Heboh Vaksin AstraZeneca di Sulut, Solusi Atasi Pandemi?

Noor Hidayah
Noor Hidayah

TEGAS.CO., SULUT – Gelombang vaksinasi tengah berlangsung. Program ini telah dilaksanakan di berbagai negara, tak terkecuali Indonesia. Berbagai lapisan masyarakat berbondong-bondong mematuhi program pemerintah ini. Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin bahkan meninjau secara langsung pelaksanaan vaksinasi bagi kelompok lansia di Manado, Sulawesi Utara, tepatnya di Auditorium Universitas Sam Ratulangi, pada Jumat (5/3).

Turut mendampingi Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Maxi Rein Rondonuwu, Rektor Universitas Sam Ratulangi Ellen Joan Kumaat dan Direktur Utama RSUP Prof Kandou Manado Jimmy Panelewen. Dalam sambutannya, Menkes mengatakan bahwa pelaksanaan vaksinasi ini merupakan rangkaian dari program Vaksinasi Nasional COVID-19 bagi 181,5 juta penduduk Indonesia dengan target pelaksanaan selama 1 tahun (sehatnegeriku.kemkes.go.id).

Iklan KPU Sultra

 

Namun selang beberapa pekan, Dinkes Sulawesi Utara (Sulut) menghentikan penyuntikan vaksin khususnya AstraZeneca melalui Surat pemberitahuan dengan Nomor: 440/Sekr/001.VC19. E/III/2021 yang ditandatangani Kepala Dinas Kesehatan Sulut Debie Kalalo, Sabtu (27/3). Penghentian ini disebabkan adanya indikasi atau laporan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).

Juru Bicara Satgas Covid-19 Sulut, Steaven Dandel menjelaskan, penghentian penyuntikan vaksin AstraZeneca ini hanya bersifat sementara. Mengenai persoalan dan penjelasan lebih rinci data KIPI di Sulawesi Utara ini, Menteri Menkes RI dalam jumpa pers, Sabtu (27/3) malam mengatakan bahwa masyarakat diminta menunggu pengumuman atau analisis resmi dari Komnas KIPI (Kompas.com)

Harapan Baru Vaksinasi Atasi Pandemi

Kasus Covid-19 di Indonesia belum ada tanda-tanda akan menurun. Yang terjadi, justru kasus harian terus meningkat, bahkan mencapai 10-14 ribu kasus (kumparan.com). Bukan tak mungkin dalam beberapa waktu ke depan total kasus corona dapat mencapai 1 juta orang.

Lahirlah kebijakan program vaksinasi, yang diharapkan mampu mengatasi pandemi. Epidemiologi Indonesia di Griffith University Australia, Dicky Budiman menyoroti ada pemahaman yang keliru jika masyarakat mengira dengan adanya vaksin, maka semua akan selesai. “Vaksin bukanlah solusi ajaib, tapi hanyalah salah satu cara untuk membangun kekebalan individual dan perlindungan masyarakat,” kata Dicky.

Ia juga mengingatkan bahwa tidak ada vaksin Covid-19 yang sempurna dalam memberi perlindungan. Sebab, sebagian kecil penerima vaksin corona masih memungkinkan untuk tertular Covid-19. Sejauh ini, menurutnya, tidak ada pandemi yang selesai dengan vaksin. Cacar yang telah muncul sejak ratusan tahun lalu, meski telah ada vaksin, pandemi ini baru selesai dalam 200 tahun.

Demikian pula Polio, baru selesai dalam 50 tahun. Covid pun sama, bukan berarti setelah disuntikkan (vaksin virus corona) langsung hilang. “Akan perlu bertahun-tahun untuk mencapai tujuan herd immunity,” papar Dicky. Lalu, bagaimana solusi untuk mengatasi pandemi ini?

Butuh Solusi Sistemis

Penanganan pandemi sesungguhnya tidak hanya membutuhkan penguasa kapabel yang menjalankan fungsinya sebagai pengurus dan pelayan rakyat, namun juga membutuhkan sistem yang mumpuni dan mampu bertahan di tengah wabah yang mengganas.

Karut marut penanganan wabah seharusnya menyadarkan kita akan rapuhnya sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan saat ini, berikut penguasanya yang tidak amanah. Terbukti tidak diindahkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Alih-alih bertanggung jawab melindungi kesehatan masyarakat dan memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan ekonomi selama pandemi, dana Bansos untuk rakyat justru dikorupsi.

