Soal WNA dan TKA, OPM Sultra Salahkan Nakertrans

tegas.co, KENDARI, SULTRA – Persoalan Warga Negara Asing (WNA) dan Tenaga Kerja Asing (TKA), merupakan isu hangat yang kerap diperbincangkan di Provinsi Sultra saat ini.

Iklan KPU Sultra
Pengurus Besar Organisasi Pemerhati Masyarakat (PB OPM) Sultra saat menggelar Konfrensi pers. FOTO : TAMMA
Pengurus Besar Organisasi Pemerhati Masyarakat (PB OPM) Sultra saat menggelar Konfrensi pers. FOTO : TAMMA

Dua organisasi yakni Pengurus Besar Organisasi Pemerhati Masyarakat (PB OPM) Sultra, dan DPD Pospera berbeda pendapat soal WNA dan TKA tersebut. Sebelumnya, Pospera Sultra menuding ada dugaannya permainan dari petinggi  Imigrasi, dalam lolosnya 466 TKA bekerja secara ilegal di PT VDNI.

Pernyataan Ormas tersebut kemudian ditanggapi PB OPM Sultra, yang menilai  terkesan subyektif. Sebab, hal tersebut merupakan kewenangan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Provinsi Sultra bukan Imigrasi.

Menurut Bram Barakatino, Ketua Umum PB OPM Sultra, persoalan WNA dan TKA tak hanya berskala provinsi saja, melainkan problema ini memang datangnya dari kebijakan pemerintah pusat, atas dikeluarkannya beberapa keputusan yang membuka peluang besar masuknya WNA dan TKA ke Indonesia.

“Jadi saya rasa menyalahkan imigrasi dan menghantui kepolisian bukan pilihan bijak, dalam melahirkan solusi,” ujar aktivis tersebut, Selasa (14/3/2017).

Dikatakan Bram, Imigrasi hanyalah lembaga yang mengatur dan mengawasi arus bolak baliknya WNA, serta memberi legitimasi kepada WNA asal negara manapun yang hendak berkunjung ke Indonesia terkhusus Sultra. Sedangkan mengenai kerja atau tidaknya mereka bukanlah wewenang Imigrasi, melainkan domain Nakertrans.

“Pihak Menakertrans yang harusnya patut dicurigai dalam persoalan ini. Saya rasa UU nomor 32 Tahun 2009 tentang tenaga kerja asing, cukup jelas menjabarkan domain tiap-tiap lembaga dalam pengawasannya,” katanya.

Lebih lanjut, Bram menjelaskan, pihaknya mengapresiasi hasil jumpa pers DPP Pospera Sultra, Senin (13/3/2017) di salah satu Warkop, yang cukup terbilang tegas menanggapi isu TAK dan WNA, yang kini hangat di bumi anoa. Namun, arah pandangan OPM terhadap persoalan tersebut berbeda.

Bram menilai cukup konservatif jika serta merta melahirkan estimasi, yang beraroma justifikasi terhadap Imigrasi terkait adanya 466 WNA ilegal, yang melakukan aktivitas kerja di salah satu tambang yakni PT Virtue Dragon Nikel Industri (VDNI).

“Sejatinya persoalan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) bukanlah wewenang dari Imigrasi. Apalagi hal tersebut diarahkan pada personal atau individu WNA tersebut. IMTA tentunya bukan milik pekerja asing, namun ijin resmi yang wajib dikantongi perusahaan sebelum mempekerjakan TKA,” bebernya.

OPM juga menanggapi persoalan konflik yang terjadi diantara pekerja lokal dan TKA di Morosi. Pihaknya sepenuhnya menyerahkan kasus tersebut pihak yang berwajib, terkhusus Polda Sultra untuk menanganinya.

“Karena kamu cukup paham bahwa persoalan ini cukup sensitif, karena menyangkut hubungan kerjasama antar negara. Saya rasa pihak kepolisian bisa mengambil langkah-langkah bijak demi tercapainya keamanan,” tegas Mahasiswa UHO Kendari itu.

Bram juga meyakini, bahwa konflik tenaga kerja di VDNI erat kaitannya dengan kecemburuan sosial. Pasalnya, pihak perusahaan telah melakukan diskriminasi terhadap karyawan lokal, dengan membeda-bedakan antara pekerja lokal dan TKA dalam sistem penggajian.

“Keributan tersebut jelas bentuk kelemahan pihak Nakertrans Sultra dalam melakukan pengawasan,” tutupnya.

TAMMA – ODEK / HERMAN

Komentar