tegas.co., YOGYAKARTA – Warga bantaran Kali Code selain menggelar upacara bendera di tengah Sungai, juga menghadirkan hiburan berupa teatrikal peristiwa yang dikenal dengan Pertempuran Kotabaru 7 Oktober 1945.
Salah satu peninggalannya adalah Tetenger yang berlokasi di Jalan Jagalan Purwokinanti Pakualaman Yogyakarta. Tetenger tersebut mencantumkan nama-nama korban pertempuran Kotabaru yang sama persis dengan nama yang tercantum di monumen yang berada di Kotabaru.
Koordinator Upacara Kali Code, Octa Viantary menerangkan, tontontan tersebut bukan sekadar teater biasa, melainkan berdasarkan peristiwa yang pernah terjadi di Sungai Code saat melawan tentara Jepang.
“Ceritanya dulu semppat ada peperangan yang melewati Kali Code, makanya kami berinisiatif untuk mengambil seting ini agar masyarakat ingat bahwa pada waktu itu pernah terjadi peperangan disini,” ujar Octa saat ditemui usai mengeikuti upacara, pada Kamis (17/8/2017).
Diceritakan, Kotabaru merupakan wilayah pusat pemerintahan Jepang dan pertempuran terjadi karena pengaruh penjajah itu di Yogyakarta. Sebelum menyerbu kawasan Kotabaru, kelompok-kelompok pemuda dari Kampung Pathuk, Jagalan, Jetis Utara, dan Gowongan mengadakan pertemuan pada tanggal 5 Oktober 1945.
Mereka sepakat menyiapkan sejumlah rencana untuk menguasai markas Jepang, antara lain para pemuda menunggu berita mengenai hasil perundingan dengan Jepang, melucuti senjata Jepang dengan cara damai, dan menyerbu Kidobutai kalau perundingan gagal.
Dalam penyerbuan Kotabaru, sebanyak 21 pejuang Jogja wafat, dan sekitar 32 orang mengalami luka-luka. Mereka yang gugur adalah Sareh, Sadjiyono, Sabirin, Soenaryo, Soeroto, Soepadi, Soehodo, Soehartono, Trimo, Mohammad Wardani, Atmosukarto, Ahmad Djazuli, Achmad Zakir, Abu Bakar Ali, Djoemadi, Djuhar Nurhadi, Faridan M Noto, Hadi Darsono, I Dewa Nyoman Oka, Oemoem Kalipan, dan Bagong Ngadikan.
Jepang terdesak karena kekuatan rakyat bersenjatakan bambu runcing tidak bisa dibendung. Dalam pertempuran ini sebanyak 27 tentara Jepang tewas dan berkibarlah bendera Merah Putih. Pasukan Jepang satu per satu mulai menyerah. Gudang senjata juga direbut oleh para pemuda, sehingga banyak mendapat senjata.
Akhirnya pada 7 Oktober 1945 sekitar pukul 10.00 markas Jepang di Kotabaru secara resmi menyerah. Kemudian berkibarlah bendera merah putih di markas Kotabaru. Beratus-ratus tentara Jepang ditahan dan senjatanya dirampas.
Setelah Markas Kotabaru jatuh, usaha perebutan kekuasaan meluas, R.P. Sudarsono memimpin perlucutan senjata Kaigun di Maguwo. Dengan berakhirnya pertempuran Kotabaru dan dikuasainya Maguwo, maka Yogyakarta berada di bawah kekuasaan Republik Indonesia.
Dengan adanya kegiatan seperti ini, Octa berharap agar pemerintah bisa lebih memperhatikan warganya disekitaran bantaran sungai karena telah menjadi saksi kunci kemerdekaan Republik Indonesia.
“Kita lebih memanfaatkan apa yang ada, agar Pemerintah juga bisa mendengar bahwa kami masuk dalam sejarah kemerdekaan,” tutup Octa
NADHIR ATTAMIMI
PUBLISHER : HERMAN