Islam, memiliki perhatian yang besar pada masalah kesehatan. Rasulullah SAW telah membangun fondasi yang kokoh bagi terwujudnya upaya preventif-promotif dan kuratif.  Upaya preventif seperti mewujudkan pola emosi yang sehat, pola makan yang sehat, pola aktivitas yang sehat, kebersihan, serta epidemi yang terkarantina dan tercegah dengan baik. Islam juga memberikan tuntunan mengenai upaya pemadaman wabah. Dalam beberapa Hadis, Rasulullah memberikan gambaran bagaimana penyebaran wabah wajib diputus rantai penularannya.

 

Rasulullah memerintahkan untuk memisahkan antara orang yang sehat dari yang sakit sebagaimana sabda beliau, “Janganlah unta yang sehat dicampur dengan unta yang sakit.” (HR Bukhari dan Muslim)

 

Mengenai karantina wilayah, telah masyhur hadis Rasulullah SAW tatkala wilayah Syam dilanda wabah. Rasulullah SAW bersabda, “Maka, apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari darinya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid).

 

Apa yang disebutkan dalam hadis-hadis Rasulullah di atas menjelaskan tentang beberapa upaya preventif yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya wabah penyakit termasuk penyebarannya. Islam juga mengajarkan pentingnya upaya kuratif bagi mereka yang telah terinfeksi penyakit.

 

Upaya kuratif yang dilakukan sebagaimana disarankan oleh Rasulullah Muhammad SAW adalah berobat. Hal ini dijelaskan dalam hadis: “Aku pernah berada di samping Rasulullah saw. Lalu, datanglah satu rombongan Arab dusun. Mereka bertanya, ‘Wahai, Rasulullah, bolehkah kami berobat?’ Beliau menjawab, ‘Iya, wahai para hamba Allah, berobatlah. Sebab, Allah tidaklah meletakkan sebuah penyakit melainkan meletakkan pula obatnya, kecuali satu penyakit.’ Mereka bertanya, ‘Penyakit apa itu?’ Beliau menjawab, ‘Penyakit tua.’” (HR Ahmad, Bukhari dalam al-Adabul Mufrad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan at-Tirmidzi).

Baik upaya preventif maupun kuratif rehabilitatif, wajib diselenggarakan oleh negara melalui pembiayaan yang bersumber dari Baitul mal seperti tindakan Khalifah Umar bin al-Khaththab. Beliau mengalokasikan anggaran dari Baitul mal untuk mengatasi wabah penyakit Lepra di Syam.

Pelayanan kesehatan berkualitas hanya bisa direalisasikan jika didukung dengan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai serta sumber daya manusia yang profesional.  Penyediaan semua itu menjadi tanggung jawab dan kewajiban negara (Khilafah) karena negara (Khilafah) berkewajiban menjamin pemenuhan kebutuhan dasar berupa kesehatan dan pengobatan.

Karenanya, negara wajib membangun berbagai rumah sakit, klinik, laboratorium medis, apotek, menyelenggarakan pendidikan yang menghasilkan output berupa tenaga medis profesional, di samping menyediakan sarana prasarana kesehatan dan pengobatan lainnya. Negara juga wajib mengadakan pabrik yang memproduksi peralatan medis dan obat-obatan; menyelenggarakan penelitian, mendukung inovasi di bidang kesehatan, termasuk memproduksi vaksin secara mandiri untuk mewujudkan masyarakat yang sehat, terbebas dari wabah.

Penutup

Apa yang sedang kita alami di negeri kita, juga dunia saat ini, membuat kita semua sadar dan berpikir bahwa memang tidak ada yang bisa diharapkan dari sistem sekuler demokrasi. Kita semakin yakin bahwa harus ada sistem lain yang menggantikannya. Sistem itu adalah Islam.

Dalam sistem ini, penguasa dan rakyatnya adalah orang-orang yang “benar” beriman dan bertakwa. Standar kehidupannya adalah syariat Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-sunnah. Maka dari itu, baik ada pandemi atau tidak, Penguasa akan melakukan upaya terbaik sesuai syariat Islam untuk mengurus kebutuhan rakyatnya.

Ketika terjadi pandemi, akan dilakukan upaya yang terbaik, bukan karena dorongan materi semata. Tetapi karena ingin mendapat kemuliaan akhirat.

Demikianlah, terdapat jaminan teratasinya pandemi oleh sistem Islam. Semestinya kita semua menantikan terwujudnya aturan dari Sang Maha Pencipta ini. Wallahu a’lam bi ash-shawwab.

 

Penulis: Noor Hidayah

Editor: H5P

 

Komentar