TEGAS.CO., SOLO – Hasil hitung cepat menunjukkan kemenangan untuk anak dan menantu Presiden Joko “Jokowi” Widodo dalam pemilihan wali kota di Solo dan Medan, yang menjadi bagian dari pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020, Rabu (9/12), yang digelar di tengah pandemi COVID-19.
Putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang berpasangan dengan Teguh Prakosa, dilaporkan lembaga survei Charta Politika unggul jauh atas pasangan Bagyo Wahyono-FX Suparjo dalam pemilihan wali kota Solo, dengan selisih mencapai 70 persen, dimana Gibran mendapatkan sekitar 87,15 persen suara.
Sementara menantu Jokowi, Bobby Nasution, yang berpasangan dengan Aulia Rachman di pemilihan wali kota Medan, unggul dengan jumlah suara sekitar 10 persen dari petahana Akhyar Nasution yang berpasangan dengan Salman Alfarisi, menurut hitung cepat Indo Barometer.
Berbeda nasib dengan anak dan menantu Jokowi, putri Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Siti Azizah yang berpasangan dengan Ruhamaben dilaporkan kalah lewat hitung cepat sejumlah lembaga riset dalam pemilihan wali kota Tangerang Selatan.
Pun, keponakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo yang bertarung di pilkada yang sama dengan Siti Azizah. Keduanya takluk dari petahana Benyamin Davnie yang berpasangan dengan Pilar Saga. Pilar Saga adalah putra dari Bupati Serang saat ini, Ratu Tatu Chasanah.
Terkait hasil hitung cepat yang mengunggulkan sejumlah calon termasuk Gibran dan Bobby, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) lewat Sekretaris Jenderal Hasto Kristianto menyambut baik kabar itu.
“Kami mendapat kabar positif di sejumlah wilayah penting yang menjadi sorotan nasional. Para pasangan calon di Kota Solo (Gibran-Teguh) dan Kota Medan (Bobby-Aulia) dan berbagai daerah lain mendapat kepercayaan publik.”
Gibran, dalam wawancara di KompasTV enggan berkomentar lebih jauh terkait prediksi keunggulannya itu.
“Kita tunggu saja hasil resmi dari KPU, ini kan masih quick count,” kata Gibran.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan kemenangan anak dan menantu Jokowi – kendati baru sebatas hitung cepat – merefleksikan kekuatan praktik dinasti di partai politik yang sudah berlangsung sedari lama.
“Apa yang terjadi di pilkada ini hanya meneruskan tren itu. Padahal pilkada semestinya menjadi medium rakyat untuk mendapatkan pemimpin yang kredibel dan mampu menangani krisis,” kata Titi, saat dihubungi.
Berlanjutnya praktik politik dinasti sendiri dinilai Titi disebabkan oleh pemikiran pragmatis partai politik yang ingin menjaga pengaruh dan kekuasaan.
“Sangat disayangkan jika kontestasi politik yang berbiaya mahal ini hanya mengandalkan kekerabatan dengan sosok tertentu,” lanjutnya.
Menurut Yoes Kenawas, kandidat doktor di Northwestern University in Illinois, pasangan hasil politik dinasti dalam pilkada tahun 2020 meningkat dibanding 2015, dari semula tercatat 52, menjadi 146.
PUBLISHER: MAS’UD