TEGAS.CO., NUSANTARA – Akhir-akhir ini kontribusi perempuan dalam dunia industri sungguh sangat kontraproduktif dengan perannya sebagai warabbatul bait. Terlebih setelah disahkannya UU Ciptaker yang peraturannya tidak memberi ruang terkait dengan persoalan perempuan itu sendiri. Kaum perempuan terpasung oleh kepentingan kapitalisme.
Dilansir dari (theconversation.com). Juru bicara Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR), Sarinah mengatakan bahwa telah tercatat 15 kasus keguguran dan enam kasus bayi yang dilahirkan dalam kondisi sudah tidak bernyawa dialami oleh buruh perempuan.
Seperti nasib yang dialami pekerja buruh pabrik es cream (Aice) di Mojokerto. Perempuan berusia 25 tahun ini sudah berusaha mengajukan pemindahan divisi kerja karena penyakit endometriosisnya kambuh. Tapi apa daya, perusahaan justru mengancam akan menghentikannya dari pekerjaan.
Elitha terdesak dan tidak punya pilihan lain selain terus bekerja. Akhirnya, dia pun mengalami pendarahan hebat akibat bobot pekerjaannya yang berlebihan. Elitha terpaksa melakukan operasi kuret pada Februari lalu, yang berarti jaringan dari dalam rahimnya diangkat.
Walau pihak pengusaha membantah akan hal tersebut karena perusahaannya telah melarang buruh perempuan untuk bekerja di shift malam, perusahaan itu tetap mendapatkan kecaman dari berbagai pihak. Karena para korban sudah bersaksi atas hal yang telah mereka alami selama bekerja hingga akhirnya mengalami kemalangan.
Demi mengejar efisiensi dan target produksi, perusahaan dengan tega mengabaikan hak pekerjanya terutama kaum perempuan yang memiliki keistimewaan khusus dalam dirinya. Ini menjadi hal serius sekaligus dilematis bagi praktik industri dalam sistem kapitalisme dan kesetaraan gender yang selama ini digaungkan.
Bagaimana tidak, kesetaraan gender seolah memiliki dua mata pisau yang siap melukai penggenggamnya, dikarenakan ingin menyetarakan posisi antara laki-laki dan kaum perempuan membuat problematika hadir ditengah dilema antara mengisi peran di keluarga ataukah mengikuti arus industri yang sudah pasti menyita waktu, tenaga perhatian dan fikiran.
Isu kesetaraan gender yang hingga kini terus digaungkan pengembannya memberikan keuntungan tersendiri bagi sistem kapitalisme yang mengagungkan produksi.
Feminisme mendorong para wanita bekerja mencari nafkah sebagaimana laki-laki dengan misi bahwa wanita juga bisa berdaya dan berpenghasilan. Atas dasar ini mereka berbondong-bondong mengejar karier hingga jabatan tertentu, lalu ikut larut dalam arus persaingan jenjang karier.
Namun ternyata hal ini pulalah yang membuat wanita ada dalam jurang bahaya. Paham feminis yang meracuni pemikiran itu membuat indikator kesuksesan tersendiri bagi seorang wanita. Semakin tinggi jenjang karier, semakin besar gaji yang didapat, maka semakin sukses ia di mata masyarakat.
Sehingga hal tersebut yang makin menyebabkan maraknya kasus pelecehan seksual, perselingkuhan hingga keluarga hancur berantakan, eksploitasi tenaga perempuan, hingga kasus kematian, menjadi benang kusut yang kini sulit diurai.
Solusi pragmatis pun mereka sajikan ke tengah masyarakat, berupa revisi peraturan yang ucapnya akan mengubah keadaan. Janji-janji manispun dilantunkan, pemahaman kesetaraan terus disebarkan.
Yang sudah tentu ini akan malah menambah daftar panjang penderiataan kaum perempuan, sehingga hal tersebut akan semakin susah bahkan sulit untuk bisa memutus mata rantai permasalahan yang ada.
Dalam pandangan Islam laki-laki maupun perempuan memiliki kedudukan yang sama, oleh karena itu kita tidak boleh meragukan betapa Maha Adilnya Allah dengan segala kemudahan dari-Nya, dalam Al- Qur’an Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal, baik laki-laki maupun perempuan” (Q.S. Ali Imran: 93).
