tegas.co, YOGYAKARTA – Javanese Diaspora Event adalah acara temu kangen para orang-orang keturunan Jawa yang berada di belahan dunia. Dialah Indrata Kusuma Prijadi, sosok dibelakang terbentuknya Javanese Diaspora Event (JDE) yang selama ini telah melakukan acara temu kangennya sebanyak tiga kali.
Berawal dari Indrata menjadi seorang diaspora yang sedang menetap di Kanada. Beliau membuat grup Javanese (Wong Jowo the Universe) di Facebook pada tahun 2007.
Ternyata respon anggota yang mengikuti grup tersebut banyak bermunculan dari Negara-negara lain, sperti Singapura, Malaysia, Belanda, Suriname dan lainnya. Komunikasi di Facebook menjadi lebih mendalam lagi bagi para diaspora-diaspora Jawa.
Beliau berkunjung ke negara-negara yang memiliki diaspora dan berbaur dengan mereka, ternyata terasa hangat kekeluargaannya.
Ketika Khaidir Surya Sahli salah satu diaspora Singapura ingin berkunjung ke Jogja pada tahun 2014, para diaspora membuat janji untuk bertemu, tetapi pertemuan pertama yang diberi nama Dilik Sedulur itu hanya dihadiri oleh beberapa orang saja dari beberapa Negara, pesawat dari beberapa Negara lainnya terpaksa delay hingga cancel dikarenakan terjadi bencana Gunung Kelud, se-Jogja tertutupi dengan abu vulkanik.
Setelah pertemuan pertama tersebut, Indrata menganggap akan lebih banyak lagi pastinya para diaspora-diaspora Jawa yang akan hadir. Dari grup “Tilik Sedulur” dengan berjalannya waktu, nama grupnya berganti Javanese Diaspora Event dengan tema “Ngumpulke Balung Pisah” hingga saat ini.
JDE tahun pertama diselenggarakan di hotel Merapi Merbabu Yogyakarta, tahun kedua di Hotel New Saphir Yogyakarta dan Jayakarta. Tahun ini diselenggarakan di Museum Benteng Vredeburg. Para Diaspora yang terkumpul sebanyak 150 orang dari 10 Negara dalam JDE ketiga ini.
Sebelum membuat grup facebook, ada cerita kecil yang membuat Indrata terhenyak. Pada tahun 2000, beliau sempat menetap di Amerika untuk bekerja. Beliau menceritakan bertemu dengan orang kulit hitam Suriname yang fasih berbahasa Jawa.
Setelah kejadian itu beliau memiliki keinginan mengumpulkan para diaspora-diaspora Jawa yang ada di Dunia dengan bermula dari grup Facebook.
“Itu semua yang saya rasakan selama ini, siapa yang akan bertanggung jawab untuk melestarikan budaya kita, bahasa kita dan lainnya kalau bukan kita,”Ceritanya kepada tegas.co, di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, Selasa (18/4).
NADHIR ATTAMIMI / HERMAN
Komentar