tegas.co, BUTON, SULTRA – Inspektorat Kabupaten Buton,Sulawesi Tenggara(Sultra) menyebut Pihak Akedemi Keperawatan (Akper) Buton tidak transparan dalam pengelolaan keuangan kampus. Pasalnya, dalam penggunaan anggaran tersebut dikelola sendiri oleh pihak kampus tanpa diketahui oleh pemerintah setempat yang merupakan pemilik sah yayasan tersebut.
“Prosedur pengelolaan anggaran Akper Buton itu tidak benar dan salahi aturan karena telah mengelola anggaran kampus tanpa persetujuan dari Pemda,”Ujar, Kepala Inspektorat Kabupaten Buton, La Halimu kepada tegas.co, Rabu (29/3).
Menurut La Halimu, sejak kampus itu berdiri Tahun 2012 lalu hingga sekarang tidak pernah memberikan kontribusi kedaerah. Harusnya setiap dana yang masuk diserahkan ke Pemda Buton sebagai Pendapatan Asli Daerah(PAD).
“Akper itu kan milik daerah,jadi tidak serta merta setelah diterima langsung mereka kelola.Tetapi prosedurnya harus masuk dulu di kas daerah, kemudian apa kebutuhannya mereka,harus menyusun kebutuhan itu dan memintanya lagi ke kas daerah untuk dicairkan,”jelasnya.
Dia menduga bahwa pihak kampus merasa yayasan tersebut adalah milik swasta atau lembaga lain sehingga mereka(Akper Buton red) menganggap tidak perlu meminta persetujuan atau mentaati peraturan yang telah ditetapkan Pemda Buton.
“Ada kesalahan teknis,karena yang terjadi sekarang itu mereka kelola anggaran sendiri tanpa persetujuan pemerintah,padahalkan itu adalah miliknya Pemda Buton,”bebernya.
Tidak hanya itu, Orang nomor satu di inspektorat itu mengatakan, uang pembangunan yang diterima dari sumbangan mahasiswa justru diperuntukan untuk biaya operasional kampus dan kegiatan praktek serta honor dosen.Itupun dilakukan tanpa ada persetujuan dari Pemda Buton.
“Seharusnyakan uang pembangunan,ya digunakan untuk pembangunan,tapi ini justru digunakan untuk operasional kampus dan praktek serta honornya dosen,”Katanya.
Ditambahkan,dari pemeriksaan yang dilakukan pihaknya,diketahui pada Tahun 2015,Akper Buton menerima uang yang bersumber dari SPP dan uang pembangunan mahasiswa sebesar Rp 3.738.532.798,lalu digunakan sebesar Rp 2.588.376.766.Dari sisa pengeluaran tersebut maka sisa saldo sebesar Rp 490.157.032.Begitu juga pada 2016 lalu,pihak kampus juga menerima sebesar Rp 2.014. 428.566 dan juga digunakan sebesar Rp 1.632.813.410.
“Dan itu semua tidak pernah disetorkan ke Pemda Buton, mereka kelola sendiri keuangannya,”pungkasnya.
Menanggapi hal itu, Direktur Akper Buton Muslimin Siraja membantah, jika pihaknya tidak menyetor kedaerah. Menurutnya justru Pemda Buton yang tidak mau menerima anggaran tersebut dengan alasan tidak memiliki dasar hukum.
“Masalah kas,kita juga mau berikan tapi daerah tidak berani terima karena katanya tidak ada dasarnya,”katanya melalui sambungan teleponnya, Rabu (29/3).
Berdasarkan surat dari Sekretaris Daerah(Sekda),lanjut dia,pihaknya setiap tahun selalu menyetor laporan keuangan ke Pemda Buton sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Jadi bukan berarti kita tidak transparan,karena setiap tahun kita laporkan keuangan kita di Pemda Buton sesuai surat dari Sekda,”ujarnya.
Terkait uang pembangunan yang digunakan untuk keperluan lain,menurutnya itu hal yang wajar,sebab bukan berarti dana itu berupa pembangunan gedung baru,tetapi biaya pemeliharaan dan lainnya itu juga masuk dalam kategori uang pembangunan.
“Pembangunan bukan berarti bangun gedung baru,tapi pengadaan kursi dan pengadaan kursi dan lainnya juga bisa kita ambilkan dari situ,karena kalo kita harapkan SPJ sedikit sekali,”tandasnya.
LA ODE ALI / HERMAN
Komentar