tegas.co, KENDARI, SULTRA – Lingkungan merupakan aspek terpenting dalam kehidupan sehari-hari, misalnya saja air, udara maupun tanah, kesemuanya itu adalah komponen yang menunjang kelangsungan mahluk hidup hidup.
Terlebih lagi, dalam konstitusi negara Indonesia telah diatur hak setiap warga negara untuk mendapatkan hak atas lingkungan yang baik dan sehat. Hal ini termuat dalam pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Beberapa regulasi, mulai dari UUD, Peraturan Menteri (Permen) Peraturan Daerah (Perda) juga mengatur tentang tata kelola agar orang maupun koorporasi dalam menjalankan usahanya tidak mencemari lingkungan sekitar.
Namun fakta lapangan berkata lain, misalnya di Kota Kendari. Banyak usaha di Kota Kendari khususnya usaha yang menghasilkan Limbah Berbahaya dan Beracun ternyata tak memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Bahkan, jumlahnya masih sekitar 50 persen dari seluruh usaha di Kota Kendari yang tak miliki IPAL.
Redaksi tegas.co juga berhasil menghimpun nama-nama perusahaan atau usaha yang tak memiliki dokumen IPAL namun tetap beroperasi.
Kepala Bidang Persampahan dan Pengelolaan Limbah B3, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kota Kendari, Arifin Rauf kepada wartawan di Hotel Horison Kendari beberapa waktu lalu membenarkan bahwa banyak usaha di Kota Kendari tak miliki IPAL.
“Masih banyak yang belum miliki IPAL. Kalau di presentasi itu jumlahnya sekitar 50 persen usaha yang menghasilkan limbah B3 tidak di Kendari tak memiliki IPAL ” kata Arifin.
Tak cukup hanya disitu saja, bahkan beberapa usaha yang telah memiliki IPAL belum memenuhi standar kriteria yang telah ditetapkan.
“Ada juga yang sudah punya IPAL, tapi tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Ada juga yang tidak faham apa itu IPAL, padahal usahanya menghasilkan limbah B3,” tambahnya.
Ia mengatakan, perusahaan yang telah mempunyai IPAL biasanya diberikan ketentuan bahwa melaporkan kondisi IPALnya selama 3 bulan sekali. Setelah itu, tim dari DLHK Kota Kendari turun untuk melakukan pengawasan, uji sampling, pengecekan administrasi, pengesekan secara teknis dan operasional IPAL.
Dan jika dalam pengecekan didapatkan IPAL yang tidak sesuai dengan ketentuan, maka pihak DLHK akan melakukan peneguran untuk segera memperbaiki. Namun setelah ditegur tetap tidak juga diperbaiki, maka akan diberikan sanksi. Sanksinya berupa penutupan sementara kegiatan operasional perusahaan tersebut.
“Bahkan sanksi yang lebih keras adalah pencabutan atau pembekuan izin usaha,” tegasnya.
Tak hanya sanksi penutupan hingga pencabutan izin usaha. Para pengusaha yang bandel dan mengakibatkan pencemaran karena limbah B3 tidak di kelola dengan baik, maka bisa juga sanksi pidana.
Namun, sanksi yang telah diterapkan oleh pemerintah dianggap seperti angin lalu. Banyak usaha dan pengusaha yang tetap menjalankan usahanya tanpa memiliki IPAL. Padahal jelas, usaha mereka menghasilkan LB3 yang bisa saja mencemari lingkungan sekitar.
Salah satu yang mengakui menjalankan usahanya tanpa IPAL adalah Same Hotel Kendari, meski telah lama beroperasi di Kota Kendari, Hotel megah itu ternyata belum memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL).
“Iya pak, kami memang belum memiliki IPAL. Kami sementara mengurus dokumennya saat ini,” jelas salah seorang perwakilan Same Hotel Kendari, Ririn, saat ditemui wartawan beberapa waktu lalu.
