Majelis Anggap Kedua Kubu Peradi Tidak Sah

Karena menurut Majelis Munas Pekanbaru dan Makasar tidak sesuai AD/ART Peradi

tegas.co., KENDARI, SULTRA – Tulisan ini merupakan salah satu karya Aji Prasetyo yang dimuat di situs hukumonline.com pada Kamis, 13 September 2018. Dalam tulisannya berjudul “Majelis Anggap Kedua Kubu Peradi Tidak Sah” memuat, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) telah memutus gugatan perdata antara Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) pimpinan Fauzie Yusuf Hasibuan (penggugat) melawan Peradi pimpinan Juniver Girsang (tergugat). Dalam putusannya, Majelis menyatakan tidak menerima gugatan (niet ontvankelijke verklaard (NO) karena menganggap tidak berwenang mengadili perkara perseturuan keabsahan organisasi advokat ini.

Iklan Pemkot Baubau
Majelis Anggap Kedua Kubu Peradi Tidak Sah
Ilustrasi Munas PERADI yang berujung pada perpecahan. Ilustrasi: BAS (HUKUMONLINE.COM)

Ada yang menarik dalam pertimbangan putusan ini. Majelis Hakim yang diketuai Budhy Hertantiyo ini menganggap kepengurusan Peradi baik penggugat maupun tergugat tidak sah karena dalam proses pemilihannya tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi Peradi.

“Menurut Majelis Hakim sebagaimana fakta hukum di persidangan sesuai bukti surat, saksi, dan ahli yang diajukan masing-masing pihak, ternyata pelaksanaan Munas kedua Peradi yang dilaksanakan Penggugat di Pekanbaru 12-14 Juli 2015 maupun Munas kedua Peradi yang dilakukan oleh Tergugat I dan II di Makasar tanggal 26-28 Maret tidak melalui mekanisme dan aturan yang terdapat di AD/ART Peradi,” kata Hakim Budhy, Rabu (12/9/2018).

Menurut Majelis, penyelenggaraan Munas harus dipimpin oleh pengurus DPN dan susunan DPN Peradi sekurang-kurangnya harus terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Jenderal, dan Bendahara Umum. Faktanya, menurut majelis hakim bahwa Munas yang dilakukan para pihak dilaksanakan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam hal ini AD/ART.

“Kedua belah pihak berpendirian tetap menafsirkan sendiri aturan yang terdapat dalam AD/ART Peradi. Seharusnya para pihak harus mendaftarkan terlebih dahulu aturan sebagaimana yang terdapat dalam Bab 16 Ketentuan Peralihan Pasal 47 AD/ART Peradi yang menyebutkan apabila timbul penafsiran terhadap suatu ketentuan AD/ART, maka hal itu diputuskan oleh DPN dan DPN dapat menetapkan hal-hal yang belum diatur,” jelas Hakim Budhy.

Majelis berpendapat, AD/ART adalah metode pelembagaan dalam mencapai tujuan organisasi. Karena itu, apabila seseorang telah bergabung dan menjadi anggota dalam suatu organisasi berarti ia telah secara sadar mematuhi serta menerima ketentuan yang diatur dalam AD/ART. Artinya, AD/ART menjadi undang-undang bagi setiap orang yang menyatakan diri bergabung dalam satu organisasi.

“Ini sebagaimana dimuat dalam Bab 5 Pasal 10 ayat (7) huruf a bahwa anggota Peradi berkewajiban mematuhi AD/ART, keputusan Munas, kode etik, keputusan DPN dan keputusan Dewan Kehormatan, dan keputusan lainnya,” sebutnya.

Bingung

Sekjen Peradi pimpinan Fauzie, Thomas Tampubolon mengaku bingung dengan pertimbangan Majelis itu. Menurut Thomas, akan timbul sejumlah pertanyaan berkaitan pertimbangan majelis hakim yang menyatakan kepengurusannya dan Juniver tidak sah karena tidak sesuai dengan AD/ART, meski sebenarnya perkara ini belum mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht).

“Karena ini putusan belum berkekuatan hukum tetap belum inkracht kita akan banding ya. Jadi, belum bisa dilaksanakan, tapi kalau sekiranya menjadi kekuatan hukum tetap pertanyaannya kalau kami tidak sah, yang lain tidak sah, lalu siapa yang sah?” kata Thomas mempertanyakan.

Meski begitu, menurutnya melihat pertimbangan tersebut secara tidak langsung, maka kepengurusan Peradi dikembalikan kepada Otto Hasibuan selaku Ketua Umum sebelumnya. “Berarti harus kembali ke keadaan semula dong, kembalikan lagi ke Otto Hasibuan sebagai ketua umum karena kita tidak menyangkal bahwa dialah selama ini menjadi ketua umum, kan (sekarang seolah) ada kekosongan,” dalihnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Peradi pimpinan Juniver, Harry Ponto menilai dalam Munas di Pekanbaru tidak pernah ada pembukaan, duduk bersama dalam sidang, ataupun menghitung jumlah peserta hingga memenuhi kuorum. “Karena itu, Munas dan proses pemilihannya terkesan janggal,” kata dia.

Hal ini berbeda dengan Munas Makassar yang dibuka secara resmi, adanya laporan ketua panitia, dihadiri sejumlah pejabat hingga ada pemukulan gong pembukaan. Pada saat Munas pun dihadiri oleh ketua umum, wakil ketua umum, sekjen, dan para wakilnya, hingga bendahara umum, sehingga Munas Makasar dianggap sudah sesuai ketentuan (AD/ART Peradi).

Namun, saat pemilihan yang akhirnya dimenangkan Juniver Girsang, Harry mengakui Otto Hasibuan tidak ada di lokasi tersebut. “Dalam pemilihannya itu pimpinan sidang Otto tidak hadir karena dia secara sepihak menyatakan Munas diundur tanpa berkonsultasi dengan sekjen dan sebagian terbesar wakil ketua umumnya. Yang pasti kemudian itu dilanjutkan wakil ketua umum dan sekjennya,” ujarnya.

Saat ditanya apakah dengan begitu Munas Makasar telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Harry tidak menjawab dengan tegas. Ia hanya menyatakan Munas Makasar telah sesuai dengan prosedur. “Kita menghormati putusan itu, kalau bicara tentang Munas Makasar itu resmi dibuka, pukul gong, tetapi di Pekanbaru tidak pernah terjadi, masuk ruang sidang tidak pernah ada,” katanya.

SUMBER

PUBLISHER: TEGAS.CO

Komentar