Bundengan Alat Musik Wonosobo yang Hampir Punah Dimakan Zaman

tegas.co, YOGYAKARTA – Berbagai alat musik yang dipamerkan dalam Pameran Alat Musik Tradisional Nusantara yang diselenggarakan di Museum Sonobudoyo, diantaranya alat musik Bundengan. Salah satu alat musik tradisional Wonosobo, Jawa Tengah yang tidak banyak dikenal orang-orang saat ini.

salah satu alat musik yang disebut Bundengan Alat Musik Wonosobo yang Hampir Punah Dimakan Zaman FOTO : NADHIR
Salah satu alat musik yang disebut Bundengan Alat Musik Wonosobo yang Hampir Punah Dimakan Zaman
FOTO : NADHIR

Bundengan adalah alat musik kelopak ruas bambu yang diberi senar dan dibilah bambu, bentuk fisik yang tidak memperlihatkan sebagai alat musik, namun lebih menyerupai tempat alat sampah alias engkrak ataupun kowangan.

Alih-alih dibilang aneh, sejatinya Bundengan akan lebih tepat apabila dikatakan sebagai jenis alat musik “unik” dan “ajaib”, karena dari satu alat ini ternyata mampu menghasilkan beragam suara yang mirip dengan beberapa perangkat gamelan.

Sebagaimana diketahui beberapa orang, alat musik khas dataran tinggi Dieng yang secara sekilas hanya menyerupai kendang, baik itu berujud suara ketipung, suara ciblon ataupun suara bem.

Awal kemunculan Bundengan diengarai sekitar tahun 1968 yaitu tatkala alat musik ini digunakan mengiringi tari kuda-kepang dan lengger dengan membawakan lagu-lqgu pengiring seperti Kebo Giro, Gones, ataupun Chutang.

Dialah Barnawi sosok yang telah menemukan alat musik tersebut, sosok laki-laki yang telah sedari kecil akrab dengan kuda kepang dan juga tari lengger. Awalnya Barnawi menyebut alat musik ini dengan Kowangan, karena memang mirip dengan caping besar.

Kowangan adalah nama sebuah caping besar dan bentuknya juga memanjang, biasa dikenakan oleh para pengembala itik sebagai alat berteduh dari terik matahari dan derasnya air hujan.

Hanya saja, seiring waktu akibat latar belakang perpaduannnya sebagai pengiring seni panggung, alat musik ini lebih dikenal dengan istilah Bundengan.

Barnawi adalah sosok lelaki desa yang penuh dengan keterbatasan, jenjang pendidikannya hanya sebatas mengenyam sekolah hingga kelas 1 SD. Oleh karenya Barnawi tidak bisa baca tulis dan tidak bisa berbahasa Indonesia secara lancar.

Penghargaan nyata kepada Barnawi sebagai penemu alat musik Bundengan dilakukan oleh lelaki warga Kampung Serunu, Kelurahan Jaraksari, Kota Wonosobo Jawa Tengah bernama Hengky Krisniawan.

“Saya tetap mengakui kalau Pak Barnawi sebagai penemu alat musik Bundengan” Tuturnya.

Walaupun secara pendidikan Barnawi tidak mumpuni, tetapi membuat pria 37 tahun itu rela berguru kepada Barnawi. Pertemuan antara Barnawi dan Hengky berlangsung sangat cepat, hanya dipertemukan sebanyak dua kali untuk berguru setelah itu Barnawi Meninggal dunia.

“Baru ketemu dua kali, setelah itu beliau meninggal. Secara spontan saya seperti ada dorongan kekuatan tersendiri bisa menggunakan alat ini dan melestarikannya” Ujarnya.

Saat itu Henky lah salah satunya yang bisa diharapkan untuk bisa melestarikan alat musik tersebut dari kepunahan. Anak perempuan Barnawi pun sejatinya tidak mahir menggunakan alat musik itu.

Untuk tetap melestarikan alat musik tersebut, Hengky berusaha membangkitkannya bersama temannya dengan mengadakan pengenalan dan pelatihan di sekolah-sekolah, juga membuat pertunjukan-pertunjukan.

Saat ini Bundengan mulai dibagi dan lebih dikreasi lagi cara memainkannya, ada yang gong sendiri, ada yang gendang sendiri dan ada yang tembang sendiri.

Hengky berharap agar alat musik ini lebih dilestarikan lagi dan dikenang selalu. Agar generasi muda bisa mempelajari dan melestarikannya, perlu adanya sosialisasi-sosialisasi dan workshop-workshkop sebagai sarana untuk informasi pengenalan dan juga bisa memainkannya langsung. Bengky juga menaruh haraoan kepada Pemerintah agar selalu mendukung atas pelestarian alat tradisional ini.

NADHIR ATTAMIMI / HERMAN

Komentar