Sistem Transportasi Islam Menjaga Nyawa Manusia

Sri Ardiana (aktivis muslimah Kendari)
Sri Ardiana (aktivis muslimah Kendari)

TEGAS.CO., NUSANTARA – Pesawat Boeing 737-500 milik Sriwijaya Air dilaporkan hilang kontak setelah take off dari Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, pada Sabtu (9/1/2021) sore. Pesawat dengan nomor penerbangan SJ182 itu membawa 62 orang yang terdiri dari 50 penumpang (40 dewasa, 7 anak-anak dan 3 bayi), dan 12 kru (CNBC indonesia. Com. 11/1/2021).

Pesawat ini pertama kali beroperasi pada Mei 1994. Kini usia pesawat tersebut mencapai 26 tahun. Merujuk Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) RI No. 115/2020 tentang Batas Usia Pesawat Udara yang Digunakan untuk Kegiatan Angkutan Udara Niaga, batas usia Sriwijaya SJ-182 lebih tua enam tahun dari batasan Kemenhub. Salah seorang praktisi hukum, Husendro, mengatakan bahwa setiap pesawat udara yang dioperasikan di Indonesia wajib mempunyai tanda pendaftaran. Hal itu tertuang dalam Pasal 24 UU RI No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dimana salah satu syarat pendaftaran pesawat udara tersebut harus memenuhi ketentuan persyaratan batas usia pesawat udara yang ditetapkan oleh Menteri Perhubungan (Askara.co, 10/01/2021).

Iklan ARS

Lalu Kementerian Perhubungan mencabut aturan tentang pembatasan usia pesawat dan menggantinya dengan aturan baru sebagaimana yang tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) No. 115/2020. Regulasi ini melengkapi regulasi sebelumnya yakni Permenhub No. 27/2020 yang mencabut Permenhub No. 155/2016 tentang batas usia pesawat udara yang digunakan untuk kegiatan angkutan udara niaga (Bisnis. Com, 10/07/2020). Dalam aturan baru tersebut disebutkan bahwa Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mencabut aturan tentang pembatasan usia pesawat dan menggantinya dengan aturan baru yang mengembalikan batasan maksimal usia pesawat angkutan niaga sesuai aturan dari pabrikannya (Bisnis. Com, 10/07/2020). Melalui Permenhub baru itu juga, maskapai diberikan relaksasi sehingga dapat menggunakan pesawat bekas berusia lebih tinggi dari batasan minimum yang sebelumnya ditetapkan (Tempo. Co, 10/07/2020).

Tentunya meski setiap pabrikan sudah menentukan batas kelaikan pesawatnya, seharusnya Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan tetap memberikan aturan tegas demi menjamin kenyamanan dan keselamatan para penumpang serta demi menjaga keamanan penerbangan.

Semua kembali kepada konsep transportasi yang terdapat dalam sistem kapitalisme yang diterapkan. Pasalnya, Konsep transportasi dalam sistem kapitalisme sekuler menganggap bahwa transportasi hanyalah produk industri yang dipergunakan untuk menghasilkan keuntungan materi sebanyak mungkin. Transportasi menjadi aset yang diswastanisasi dan berfungsi bisnis, bukan lagi sebagai fungsi pelayanan publik oleh pemerintah/ negara yang aman dan tidak mengancam nyawa warga negara. Dalam hal ini, negara hanya sebagai fasilitator dengan kacamata komersial, bukan pengendali utama.

Berbeda dengan Islam, dimana sistem transportasi Islam menjaga nyawa manusia, karena beberapa hal. Pertama, prinsip bahwa pembangunan infrastruktur adalah tanggung jawab utama negara bukan diserahkan kepada swasta. Mindset negara Islam dalam menyediakan layanan transportasi yang aman dan terjangkau oleh warga negaranya adalah pelayanan negara yang sepenuh hati. Ketika kepemimpinan Khalifah Umar bin al Khaththab ra. tatkala beliau menjadi kepala negara, beliau pernah berujar, “Seandainya, ada seekor keledai terperosok di Kota Bagdad karena jalan rusak, aku khawatir Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban diriku di akhirat nanti.”

Kedua, perencanaan wilayah dan tata kota negara Islam dilakukan sedemikian rupa sehingga mengurangi kebutuhan transportasi. Sebagai contoh, ketika Baghdad dibangun sebagai ibu kota, setiap bagian kota direncanakan hanya untuk jumlah penduduk tertentu, dan dibangun masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Dengan demikian, warga negara tercukupi sebagian besar kebutuhannya dan tak membutuhkan akses terlalu banyak ke luar kota atau luar tempat tinggalnya karena hampir semua kebutuhannya tercukupi dan dapat dijangkau di tempat yang dekat tempat tinggalnya. Kemacetan dan masalah lalu lintas lainnya juga bisa diminimalisasi.

Ketiga, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir dalam membangun sarana dan prasarana transportasi. Contohnya untuk transportasi udara. Ilmuwan muslim seperti Abbas Ibnu Firnas dari Spanyol melakukan serangkaian percobaan untuk terbang, seribu tahun lebih awal dari Wright bersaudara, sampai sejarawan Phillip K. Hitti menulis dalam History of the Arab, “Ibn Firnas was the First man in history to make a scientific attempt at flying.” Selain itu, kaum muslimin telah menggunakan jenis kuda dan unta untuk menempuh perjalanan, untuk dilaut mereka juga banyak mengembangkan teknologi kapal. Tipe kapal yang ada mulai dari perahu cadik kecil hingga kapal dagang berkapasitas di atas 1.000 ton dan kapal perang untuk 1.500 orang. Pada abad 10 M, al-Muqaddasi mendaftar nama beberapa lusin kapal, ditambah dengan jenis-jenis yang digunakan pada abad-abad sesudahnya. Pada abad 19 Khilafah Utsmaniyah masih konsisten mengembangkan infrastruktur transportasi ini. Saat kereta apu ditemukan di Jerman, segera ada keputusan Khalifah untuk membangun jalur kereta api dengan tujuan utama memperlancar perjalanan haji.

Keempat, penerapan sistem ekonomi Islam yang sinergi dengan sistem transportasi. Sistem Islam kafah memberikan jaminan pembangunan ekonomi yang adil dan meminimalkan ketimpangan ekonomi antara si kaya dan si miskin. Secara langsung maupun tidak, sistem ekonomi akan mempengaruhi kebijakan transportasi yang ada di dalam sebuah negara. Sehingga perlindungan terhadap warga negara bisa terjamin.
Wallahu A’lam.

Penulis : Sri Ardiana (aktivis muslimah Kendari)
Editor: H5P

Komentar