Ketua Mahkamah Konstitusi Minta Maaf

tegas.co., JAKARTA – Meski belum menerima kabar dari KPK terkait penangkapan salah satu hakimnya, Patrialis Akbar, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat meminta maaf kepada rakyat Indonesia menyusul beredarnya kabar di media massa tentang penangkapan anggota MK Patrialis Akbar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Permintaan maaf itu merupakan salah satu pernyataan MK atas beredarnya kabar tersebut.

Ketua Mahkamah Konstitusi Minta Maaf FOTO : RUL

“Sehubugan informasi media massa tentang OTT terhadap Patrialis Akbar, meskipun masalah itu masalah personal, MK atas nama hakim konstitusi menyampaikan permintaan maaf sedalam-dalamnya kepada seluruh rakyat Indonesia. Saya minta ampun kepada Tuhan, saya tidak bisa menjaga MK. MK melakukan kesalahan lagi,” kata Arief Hidayat Selaku Ketua MK, Jakarta, Kamis, (16/1/17).

Arief dan seluruh hakim konstitusi menyatakan bahwa, prihatin dan menyesalkan terjadinya peristiwa ini. Apalagi, momentumnya mengemuka di tengah ihtiar menegakan martabat hakim konstitsusi. Ihtiar itu, salah satunya, ditunjukkan melalui pembentukan Dewan Etik sejak 2013. Arief menyampaikan itu dengan nada tegas. Matanya terlihat berkaca-kaca saat menyampaikan permintaan maaf tersebut.

“MK minta maaf kepada bangsa dan negara ini. MK mengajukan permintaan pemberhentiaan sementara hakim yang bersangkutan kepada presiden. Jika hakim yang bersangkutan telah melakukan pekanggaran berat,MK meminta pemberhentian tidak dengan hormat kepada presiden,” ujarnya.

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) guna menyikapi penangkapan salah satu anggotanya yakni Patrialis Akbar dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh Tim Satgas KPK.Dalam RPH tersebut diperoleh beberapa kesimpulan atau sikap dari MK mengenai kasus hukum Patrialis Akbar.Adapun hasil RPH, adalah beberapa langkah yang bakal ditempuh oleh MK, yakni,

  1. Mendukung KPK dalam penanganan kasus
  2. Membuka akses kepada KPK. Bahkan jika diperlukan KPK dipersilakan meminta keterangan hakim konstitus tanpa meminta persetujuan presiden
  3. MK mendapat informasi dari dewan etik, bahwa dari aspek etika, diusulkan pembebastugasan hakim konstitusi yang bersangkutan
  4. MK dalam waktu dua hari kerja, sejak menerima usulan dewan etik, segara membentuk majelis kehormatan konstitusi yang beranggotakan lima orang. Yakni, unsur dari hakim MK, satu oarng mantan hakim MK, satu orang guru besar ilmu huku, satu orang tokoh masyarakat, satu orang dari KY.

RUL/MAS’UD