Tahun 2018, Angka Perceraian di Buton Meningkat

Tahun 2018, Angka Perceraian di Buton Meningkat
Panitera Pengadilan Agama Pasarwajo, Drs Idris. FOTO: SUPARMAN

tegas.co., BUTON, SULTRA – Angka perceraian sepanjang tahun 2018 di Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra), mengalami peningkatan sebanyak 10 persen dibandingkan tahun 2017. Pengadilan Agama Negeri Buton mencatat jumlah gugatan cerai yang masuk 2018 sebanyak 165 kasus.

“Sebanyak 132 kasus dan di tahun 2018 meningkat jadi 165 kasus,” kata Panitera Pengadilan Agama Pasarwajo, Drs. Idris, ditemui di ruang kerjanya, Selasa (15/01/2018).

Idris menuturkan, dari 165 kasus perceraian yang masuk, sekitar 80 persen diajukan pihak perempuan atau cerai gugat, sisanya pihak laki-laki. Walaupun ada juga laki-laki yang mengajukan karena ditinggal istrinya, tidak ada kabar. Sehingga suaminya tidak lagi mau menunggu dia datang ke Pengadilan Agama untuk melakukan perceraian.

Kata dia, penyebab utama meningkatnya kasus perceraian di wilayah Kabupaten Buton diminasi oleh faktor ekonomi dan pihak ketiga. Selain itu, karena istri ditinggal pergi merantau oleh suaminya serta para suami hanya mabuk-mabukan sehingga rumah tangga tidak harmonis dan menjadi pemicu berakhirnya hubungan suami istri tersebut.

“Kita di Buton ini kebanyakan suami merantau ditinggal bertahun-tahun, menjadi penyebab kasus perceraian. Dan tidak menafkahi,” kata Idris.

Dari 165 kasus yang masuk, 155 kasus diantaranya sudah diputus. Dari beberapa kasus, 5 persen diantaranya ditolak karena tidak cukup bukti. Kendati demikian, dari beberapa kasus yang diputus, masih ada pula pasangan yang bercerai dan pada akhirnya rujuk kembali.

Idris menambahkan, tidak hanya kasus perceraian yang meningkat, termasuk perkara itsbat nikah atau permohonan pengesahan nikah. Pengajuan itsbat nikah guna perkawinan yang telah dilakukan dinyatakan sah, dan dicatat sesuai dengan keputusan pengadilan.

“Setidaknya untuk di tahun 2017 tercatat ada 46 pasangan yang mengajukan permohonan pengesahan nikah. Sementara itu di tahun 2018 hanya berjumlah 37 permohonan. Rata-rata yang mengajukan ini pasangan yang sudah menikah dari puluhan tahun lalu. Biasanya yang menikah karena faktor biaya, tapi statusnya jelas. Termasuk perkawinan orang tua dulu,” tambahnya.

Diakuinya, masih banyak pasangan pasutri di Kabupaten Buton belum mengajukan permohonan pengesahan nikah. Adapun yang mengajukan permohonan tersebut sebatas yang memiliki keperluan administrasi seperti pembuatan akta cerai anak, pendaftaran ibadah haji, pencairan dana pensiun PT Taspen, penetapan ahli waris, dan keperluan lainnya.

“Karena angka perceraian dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, kami mengimbau pasangan suami istri (pasutri) harus memelihara semangat saling percaya dalam berkeluarga. Pasangan juga harus mengatur konflik agar menjadi potensi positif dalam membangun pengertian yang penuh kasih sayang,” tutupnya.

KONTRIBUTOR: SUPARMAN
PUBLISHER: SALAMUN