnya, sistem kesehatan yang komprehensif meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, yang dipastikan akan menjadi jalan kebaikan, berupa hadirnya sumber daya manusia yang unggul. Bahkan, sistem Islamlah yang pertama mengenalkan dan menerapkan layanan kesehatan dan pendidikan gratis.

Sistem ini pun mendorong berbagai inovasi yang memungkinkan layanan umum tersebut bisa diberikan secara optimal. Hal ini terbukti dimana bidang kedokteran dan farmakologi berkembang demikian pesat justru di masa kepemimpinan Islam. Termasuk sistem penanganan wabah dan kurumahsakitkan. Dan hal ini tentu bisa didapatkan pada saat sistem Islam diterapkan.
Allahu A’lam Bisshawab

Penulis: Rayani Lanika
Editor: H5P