Pertanyaanya, jika Same tak memiliki IPAL selama beroprasi, dimana limbah B3 itu dibuang ?
Dikutip dari Hukumonline.com, terkait dengan regulasi dan sanksi hukum perusahaan yang tak memiliki IPAL ada dalam Undang Undang (UU) nomor 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Dalam UU no 32 tahun 2009 pasal 1 ayat (2), disebutkan, upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Selanjutnya dalam Bab X bagian 3 pasal 69 UU tersebut, tercantum mengenai larangan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi larangan melakukan pencemaran, memasukkan benda berbahaya dan beracun (B3), memasukkan limbah ke media lingkungan hidup, melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, dan lain sebagainya.
Larangan-larangan tersebut diikuti dengan sanksi yang tegas dan jelas tercantum pada Bab XV tentang ketentuan pidana pasal 97-123. Salah satunya adalah dalam pasal 103 yang berbunyi: Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Sedangkan kriteria kerusakan lingkungan hidup, pada pasal 21 UU tersebut di atas, disebutkan meliputi kerusakan ekosistem dan kerusakan iklim. Yang termasuk kerusakan ekosistem adalah kerusakan tanah, terumbu karang, mangrove, gambut, dan yang berkaitan dengan kebakaran hutan. Sedangkan kerusakan iklim adalah kenaikan temperatur, kenaikan air laut, badai, atau kekeringan.
Tak hanya diatur dalam undang-undang, dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Kendari nomer 3 tahun 2016 tentang pengelolaan air limbah domestik juga dengan jelas diatur tentang air limbah dan upaya pencegahanya.
Tak hanya usaha perhotelan seperti salah satunya Same Hotel Kendari yang tak miliki IPAL, berdasarkan data yang dimiliki redaksi tegas.co, usaha-usaha lain seperti bengkel, rumah sakit, rumah makan yang menghasilkan limbah B3 juga tidak memiliki IPAL.
Direktur Eksekutif, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sultra, Kisran Makati juga membenarkan bahwa memang di Kendari banyak usaha yang tidak memiliki IPAL.
Bahkan, kata dia, pembahasan soal IPAL sudah berulang kali di bicarakan namun tidak ada tindak lanjut dari Pemerintah maupun pengusaha. Parahanya lagi, ada beberapa instansi pemerintah yang juga tak miliki IPAL.
“Pernah duduk bersama dengan Kepala BLH dan pemilik usahaterkait IPAL. Bayangkan saja, sekelas RS Bahteramas-pun yang notabene milik pemerintah belum memiliki IPAL,” jelas Kiosran kepada tegas.co.
Persoalan lingkungan, menurut Kisran tak boleh dianggap hal biasa. Sebab, ini menyangkut hak hidup orang dan klingkungan sekitar. Dibutuhkan sikap tegas dari pemerintah, tak hanya sekedar menghimbau-menghimbau saja, tapi menjalankan dengan tegas aturan yang sudah ditetepkan.
“Aturannya kan sudah jelas, mulai dari UU, Perpres, Permen hingga Perda mengatur soal IPAL. Dijalankan saja itu, yang wajib menjalankan Pemerintah,” tegasnya.
Kisran juga menambahkan, jika persoalan IPAL tidak segera di atasi dengan baik, bisa jadi limbah-0imbah ini akan mengancam lingkungan di Kendari. Bahkan, kata dia, menurut beberapa penelitian, di Teluk Kendari sudah mengandung logam berat, misalnya saja merkuri.
“Kita tahu teluk Kendari merupakan muara dari semua sunga yang melintas di Kota Kendari. Dan menurut beberapa penelitian Teluk Kendari sudah tercemar logam berat, itu darimana kalau bukan dari sungai, sungai itu darimana bisa menghasilkan limbah kalau bukan dari buangan usaha-usaha yang hasilkan limbah,’ tutupnya.
WIWID ABID ABADI
Komentar