TEGAS.CO,. MUNA – Pihak kejaksaan Negeri (Kejari) Muna lakukan Press Conference dengan mengundang sejumlah awak media untuk menyampaikan informasi terkait pembayaran uang pengganti atas kasus suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Desa Lasunapa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Rabu pukul 15.00 Wita (5/5).
Bertempat di Ruang Media Center Kajari Muna, keluarga terpidana An. Arifin yang di wakili oleh sang istri melakukan penyetoran secara tunai dan langsung kepada pihak Kejari Muna dan disaksikan beberapa pihak termaksud perwakilan dari Bank Rakyat Indonesia (BRI). Uang tersebut setelah diterima pihak Kejaksaan melalui Kepala Kajari Muna kemudian di serah terimakan kepada pihak BRI untuk disetorkan ke kas Negara.
“Saya selaku Kepala Kajari Muna telah menerima keluarga terpidana untuk datang membayar uang pengganti. Atas nama Pimpinan Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Sultra mengucapkan terimakasih dan apresiasi terhadap keluarga terdakwa yang di wakili oleh istrinya, dengan kesadaran yang tinggi untuk datang menyerahkan uang pengganti pada hari ini kepada Kejari Muna. Selanjutnya uang ini akan kami segera setorkan ke kas negara,”ujar Kepala Kejari Muna, Agustinus Baka Tangdililing.
“Dengan mengembalikan uang negara tersebut selain membantu proses hukum juga memulihkan perekonomian negara. Ini menjadi contoh buat para pihak-pihak yang lainnya bukan saja untuk di Muna tetapi di seluruh Indonesia di manapun berada ketika mempunyai kewajiban untuk mengembalikan uang negara,”tambahnya.
Agustinus menerangkan bahwa pada tahun 2010 dalam rangka memenuhi kebutuhan listrik Wilayah Provinsi Sultra PT. PLN (Persero) melalui sumber dana investasinya berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Provinsi Sultra yang salah satunya direncanakan berlokasi di wilayah kabupaten Muna sebesar 2 X 3 MW. Melalui surat GM PT. PLN (Persero) Sulselbar No. 622/121/GM/2010 tertanggal 27 mei 2010 mengajukan permohonan izin lokasi PLTU yang berlokasi di Desa Lasunapa kepada Bupati Muna dan atas permohonan izin prinsip tersebut disetujui dengan surat No. 593/794 tanggal 29 Mei 2010 Perihal persetujuan pemberian izin lokasi dan izin pelaksanaan pembangunan PLTU Raha.
“Untuk memperlancar proses pengadaan tanah tersebut Bupati Muna mengeluarkan SK No. 452/2010 tanggal 17 Desember 2010 Perihal pembentukan panitia pengadaan tanah pembangunan PLTU Lasunapa Muna. Dalam prosesnya panitia pengadaan tanah tidak menjalankan fungsinya untuk melakukan identifikasi maupun penelitian status hukum terhadap tanah warga yang terkena pembangunan PLTU dimana dari 19 petak warga yang masuk dalam peta pembebasan lahan untuk pembangunan ternyata hanya 1 petak tanah warga yang dilengkapi dengan bukti hak atas tanah berupa sertifikat hak milik sedangkan sisanya sebanyak 18 petak tanah warga diduga merupakan tanah negara bebas,”katanya.
“Namun atas dasar Surat Keterangan Kepemilikan Tanah (SKT), Surat Penguasan Fisik dan Surat Tidak Sengketa yang dibuat oleh Kepala Desa Lasunapa atas arahan dari Kepala Pertanahan seolah-olah ke 18 warga tersebut telah memiliki hak penguasaan fisik terhadap tanah tersebut dan dianggap sebagai pihak yang berhak mendapatkan ganti rugi dari pihak PLN. Sehingga terhadap nilai pembayaran ganti rugi yang diberikan kepada warga tersebut diduga kuat telah terjadi mark up,”lanjutnya.
“Selain itu juga pada proses pencairan dana ganti rugi telah terjadi pemotongan terhadap 11 warga penerima ganti rugi dengan total nilai sebesar Rp. 1.043.155.000,- yang sebelumnya pernah ada penyampaian dari Kepala Pertanahan yang disaksikan oleh Kepala Desa bahwa pemotongan tersebut nantinya digunakan untuk biaya pembangunan infrastruktur dan perbaikan jalan menuju lokasi PLTU sehingga atas pemotongan tersebut sebagian besar warga merasa keberatan,”terangnya.
Selanjutnya dalam surat pengajuan biaya pengadaan tanah dan sertifikasi PLTU Raha yang ditanda-tangani oleh Sekda selaku Ketua dan Kepala Pertanahan selaku sekretaris panitia pengadaan turut dimasukan pungutan berupa Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar Rp. 205.437.750 yang seharusnya berdasarkan Perda Kab Muna perolehan hak atas tanah untuk kepentingan umum tidak boleh dilakukan pungutan BPHTB.
“Dan sampai saat penyelidikan dana BPHTB tersebut tidak pernah disetorkan ke kas daerah melainkan dikuasai oleh Kepala Kantor Pertanahan Kab Muna An. Arifin akibat perbuatan Arifin dan La ode Mbirita (Kades Lasunapa Pada saat itu) negara Cq. Kabupaten Muna dirugikan sebesar Rp. 1.694.335.950,-,”imbuhnya.
Agustinus sangat mengapresiasi niatan tulus keluarga terpidana atas kemauan untuk menyetorkan uang pengganti kepada negara dan menghimbau kepada para pihak-pihak yang lainnya untuk mengambil pelajaran atas upaya ini sehingga mereka bisa juga memenuhi kewajibannya membayar uang pengganti kepada negara.
“Permohonan maaf dan hormat kepada terpidana kiranya di bulan penuh rahmat ini kita semua diberikan suka cita dan diberkati. Setelah menjalani pidana nantinya tentu saja bisa berkumpul dengan keluarga, tentu saja waktu bersama keluarga terutama di hari-hari yang penuh berkah ini sangat berharga dan itu tidak bisa dinilai dengan materi. Untuk itu sekali lagi terimakasih banyak untuk pihak keluarga korban yang telah dengan kesungguhan hati mengembalikan uang pengganti kepada negara melalui kami Kajari Muna,”tutupnya.
Sebelumnya berdasarkan putusan mahkamah agung RI No. 77 K/Pid.sus/2016 tanggal 30 Maret 2016 dengar amar putusan
- Menyatakan terdakwa arifin telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
- Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa I ARIFIN oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dan dengan sebesar Rp. 200.000.000,- dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
- Menghukum terdakwa arifin membayar uang pengganti sebesar Rp. 313.559.950,- jika terdakwa tidak sanggup membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun.
FAISAL/YA
Komentar