TEGAS.CO., NUSANTARA – Presiden Jokowi putuskan untuk mencabut lampiran Perpres yang mengatur pembukaan investasi baru untuk minuman keras (miras). “Bersama ini saya sampaikan bahwa lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut.” Tegas Presiden Jokowi.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Presiden Jokowi pada Selasa 2 Maret 2021. Menurutnya, ia telah menerima masukan dari berbagai pihak. Masukan itu berasal dari para ulama, baik dari MUI, NU, Muhammadiyah, ormas-ormas lain, serta berbagai tokoh agama lainnya. (Kompas.com, 02/03/2021)
Meski dicabut tetap saja pengaruh miras atau minol tak jua surut. Izin usaha miras yang telah berjalan sebelum keputusan Presiden ingin melegalkan investasi minol ini tetap akan berlanjut.
Dikutip dari laman okezone.com (Senin, 08/03/2021) ada beberapa fakta izin usaha miras bagi pelaku usaha yang telah dirangkum sebagai berikut :
1. Masih tetap izinkan pelaku usaha miras yang sudah ada sebelumnya. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan para pelaku usaha minol yang menjadi kearifan lokal tetap dipersilahkan untuk jualan. Karena pencabutan ini tidak akan mencabut izin usaha penjualan yang sudah ada.
2. Pelaku usaha harus mengikuti aturan yang sudah ditetapkan. Selama mekanismenya sesuai dengan aturan, maka pelaku usaha yang lama dipersilahkan untuk tetap jalan.
3. Aturan pencabutan izin investasi minol tidak berlaku bagi usaha yang sudah lama.
4. Izin aturan berjualan minol sudah ada sejak lama.
Dari pernyataan di atas jelaslah bahwa ada atau tidaknya Perpres terkait pelegalan investasi minol atau miras tidak akan ada pengaruhnya dengan jalannya bisnis miras yang sudah ada perizinannya sejak lama. Walaupun peraturan tersebut ada syarat-syarat tertentu, tetap saja miras atau minol bisa dikonsumsi bebas oleh siapa pun yang bisa membelinya.
Inilah hasil bukti kebebasan yang kebablasan akibat penerapan sistem kapitalis sekuler, yang hanya sekedar memikirkan keuntungan semata tanpa melihat efek buruk dari peraturan perizinan yang ditetapkan.
Miras yang telah jelas terbukti membahayakan dan merusak akal bagi para pengonsumsiannya, tetap saja diberikan kemudahan untuk mendapatkan izin dalam aktivitas jual belinya. Banyak fakta yang bertebaran akibat pengaruh mengonsumsi miras.
Baru-baru ini terjadi peristiwa tiga orang mahasiswa di Kabupaten Salatiga Jawa Tengah meninggal dunia akibat keracunan usai pesta miras yang diduga oplosan, (detiknews.com, 12/03/2021). Sebelumnya juga ada kasus tertangkapnya oknum polisi yang melakukan penembakan hingga korban tewas akibat mabuk miras. Masih banyak lagi kasus-kasus yang merugikan masyarakat akibat konsumsi miras.
Berdasarkan laporan Polri, tiga tahun terakhir yang tercatat dan bisa terdeteksi di permukaan sebanyak 223 kasus tindak pidana kejahatan akibat miras, (cnnindonesia.com, 13/11/2020). Miras yang jelas haram dilarang dalam Islam karena berakibat buruk, yakni merusak akal dan bisa membuat kecanduan. Maka tinggal menunggu waktunya, jika generasi muda kecanduan miras akibatnya akan banyak terjadi penembakan, pemerkosaan, tindakan brutal, dan kejahatan lainnya yang dilakukan secara tidak sadar.
Meskipun dalam perizinan ada persyaratannya untuk usaha minuman beralkohol (minol) atau miras ini, dengan memperhatikan budaya dan kearifan lokal, tetap saja hal tersebut akan berefek buruk terhadap keamanan suatu bangsa. Serta tak akan pernah memberikan kebaikan terhadap ekonomi negara Indonesia yang saat ini sedang ambruk dan amburadul.
Pakar Ekonomi Islam, Ustaz Dwi Condro Triono, Ph.D menyampaikan pernyataannya pada kanal Ngaji Subuh (27/02/2021), bahwa khamar (miras) merupakan amalan setan. Membangun pabriknya atau memberikan izin pada pelaku usahanya sama saja dengan memberikan izin setan bebas beraktivitas. Sebagaimana firman Allah Swt., dalam Al Quran Surat Almaidah ayat 90, yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya meminum khamar, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan tersebut agar kamu mendapat keberuntungan.”