Islam hadir, kemudian mengangkat derajat perempuan pada tempat yang mulia. Bahkan tertera jelas bahwa hak seluruh hamba di hadapan Allah adalah sama. Tanpa melihat status, fisik dan harta seseorang.
Hanya ketakwaan seorang manusia yang membedakannya. Penimbangan amal di yaumil akhir kelaklah yang akan menentukan tempat kembali seseorang.
Islam pun secara gamblang memberikan hak waris pada wanita, juga memberikan hak pisah dari suaminya dengan cara khuluk. Sekali wanita mengajukan khuluk, maka haram bagi kedua pasang suami istri itu untuk kembali rujuk. Pun dalam menentukan pasangan hidup, wanita diberikan hak penuh untuk memilih atas kehendaknya sendiri, pada sosok mana ia lebih condongkan hati.
Hak untuk menuntut ilmu, beraktivitas, aktif serta berkontribusi dalam masyarakat pun Islam memberikan jalan kemudahan asalkan tidak melanggar syari’at yang telah Allah tetapkan.
Maka, dari sisi mana ketidakadilan itu muncul Islam justru menjaga kaum wanita sesuai fitrah Penetapan syari’at atas wanita tentu ada maksudnya.
Kaum perempuan dalam Islam tidak diwajibkan berkerja layaknya paham kapitalis. Karena Islam memandang bahwa tugas seorang perempuan adalah sebagai pengatur rumah tangga dan pendidik anak-anaknya.
Bahkan posisi seorang perempuan yang berstatus sebagai ibu ataupun istri yang shalihah telah Allah SWT muliakan dengan jaminan surga kelak di akhirat.
Sedangkan dalam konteks pemerintahan, Islam memfasilitasi para wali kaum perempuan untuk giat bekerja. Misalnya dengan menjamin pendidikan gratis dan berkualitas hingga perguruan tinggi, menyediakan lapangan kerja yang luas dan gaji yang layak. Sehingga mampu memberikan nafkah kepada semua yang menjadi tanggungannya termasuk para kaum perempuan (istri, anak, saudara perempuan, ibu).
Islam menjamin kepemilikan harta kaum perempuan tanpa mereka harus bekerja misalnya melalui nafkah (seorang ayah, kakak laki-laki) saat masih berstatus belum menikah, harta waris ataupun hibah yang menjadi hak penuh.
Hal ini hanya dapat terwujud jika Islam benar-benar diaplikasikan dalam kehidupan sehingga mengkondisikan individu-individu yang bertakwa yang begitu takut ketika melanggar aturan Allah SWT.
Islam tentu dapat dan mampu memuliakan semua manusia tak hanya kaum perempuan.Maka sudah jelas bahwa hanya Islamlah agama yang paling sempurna. Bahkan terdapat cara pandang kehidupan di dalamnya. Peraturan kecil tentang cara masuk kamar mandi hingga bagaimana Islam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara, seluruhnya tertata rapi lewat keempat sumber syariatnya.
Setiap pasangan suami istri dan anggota keluarga akan saling menguatkan dan berkomitmen melaksanakan kewajiban yang ditetapkan Islam untuknya.
Tidak akan ada anak-anak yang ditelantarkan, kaum perempuan yang dipaksa atau terpaksa bekerja, atau para bapak yang menganggur. Tidak akan muncul kerusakan akhlak generasi karena para bapak dan ibunya meninggalkan kewajiban dan tugasnya.
Karenanya, ketika saat ini Khilafah belum tegak inilah saatnya bagi kita, umat Islam untuk terus berjuang bersama, bergandengan tangan mengupayakan tegaknya kembali Khilafah Islamiyah di muka bumi ini.
Saatnya manusia kembali pada fitrah keislamannya, mengimani seluruh perintah Allah tanpa celah, karena hanya dengan Khilafah kita akan hidup mulia, bahagia, dan sejahtera.
Hanya kepada Allahlah kita berlindung dan hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan. Maha benar Allah dengan segala firman-Nya.
Wallahu’alam bishowab.
Penulis: Rini Astutik (Pemerhati Sosial)
Editor: H5P
Komentar