Oputa Yi Koo: Mata Jalan Sultra di Panggung Sejarah Nasional

Oputa Yi Koo: Mata Jalan Sultra di Panggung Sejarah Nasional
La Ode Yusran Syarif

Penobatan Oputa Yi Koo sebagai pahlawan nasional pada 8 November 2019 lalu oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara merupakan sebuah tonggak bersejarah bagi Sulawesi Tenggara.

Setelah 74 tahun Repiblik Indonesia dan penantian panjang, akhirnya provinsi ini memiliki seorang pahlawan nasional yang diakui secara resmi oleh negara.

Iklan KPU Kota Kendari debat cawali 2024

Momen ini seharusnya menjadi sumber kebanggaan bagi seluruh warga Sultra, dan lebih dari itu, menjadi inspirasi bagi kita semua untuk terus mengangkat tokoh-tokoh lokal ke panggung sejarah nasional.

Oputa Yi Koo, atau yang lebih dikenal sebagai Sultan Himayatuddin, adalah simbol perlawanan gigih melawan penjajah.

Pengakuan nasional terhadapnya bukan sekadar penghormatan terhadap seorang individu, tetapi juga pengakuan terhadap perjuangan dan semangat yang ia wakili. Saat penobatan, ia disebut berasal dari Sulawesi Tenggara tanpa embel-embel etnik.

Hal ini penting, karena menunjukkan bahwa perjuangan Oputa Yi Koo melampaui batas-batas etnis dan budaya, menjadi milik seluruh rakyat Sultra.

Namun, penobatan ini seharusnya bukan menjadi akhir, melainkan awal dari perjalanan kita untuk memunculkan lebih banyak lagi tokoh-tokoh lokal ke panggung sejarah nasional.

Dalam buku-buku sejarah maupun daftar pahlawan nasional, seringkali kita tidak menemukan tokoh-tokoh dari Sultra. Padahal, sejarah Sulawesi Tenggara dipenuhi dengan nama-nama besar yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap perjuangan kemerdekaan dan pembangunan bangsa.

Sebut saja Watukila pemimpin kerajaan konawe yang menolak tunduk dan berperang dengan Belanda hingga diasingkan di Makassar dan Letkol H. Supu Yusuf seorang pejuang kemerdekaan yang juga dari Konawe, atau La Ode Idrus Efendy pemimpin Batalyon Sadar, sang pejuang kemerdekaan dari tanah Muna.

Nama-nama ini, bersama banyak tokoh lainnya, layak mendapatkan tempat di hati dan ingatan kita, serta diakui secara resmi oleh negara.

Generasi muda Sultra memegang peran penting dalam hal ini. Mereka dapat menulis narasi sejarah yang belum banyak diketahui, menghasilkan karya-karya kreatif seperti film animasi, buku, atau dokumenter yang mengangkat kisah pahlawan-pahlawan lokal.

Melalui berbagai media ini, kita dapat memperkenalkan pahlawan-pahlawan kita kepada khalayak yang lebih luas, baik di lokal Sultra maupun di Nasional.

Tidak hanya itu, edukasi sejarah lokal harus diperkuat di sekolah-sekolah. Anak-anak Sultra perlu mengenal dan memahami sejarah daerahnya sendiri sejak dini.

Dengan demikian, rasa bangga dan cinta terhadap tanah kelahiran akan semakin mengakar, sekaligus menumbuhkan semangat untuk melanjutkan perjuangan para pendahulu.

Di era digital ini, kita memiliki kesempatan lebih besar untuk menyebarluaskan informasi. Media sosial, blog, dan platform digital lainnya bisa menjadi alat yang efektif untuk mengkampanyekan kisah-kisah pahlawan lokal.

Generasi muda yang cakap teknologi dapat memanfaatkan ini untuk membuat konten-konten yang menarik dan informatif.

Penting untuk diingat bahwa pengakuan terhadap tokoh-tokoh lokal bukan hanya untuk menghargai jasa mereka, tetapi juga untuk menginspirasi generasi masa kini dan mendatang.

Oputa Yi Koo telah membuka jalan, sekarang tugas kita adalah untuk terus melanjutkan langkahnya. Kita harus berani bermimpi besar dan berusaha keras untuk mewujudkannya, seperti yang dilakukan oleh pahlawan – pahlawan kita.

Dengan langkah-langkah ini, kita bisa memastikan bahwa Sultra tidak hanya dikenal sebagai daerah yang kaya akan sumber daya alam, tetapi juga sebagai tanah kelahiran para pahlawan yang telah memberikan kontribusi besar bagi bangsa dan negara.

Sehingga, nama-nama seperti Watukila, Supu Yusuf, Idrus Efendy, dan tentu saja Oputa Yi Koo, akan selalu dikenang dalam sejarah, memberikan inspirasi tanpa akhir bagi kita semua.

Oleh: La Ode Yusran Syarif (Warga Pulau Kadatua)

REDAKSI

Komentar