“Pilkades serentak yang diselengarakan di Kabupaten Kolaka tertangal 18 Desember 2018 tentunya kita semua akan sepakati bersama, bahwa memang betul pemilihan Pilkades serentak telah usai diselenggarakan, tetapi kita harus telaah baik-baik apa yang terjadi di salah satu desa yaitu, Desa Popalia Kecamatan Tanggetada Kabupaten Kolaka menuai kontroversi dan keresahaan di mata publik,” tutur Ramadan.
Menurutnya, persoalan tersebut harus betul-betul ditangani secara objektif dan profesional. Karena jika tidak, permasalah yang sama akan terulang kembali pada Pilkades berikutnya.
Dijelaskan Ramadan, dalam konteks kompetisi (pemilihan) pada umumnya siapapun yang kalah tentu tak akan legowo begitu saja jika kompetisi munai kecurangan.
“Kertas plano dan berita acara Pilkades di Desa Popalia tidak ditandatangani oleh ketujuh Panitia Pemilihan Kepala Desa (PPKD) Popalia, ditambah lagi para saksi masing-masing calon kepala desa. Yang ditandatangani serta yang disepakiti saat itu adalah Pilkades bermasalah yang disaksikan Camat Tanggetada, pihak Kepolisian, TNI, DPMD dan masyarakat setempat,” ungkapnya.
Dari 1035 Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang telah ditetapkan oleh panitia, lanjutnya, yang hadir untuk memberikan hak suaranya sekitar 845 orang yang telah melakukan registrasi di meja panitia. Namun pada saat rekapitulasi perhitungan surat suara, baik suara yang batal maupun yang sah hanya berjumlah 819.
“Terus 26 surat suaranya dimana,” tanyanya.
Yang lebih dramatisnya lagi, pada saat salah satu saksi meminta panitia untuk menghitung kembali surat suara yang telah dicoblos baik yang batal maupun yang sah hasilnya sangat menyedihkan, yakni hanya ada 808 surat suara yang sudah dicoblos, sedangkan 11 surat suaranya lenyap entah kemana.
“Dari kertas plano dan berita acara yang tidak ditandatangi oleh pihak penyelenggara dan saksi calon serta surat suara yang begitu membingungkan akan menjadikan Dasar Ayahanda Bupati Kabupaten Kolaka tidak akan mengambil keputusan yang kontroversial, karena Pemilihan Kepala Desa Popalia cacat hukum, dan konsekuensi logisnya adalah batal demi hukum. Apalagi ayahanda Bupati Kolaka adalah panutan dan suri tauladan kami,” tegasnya.
Olehnya itu, Ramadan kembali menegaskan kepada pihak Kepolisian Resor (Polres) Kolaka harus progresif dan profesional dalam mengusat tuntas adanya kecurangan yang diduga dilakukan oleh pihak panitia.
“Kapolres Kolaka harus mungusut tuntas persoalan yang terjadi di Desa Popalia, karena saya menduga pinitia pemilihan Kepala Desa Popalia telah melakukan manipulasi data surat suara, jangan di nina bobokan persoalan ini, karena akan berimplikasi kepada pemilihan berikutnya dan akan ada lagi korban-korban selanjutnya baik di Desa Popalia maupun pemilihan desa pada umumnya di Kabupaten Kolaka,” tutupnya.
KONTRIBUTOR: AS LAN
PUBLISHER: SALAMUN