Ustaz tersebut menegaskan pula lebih baik tidak berpunya akan tetapi menjadi bagian dari orang-orang yang beruntung dan masuk Surga, dari pada berdalih memberikan izin untuk usaha akan tetapi hukumnya haram.
Maka sudah jelas, suatu negeri yang membolehkan hal yang diharamkan tidak akan mendapat keberuntungan, yang ada malah kerusakan demi kerusakan yang timbul dari permasalahan akibat perizinan sesuatu yang diharamkan Sang Pencipta seluruh alam semesta.
Menurut catatan WHO hingga tahun 2018 sebanyak 3 juta lebih manusia yang meninggal akibat mengonsumsi minuman beralkohol, sebanyak 75% kematian terjadi pada pria. Meskipun keburukan yang ditimbulkan oleh miras ini telah nyata, namun kebijakan dari penguasa yang menerapkan sistem kapitalis sekuler mengabaikan dampak buruk dari bahaya miras tersebut.
Sistem sekuler ini, memandang baik dan buruk itu sesuai dengan akal dan hawa nafsu manusia. Berbeda dengan Islam yang memandang baik dan buruk itu berdasarkan aturan yang ditetapkan oleh Allah Swt. yakni syariat Islam. Jika sesuatu itu halal menurut Islam maka itu baik dan dibolehkan. Akan tetapi jika sesuatu itu diharamkan dalam Islam maka itu buruk dan dilarang.
Allah Swt. telah memberikan peringatan, “Anda kata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, serta semua yang ada didalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebenaran (Al Quran), akan tetapi mereka berpaling darinya.” (T.QS. Al Mukminin ayat 71)
Islam melaknat dan melarang tegas bagi siapa pun yang berkecimpung dalam khamar (miras), yakni pembuat atau pemeras, penjual, pembeli, peminum, pengantar dan yang meminta diantar, orang yang mendapat untung dari aktivitas tersebut, (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Ibnu Majah)
Dengan demikian Islam akan memberikan sanksi yang tegas bagi siapa pun yang terlibat di dalam aktivitas khamar (miras). Bagi peminumnya akan dikenai sanksi cambuk sebagaimana disampaikan di dalam Al Quran. Sedangkan bagi pihak produsen dan distributornya akan dikenai sanksi ta’zir yang akan ditetapkan oleh Qadhi dan Khalifah sesuai syariat Islam yang pastinya sanksi yang diberikan lebih berat dari konsumen atau peminumnya.
Sanksi tegas tersebut akan mampu memberikan pencegahan dan efek jera bagi para pelakunya, sehingga dampak buruk dan bahaya dari miras akan segera teratasi dengan tuntas. Akan tetapi ini hanya bisa diterapkan dalam bingkai sistem pemerintahan Islam Khilafah Rasyidah. Tidak akan bisa diterapkan hanya sebatas individu per individu, per kelompok atau wilayah tertentu.
Peradaban Islam sudah nyata mampu menunjukkan keberhasilan ekonomi dan kemajuan industrinya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Will Durant pemikir Barat dalam bukunya “The Story of Civilization” bahwa di bawah pemerintahan Islam Asia Barat mencapai tingkat kemakmurannya dalam bidang perdagangan dan industri yang tak mampu tertandingi oleh Eropa Barat sebelum abad ke 16.
Maka sudah saatnya kita memilih untuk mau diterapkannya aturan Islam dalam bingkai negara yang akan membawa kebaikan bagi seluruh alam, terutama untuk kebaikan dan keberkahan seluruh umat manusia. Tidak hanya kebaikan di dunia yang kita dapatkan akan tetapi kebaikan dan kebahagiaan di akhirat tempat yang kekal abadi pun akan kita raih bagi mereka yang beriman dan bertakwa.
Surutnya miras bahkan untuk menghilangkannya hanya bisa diterapkan dengan aturan yang berasal dari Sang Pencipta manusia dan alam semesta ini. Wallhua’lam bishowab.
Penulis: Siti Juni Mastiah, SE (Anggota Penulis Muslimah Jambi dan Aktivis Dakwah)
Editor: H5P
Komentar